Perma Dikeluarkan, Putusan Hakim Harus Bisa Dipertanggungjawabkan
Gedung Mahkamah Agung (Foto: setkab.go.id)

Bagikan:

JAKARTA - Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemindanaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro menjelaskan Perma ini akan menjadi pedoman hakim dalam menangani dan menjatuhkan pidana dalam perkara korupsi yang terkait dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.

Dengan adanya pedoman tersebut, kata dia, hakim tindak pidana korupsi diharapkan bisa menjatuhkan pidana dengan memenuhi aspek kepastian dan proporsionalitas pemidanaan. Sehingga, tak akan ada disparitas (perbedaan) dalam pemberian putusan.

"Artinya, pidana yang dijatuhkan itu dapat dipertanggungjawabkan dari segi keadilan proporsional, keserasian dan kemanfaatan terutama bila dikaitkan dengan satu perkara dengan perkara lainnya yang serupa," kata Andi dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Senin, 3 Agustus.

Andi kemudian menjelaskan Perma ini digodok hampir dua tahun lamanya oleh kelompok kerja (Pokja) sesuai Keputusan Ketua MA No. 189/KMA/SK/IX/2018. Pokja ini bekerjasama dengan Tim Peneliti MaPPI-FHUI. Pokja MA dan Tim MaPPI, sambung dia, telah melakukan pembahasan dan diskusi dengan instansi penegak hukum lainnya seperti Kejaksaan, KPK, dan kalangan akademisi.    

"Pedoman penidanaan ini mengatur antara lain mengenai penentuan berat-ringannya hukuman yang akan dijatuhkan, sehingga hakim tipikor dalam menetapkan berat-ringannya pidana harus mempertimbangkan kategori keruagian keuangan negara, tingkat kesalahan terdakwa, dampak dan keuntungan, rentang penjatuhan pidana, keadaan-keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa, dan lain-lain," ujarnya.

Diketahui,dalam Perma Nomor 1 Tahun 2020, pada Pasal 6 disebutkan terdapat empat kategori kerugian negara. Kategori paling berat yaitu kerugian negara lebih dari Rp 100 miliar.

Selanjutnya kategori berat lebih dari Rp25 miliar sampai Rp100 miliar; Kategori sedang yaitu kerugian negara Rp1 miliar hingga Rp 25 miliar; kategori ringan yaitu kerugian negara Rp200 juta sampai Rp1 miliar dan kategori paling ringan yaitu kurang dari Rp200 juta.

Selain kerugian negara, aturan ini juga mempertimbangkan kesalahan, dampak, dan keuntungan dalam melakukan pemidanaan terhadap terdakwa yang dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.

Adapun rentang penjatuhan pidana untuk kategori paling berat lebih dari Rp100 miliar dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan yang tinggi dapat dipidana selama 16-20 tahun penjara.

Sedangkan untuk kategori paling berat lebih dari Rp100 miliar dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan yang rendah dapat dipidana penjara 10-13 tahun.

Kemudian untuk kategori berat lebih dari Rp25 miliar sampai dengan Rp100 miliar dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan yang tinggi dapat dipidana penjara 13-16 tahun. Sementara untuk kategori yang sama dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan yang rendah dapat dipidana penjara 8-10 tahun.