JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyoroti hak korban, dalam hal ini pihak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, untuk mengajukan restitusi atau ganti rugi pascaputusan kasasi Mahkamah Agung atas Ferdy Sambo dan tiga terdakwa lainnya.
“Atas putusan kasasi itu, LPSK berpandangan bahwa keluarga korban atau ahli waris korban sebenarnya memiliki hak untuk mengajukan restitusi atau ganti kerugian kepada para terpidana tersebut,” kata Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution dilansir ANTARA, Kamis, 10 Agustus.
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2022, kata Nasution, telah mengatur hukum acara mengenai pengajuan restitusi setelah putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Nasution menjelaskan pengajuan permohonan restitusi tersebut dapat diajukan oleh pemohon/ahli waris korban atau melalui LPSK.
Nasution menegaskan keputusan pengajuan restitusi dikembalikan kepada keluarga korban karena restitusi merupakan hak korban atau keluarga korban.
“Maka keputusan akan mengajukan atau tidak mengajukan (restitusi), mutlak adalah hak mereka,” kata dia.
Nasution mengingatkan pengajuan restitusi itu dibatasi hanya 90 hari sejak Pemohon mengetahui putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap, sebagaimana diatur dalam Perma Nomor 1 tahun 2022.
Sebelumnya, MA memutuskan hukuman mantan kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo menjadi pidana penjara seumur hidup, dari sebelumnya hukuman mati.
BACA JUGA:
Sementara hukuman Putri Candrawathi yang merupakan istri Ferdy Sambo diringankan menjadi pidana penjara 10 tahun, dari sebelumnya 20 tahun.
Hukuman Ricky Rizal juga menjadi lebih ringan, yakni pidana penjara delapan tahun, dari sebelumnya 13 tahun, dan Kuat Ma'ruf dari yang sebelumnya dihukum pidana penjara 15 tahun, menjadi 10 tahun.
Keputusan tersebut disampaikan Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta, Selasa (8/8), usai sidang tertutup yang dimulai pada pukul 13.00 hingga 17.00 WIB.
Majelis hakim yang memutus perkara kasasi itu adalah Suhadi selaku ketua majelis, dengan empat anggota majelis meliputi Suharto, Jupriyadi, Desnayeti, dan Yohanes Priyana.
Sobandi menyebut putusan MA tersebut telah inkrah. Kendati begitu, terdakwa masih bisa menempuh upaya hukum luar biasa dengan mengajukan peninjauan kembali.