JAKARTA - Pemerintah mengeluarkan imbauan pembatasan sosial skala besar untuk menghadapi pandemi virus corona atau COVID-19. Polri akan bertindak tegas bagi masyarakat yang tak bisa menjalankan kebijakan ini.
Kapolri Jenderal Idham Azis mengatakan, ada sejumlah pasal buat menjerat mereka yang tak mengindahkan kebijakan dari pemerintah ini.
Untuk yang berkerumun, mereka dijerat Pasal 14 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah {enyakit dan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. Masyarakat juga diminta berkegiatan di dalam rumah sesuai dengan Pasal 212, 214 ayat 1 dan 2, serta Pasal 216, dan 218 KUHP.
"Terkait sanksi pidana terhadap masyarakat yang melanggar kebijakan pemerintah dalam masa darurat pandemi COVID-19, seperti tidak mau dibubarkan saat berkerumun, mengadakan keramaian setelah diperintah petugas, ancaman (Pasal) yang dapat dikenakan (kepada masyarakat)," ucap Idham rapat kerja bersama Komisi III DPR RI melalui video teleconference, Selasa, 31 Maret.
Merujuk ayat 1 dan 2 pada Pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit, mereka yang melanggar akan dipenjarakan paling lama satu tahun dan denda satu juta rupiah.
Sedangkan, sanksi yang lebih berat tertera pada Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. Mereka yang melanggar akan dipenjara satu tahun dan atau denda seratus juta rupiah.
Sementara, untuk Pasal 212, 214 ayat 1 dan 2, serta Pasal 216, dan 218 KUHP, baru akan diterapakan kepada masyarakat yang membandel, jika mereka melakukan perlawanan kepada petugas kepolisian.
Namun, usai merinci payung hukum dalam penindakan selama pandemi COVID-19, Idham mengatakan aturan tersebut belum diterapkan. Sejauh ini, polisi masih melakukan langkah preventif atau imbauan dan masyarakat pun mengerti dengan imbauan dari petugas. Masyarakat pun membubarkan diri ketika dihampiri petugas.
"Masyarakat kita di indonesia ini masih patuh terhadap imbauan-imbauan Polri. Bila kita melihat dan membandingkan dengan negara-negara lain yang polisinya sudah menggunakan penegakan hukum lebih keras," ungkap Idham.
BACA JUGA:
Selama masa pandemi COVID-19, persentase terjadinya tindak kejahatan menurun. Namun, beberapa kasus mengalami peningkatan, seperti penyebaran berita bohong, dan penipuan yang menggunakan modus menawarkan masker dan alat kesehatan lainnya.
Untuk itu, Idham menegaskan bahwa sudah mengerahkan anggotanya agar mengantisipasi tindak kejahatan seperti itu. Direktorat Cyber Crime Polri akan melakukan patroli digital dan menyelidiki semua hal yang terindikasi tindak pidana penyebaran hoaks.
"Kemudian yang terkahir tentang hoaks dan online tipu-tipu ini. Saya sudah perintahkan khusus satu direktur Cyber Crime untuk semua mengambil menangkap," tegasnya.
Idham menambahkan, masa pandemi ini ada juga yang melakukan perampokan yang bermodus menyamar dengan menggunakan alat pelundung diri (APD). Karenanya, polisi membeutk satuan tugas untuk menangani kasus-kasus kejahatan jalanan atau street crime di tengah kondisi saat ini.
"Ada modus terbaru yang bapak biar tahu, pura-pura dia (pelaku) datang pakai APD, mau nyemprot rumah tahu-tahunya merampok. Itu juga sudah kita siapkan satgasnya," tandas Idham.