Komisi II DPR Pertanyakan Dasar Hukum Hakim PN Jakpus Putuskan Penundaan Pemilu
Anggota DPR Guspardi Gaus/DOK ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus mengaku heran atas putusan penundaan Pemilu 2024 yang diketok majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Menurutnya, putusan PN Jakpus yang memerintahkan KPU agar menunda pemilu hingga dua tahun mendatang sangat tidak logis. 

"Apakah ini logis? Putusan itu sesuatu yang di luar dugaan pribadi saya, dan saya yakin masyarakat juga kaget terhadap putusan yang diputuskan oleh pengadilan," ujar Guspardi saat dikonfirmasi, Kamis, 2 Maret, malam.

Legislator PAN dapil Sumatera Barat itu lantas mempertanyakan dasar hukum putusan PN Jakpus. Terlebih, amar putusan tersebut untuk menunda Pemilu 2024 yang saat ini tahapannya sedang berjalan.

"Apakah ini punya dasar hukum? Apa yang menyebabkan pengadilan dalam memutuskan perkara ini? Kok sampai-sampai pemilunya yang ditunda?," kata Guspardi.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memerintahkan Pemilihan Umum (Pemilu) ditunda selama sekitar 2 tahun atau sampai tahun 2025. Hal ini merupakan putusan yang memenangkan gugatan perdata pengajuan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).

Awalnya, Partai Prima menggugat KPU ke PN Jakpus karena merasa dirugikan oleh penyelenggara pemilu tersebut. Sebab, KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam menjalani pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.

Dampaknya, Partai Prima tidak bisa melanjutkan tahapan pemilu ke verifikasi faktual. Partai Prima tidak terima. Dalam kajian mereka, Prima menyebut KPU tidak teliti dalam melakukan verifikasi administrasi.

Prima juga memandang Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) bermasalah dan menyebabkan tidak lolosnya partai tersebut dalam tahapan verifikasi administrasi. 

Padahal setelah dipelajari dan dicermati oleh Partai Prima, jenis dokumen yang sebelumnya dinyatakan TMS, ternyata juga dinyatakan Memenuhi Syarat oleh KPU dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan.

Partai Prima juga menyebut KPU tidak teliti dalam melakukan verifikasi yang menyebabkan keanggotannya dinyatakan TMS di 22 provinsi.

Akibat dari kesalahan dan ketidaktelitian KPU, Partai Prima mengaku mengalami kerugian immateriil yang mempengaruhi anggotanya di seluruh Indonesia. Karena itu, Partai Prima pun meminta PN Jakpus menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 selama lebih-kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari sejak putusan dibacakan.

"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan tersebut. 

 

Gugatan perdata Prima ke PN Jakpus dengan tergugat yakni KPU RI dilayangkan pada 8 Desember lalu. Putusan PN Jakpus keluar dengan nomor perkara 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst pada Kamis, 2 Maret.

Berikut adalah bunyi putusan PN Jakpus:

 

1. Menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat;

3. Menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan Hukum;

4. Menghukum tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500.000.000 kepada Penggugat;

5. Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari;

6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);

7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada tergugat sebesar Rp410.000.