Sederet Masalah yang Jadi Alasan PKP Gelar Munaslub: Penyegelan Kantor, Keuangan, hingga Pemalsuan Tanda Tangan oleh Oknum
Wasekjen PKP Indri Juli Hartati (Sumber: Istimewa)

Bagikan:

JAKARTA - Partai Keadilan dan Persatuan (PKP), dikabarkan akan menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) guna meminta pertanggungjawaban Ketua Umum, Yussuf Solichien terkait berbagai masalah yang muncul di internal partai.

Wakil Sekretaris Jenderal PKP Indri Juli Hartati, membenarkan adanya desakan Munaslub yang sudah berdatangan dari berbagai daerah, yaitu dari pengurus-pengurus provinsi. Hingga saat ini, sudah secara mayoritas kader menginginkan terselenggaranya acara tersebut.

"Setahu saya, jumlahnya sudah lebih dari 50 persen. Ini kan berarti sudah mayoritas. Secara politik menurut saya hal ini menunjukan bahwa tingkat kepercayaan pengurus Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) dari seluruh Indonesia kepada Ketua Umum sudah sangat rendah," ujar Indri dalam keterangannya kepada VOI, Minggu, 7 November.

"Makanya dalam surat usulan munaslub yang dikirimkan oleh DPP bunyinya tegas, yaitu mereka meminta pertanggungjawaban dari ketua umum," lanjutnya.

Indri mengungkapkan, bahwa kader di daerah juga mempertanyakan adanya kebijakan yang dianggap merugikan pengurus di daerah. Misalnya, ada DPP yang menginformasikan bahwa kantornya disegel oleh oknum pengurus pusat. Bahkan infonya, kata dia, juga ada dugaan pemalsuan tanda tangan oleh oknum bersangkutan.

"Nah, dalam permasalahan ini kan wajar saja kalau pengurus tersebut ingin meminta pertanggungjawaban dari Ketua Umum sebagai pimpinan Dewan Pimpinan Nasional (DPN)," tegas Indri.

"Masalah yang terjadi di salah satu DPP itu akhirnya memicu solidaritas dari banyak DPP yang lain. Jelas saja mereka semua tidak terima diperlakukan secara sewenang-wenang seperti itu," sambungnya.

Selain itu, lanjut Indri, masalah lain yang dipersoalkan oleh para DPP adalah soal AD/ART dan kepengurusan di DPN. Misalnya, ada isu soal AD/ART yang diubah, ada pasal yang menurut tim perumus sudah dihapus tetapi muncul kembali, dan adanya beberapa versi AD/ART yang ditemukan semakin membuat para kader PKP menjadi makin curiga.

"Lalu dalam AD/ART juga ditentukan wakil ketua umum jumlahnya beberapa, tapi faktanya PKP hanya punya satu wakil ketua umum. Kalau disebut beberapa kan artinya lebih dari dua, kenapa ini cuma satu?," kata Indri heran.

Masalah yang paling mencolok lagi dan menjadi pertanyaan pengurus DPP, kata Indri, adalah soal banyaknya rapat-rapat yang digelar Ketua Umum Yussuf Solichien, tetapi tidak mengundang Sekjen Said Salahudin.

"Undangan rapat yang tanda tangan malah wakil sekretaris jenderal. Posisi sekjen berusaha dilemahkan. Apa aja program beliau terkesan dihambat. Padahal itu untuk kepentingan partai. Sampai-sampai dalam struktur partai Sekjen ditempatkan dibawah ketua bidang dengan alasan AD/ART mengatur seperti itu," beber Indri.

"Orang se-Indonesia yang nggak ngerti hukum juga pasti tahu bahwa kedudukan sekjen itu strategis. Hanya ketua umum bersama sekjen yang bisa bertindak untuk dan atas nama partai. Bukan ketum dan kabid atau ketum dan wasekjen. Di undang-undang kan juga diatur begitu. Saya juga kan orang hukum, cukup pahamlah soal yang kayak gini," tambah Indri geram.

Tak cukup sampai disitu, para kader dan pengurus PKP juga mempertanyakan soal keuangan partai. Di mana, m kata Indri, semua serba tidak jelas.

"Program saya aja di bidang media sampai sekarang gak pernah turun pendanaannya. Tidak jarang pengurus terpaksa harus keluar uang pribadi untuk kepentingan partai. Padahal menurut AD/ART, pendanaan partai menjadi tanggung jawab ketua umum," ungkapnya.

"Daripada jadi fitnah, mending sekalian ajalah dilakukan audit terhadap keuangan partai. Pengurus kan punya hak untuk tahu uang partai selama ini masuknya dari mana, keluarnya berapa, untuk apa aja. Nah, itu kan bisa keliatan dari transaksi di rekening partai. Makanya perlu ada audit," tegas Indri.

Bukan tanpa alasan, Indri mengaku dibeberkannya masalah tersebut lantaran tak ada ruang menyampaikan pendapat di dalam rapat internal partai. Bahkan, mengirimkan pesan lewat layanan pesan Whatsapp pun tidak digubris pimpinan.

"Kalau saya bicara begini, pasti nanti akan ada yang bilang ngapain permasalahan internal diumbar ke publik, mestinya kan bisa dibahas didalam rapat. Pasti tuh akan ada yang bicara begitu, saya udah paham banget. Lah, gimana saya mau bicara di rapat. Bicara soal aturan partai di grup whtasapp aja saya langsung di remove. Bukan Cuma saya loh, ada juga wasekjen lain dan pengurus departemen yang dikeluarkan dari WAG hanya karena membahas aturan partai. Benar-benar gak ada kebebasan berbicara," paparnya.

Oleh karena itu, Wasekjen PKP itu merasa harus menyuarakan semua permasalahan ini agar seluruh pengurus di daerah, mulai dari pengurus provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, sampai desa/kelurahan, termasuk kader PKP di seluruh Indonesia tahu keadaan partai yang sebenarnya.

"Kalau tidak saya suarakan, darimana mereka bisa tahu bahwa ada banyak permasalahan yang sedang terjadi di PKP. Mereka kan punya hak untuk mengetahui permasalahan di partainya," tutur Indri.

Untuk diketahui, tambah Indri, penyelenggaraan Munaslub bukan hanya diusulkan oleh DPP-DPP, tetapi juga didukung oleh banyak kader di DPN yang merasakan ada hal yang salah dalam pengelolaan partai ini.

"Makanya Munaslub menjadi penting untuk segera dilaksanakan. Ketua umum sendiri sudah mempersilahkan Munaslub digelar. Saya pegang omongan itu," tandasnya.