JAKARTA - Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari menilai putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang memerintahkan KPU menghentikan tahapan pemilu dalam perkara gugatan yang dimenangkan Partai Prima melanggar ketentuan Undang-Undang.
Menurutnya, PN Jakpus telah bertindak di luar koridor melampui batas wewenang sehingga putusannya terkait penundaan Pemilu 2024 dapat dibatalkan Mahkamah Agung (MA) dalam tingkat kasasi.
Adapun salah satu ketentuan dilanggar PN Jakpus sehingga amar putusannya yang teregister nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu dapat dibatalkan adalah Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 2 tahun 2019.
"Pasal 10 dan Pasal 11 Perma No 2 tahun 2019 yang menyatakan itu [putusan menunda pemilu] bukan kewenangan Pengadilan Negeri," kata Feri kepada VOI, Jumat 3 Maret.
Feri mengatakan putusan PN Jakpus yang memerintahkan KPU tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 juga melanggar Pasal 22 E ayat 1 UUD 45.
"Pemilu itu dilangsungkan berkala lima tahun sekali berdasarkan Pasal 22 E ayat 1 UUD 45 tidak mungkin PN menentang pasal konstitusi," tutur Feri.
Feri menuturkan putusan itu mengancam demokrasi di Tanah Air. Dia menegaskan, hal ini tidak dapat dibiarkan lantaran nantinya bisa menjadi preseden buruk di dunia peradilan Indonesia.
"Saya melihat memang ini ancaman bagi kita semua, demokrasi kita bisa terganggu, kalau ada pengadilan negeri atau pengadilan bisa melanggar ketentuan Undang-undang Dasar 1945," tuturnya.
Dia mengingatkan PN Jakpus agar menimbang kembali putusannya agar tidak memutuskan untuk menunda pemilu karena itu bukan yurisdiksi dan kewenangannya.
"Tentu saja yang harus diperbaiki hak keperdataan Partai Prima itu, dalam hal ini tahapan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual. Jadi tidak ada korelasinya dengan penundaan pemilu secara nasional. Bagi saya ini langkah-langkah menentang konstitusi," ujar dia.
BACA JUGA:
Sebelumnya, majelis hakim PN Jakpus mengabulkan gugatan perdata Partai Prima dengan memutuskan KPU tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024.
Gugatan itu diajukan penggugat yaitu Partai Prima terhadap KPU yang diwakili Ketua Umum KPU Hasyim Asyari sebagai tergugat.
Dalam putusannya, majelis hakim menyebut menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat serta menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.