Bagikan:

JAKARTA - Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi membeberkan bahwa ada seorang camat yang tak mengetahui perbedaan antara naturalisasi dan normalisasi sungai di Jakarta.

Prasetyo tak menyebut camat mana yang ia singgung. Hanya saja, camat tersebut memimpin wilayah Bangka, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

"Sekarang Pak Anies mengatakan naturalisasi dan normalisasi. Ada seorang camat di Bangka, saya tanya, enggak tahu yang namanya naturalisasi dan normalisasi," kata Prasetyo di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Selasa, 2 November.

Menurut dia, konsep naturalisasi sungai diwujudkan di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Pusat. Di mana, pada kawasan tersebut belum pernah dilakukan reklamasi oleh masyarakat untuk membangun tempat tinggal.

Beda dengan normalisasi. Kata dia, pekerjaan normalisasi sungai berada di bantaran yang sebagian telah digunakan warga untuk pemukiman. Sehingga, harus membutuhkan pembebasan lahan.

"Tapi kalau sudah terjadi seperti Kampung Pulo itu harus dilakukan normalisasi, dibesarkan lagi, airnya biar lancar, shuttle jalan lagi. Karena kalau enggak begitu, ya (banjir) begini terus," jelas Prasetyo.

Terkait penggunaan istilah ini, Kepala Dinas Sumber Daya Air (Kadis SDA) DKI Yusmada Faizal meminta publik untuk tidak membedakan istilah naturalisasi dengan normalisasi sungai dalam program pengendalian banjir.

"Enggak ada lagi dikotomi naturalisasi dan normalisasi," kata Yusmada di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Selasa, 23 Februari.

Menurut Yusmada, naturalisasi dan normalisasi merupakan program yang memastikan adanya saluran yang cukup menampung air ketika musim penghujan. Tujuannya meminimalisasi limpasan air ke pemukiman.

"Naturalisasi dan normalisasi itu kaitannya adalah saluran-saluran air itu kita pastikan dalam kapasitas yang cukup. Soal penangananya nanti bisa cara-cara yang natural atau bisa sheet pile penahan dinding tebing, itu konstruksinya," jelas Yusmada.