Bagikan:

JAKARTA - Laporan “Where's The Fraud: Protecting Indonesian Businesses from AI-Generated Digital Fraud” dari VIDA menyebutkan setidaknya ada empat jenis penipuan digital yang paling banyak menyerang bisnis di Indonesia.

Adapun empat penipuan tersebut adalah penipuan berbasis teknologi AI (deepfakes), rekayasa sosial (social engineering), pengambilalihan akun (account takeovers), dan pemalsuan dokumen dan tanda tangan.

Lebih lanjut dalam laporan riset ini, juga mengungkapkan berbagai potensi kerugian yang dapat ditimbulkan dari empat ancaman utama penipuan digital saat ini, antara lain:

Penipuan Identitas Digital (Identity Fraud)

Bentuk penipuan identitas yang canggih ini menimbulkan risiko serius karena merusak kepercayaan dan meningkatkan potensi kehilangan data bagi bisnis, masalah pada hubungan antar stakeholders, dan hancurnya reputasi. VIDA menyarankan bisnis untuk mengadopsi langkah-langkah pencegahan untuk mengatasi ancaman digital.

Rekayasa Sosial (Social Engineering)

Masyarakat di Indonesia seringkali menjadi korban berbagai jenis penipuan rekayasa sosial. Serangan phishing telah menjadi ancaman yang semakin umum dijumpai, kasus ini telah menjangkiti 67 persen pelaku bisnis di Indonesia.

Smishing, ancaman serupa yang dilakukan melalui SMS, telah berdampak pada 51 persen pelaku bisnis, sedangkan vishing atau penipuan melalui suara telah menargetkan 47 persen pelaku bisnis.

Pengambilalihan Akun (Account Takeovers)

Pengambilalihan akun muncul sebagai isu yang paling marak terjadi, dimana 97 persen pelaku bisnis melaporkan upaya peretasan akun. Industri seperti keuangan, fintech, dan e-commerce sangat rentan terserang karena banyaknya informasi berharga yang dimiliki, seperti data pribadi para nasabah.

Pemalsuan Dokumen dan Tanda Tangan (Document and Signature Forgery)

Jenis penipuan ini tidak hanya merusak kesahihan dokumen pelanggaran data, namun dapat merusak reputasi perusahaan, mengurangi kepercayaan nasabah, dan menjadi penyebab kerugian finansial terbesar besar. Di mana 96 persen pelaku bisnis mengaku telah mengalami kasus pemalsuan dokumen dan tanda tangan.