Menteri <i>Ngeyel</i> Sibuk Pencapresan Jelang 2024, Kornas Minta Jokowi Turun Tangan untuk Menegur
Presiden Joko Widodo (Foto: Sekretariat Kabinet RI)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Kornas Jokowi Abdul Havid Permana, meminta Presiden Joko Widodo segera melakukan evaluasi terhadap kinerja menteri-menteri di Kabinet Indonesia Maju.

Hal ini, lantaran ada sejumlah menteri yang tampak sibuk dengan agenda perseorangan, utamanya dalam menyongsong Pilpres 2024. Menurutnya, Presiden Jokowi harus menegur keras menteri yang sibuk bersiap pencapresan.

"Baik yang berasal dari parpol maupun profesional," ujar Abdul Havid kepada wartawan, Jumat, 12 November. 

Havid mengingatkan, bagi menteri yang belakangan terkesan sibuk dengan kepentingan pribadi dan kelompoknya agar kembali menjalankan tugas-tugas melayani rakyat. Terlebih, sejak awal Presiden Jokowi menegaskan bahwa tidak ada visi misi menteri, yang ada hanyalah visi misi presiden dan wakil presiden.

“Tapi mereka malah tetap ngeyel,” katanya.

Apabila benar Presiden Jokowi akan melakukan perombakan kabinet dalam waktu dekat, Havid berharap jajaran menteri lebih banyak diisi kalangan profesional.

“Karena kami menilai menteri-menteri yang berasal dari parpol akan meninggalkan presiden di tahun 2022 mendatang,” tandasnya.

Sebelumnya, parpol koalisi pemerintah PDIP tak mempermasalahkan ada menteri yang rajin sosialisasi terkait pencapresan di 2024.

Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira mengatakan, tidak ada larangan soal sosialisasi menteri ingin nyapres selama yang bersangkutan tidak menggunakan fasilitas negara. Perlu diingat, kata dia, bahwa menteri adalah pembantu presiden yang kinerjanya dinilai dan diawasi DPR. 

"DPR melakukan pengawasan, tidak ada mempersoalkan menteri kampanye atau melakukan tebar pesona. Selama kinerja menteri tetap bagus tentu dia akan bekerja serius untuk menunjukkan kalau dia mau jadi capres. Logikanya kalau dia mau jadi capres dia harus tunjukkan kinerja yang bagus dan itu menguntungkan pemerintahan," jelas Andreas di Gedung DPR, Kamis, 11 November. 

"Kalau manfaatkan untuk kampanye itu negatif efek. Saya sih lihat biasa biasa aja. Kalau gunakan fasilitas negara pasti salah," sambungnya.