Penerapan Jam Malam yang Dianggap Tak Efektif Cegah Penyebaran COVID-19
Suasana malam di ibu kota (Irfan Medianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah daerah menerapkan jam malam untuk mencegah penyebaran virus corona atau COVID-19, di antaranya, Aceh dan Banyumas.

Penerapan jam malam di daerah Banyumas mulai diberlakukan Senin, 30 Maret. Nantinya, anggota TNI dan Polri akan membubarkan warga yang berkerumum di luar rumah ketika melebihi pukul 22.00 WIB. Alasan penerapan jam malam berdasarkan situasi dan kondisi yang melarang masyarakat berkerumun.

Sementara, penerapan jam malam di kota Aceh dimulai dari pukul 20.30 WIB. Nantinya, jika sudah melewati waktu ini, beberapa akses jalan menuju kota akan langsung ditutup. Sejumlah ruas jalan ditutup ketika melewati jam malam, yaitu Sp Nurjanah (dari arah Banda Aceh menuju Kota Sigli), Simpang Bundaran Kocin (dari arah Kantor Pom menuju kota), dan Bundaran depan pendopo (dari arah Pantai Pelangi menuju kota), serta jalur dua depan SMA 1 Sigli atau Tijue (dari arah Medan menuju Kota Sigli).

Analisis kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menyebut hal ini merupakan langkah yang baik. Hanya saja, dinilai kurang efektif lantaran kondisi masyarakat saat ini sudah mulai mengerti bahanya COVID-19. Menurutnya, larangan keluar rumah lebih baik dilakukan pada siang hari, bukan malam. Sebab, aktivitas masyarakat lebih banyak terjadi di siang hari.

"Tidak efektif, orang ini kan situasinya sudah takut. Kesadarannya sudah tinggi. Menurut saya sudah tidak efektif," ucap Trubus kepada VOI, Rabu, 1 April.

Katanya, dibandingkan menerapkan jam malam, pemerintah daerah lebih baik melakukan sosialisasi, komunikasi, dan edukasi kepada masyarakat dalam mencegah penyebaran COVID-19.

Menurut Trubus, penerapan jam malam justru bikin menurunnya daya tahan tubuh petugas. Dengan begitu, petugas jadi rentan terpapar virus ini.

"Lebih baik menggunakan cara sosialisai, komunikasi, dan edukasi. Kalau pembatasan pergerakan masyarakat kan sudah diimbau sejak awal munculnya COVID-19. Jadi sebaiknya menggunakan cara lain," kata Trubus.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyebut, penerapan jam malam dinilai kurang efektif karena belum ada landasan hukuman yang tegas bagi para pelanggar. Sehingga, nantinya masyarakat akan berfikir penerapan jam malam hanyalah prosedural yang tak penting.

"Kurang efektif karena tidak ada hukuman yang membuat efek jera," tegas Agus.

Tetapi, Agus maklum, kebijakan ini diambil karena pemerintah daerah mesti bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat di masa pandemi COVID-19.

"Saya memaklumi mereka melakukan pengamanan karena kekhawatiran di daerah, karena kebijakan pemerintah pusat juga yang tidak jelas dan berubah-ubah," tandas Agus