Bagikan:

JAKARTA - Sejak pertama kali ditemukan pada Maret, total kasus positif COVID-19 sudah mencapai 62.142 kasus pada 4 Juli. Angka ini terus bertambah seiring pemeriksaan yang dilakukan secara masif. Beberapa provinsi di Indonesia masih rutin menyetorkan penambahan kasus.

Bahkan, kasus positif di Provinsi Jawa Timur paling tinggi, mengalahkan DKI Jakarta. Tidak bosan pemerintah terus mengingatkan masyarakat mematuhi protokol kesehatan dengan ketat saat berada di luar rumah.

Namun sayang, imbauan ini seakan hanya sebatas ocehan searah. Seperti pepatah, masuk kuping kiri, ke luar kuping kanan. Inilah pepatah yang mungkin cocok menggambarkan masyarakat tidak patuh terhadap protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus.

Baru-baru ini, ratusan masyarakat di Madiun, Jawa Timur, terjaring razia petugas lantaran berkerumun dan tidak memakai masker. Ratusan orang itu merupakan hasil penindakan di tiga lokasi berbeda.

Razia dilaksanakan oleh Forkopimda di wilayah alun-alun Caruban, Taman Kota, dan simpang empat Dumpil yang berlangsung pada Sabtu, 4 Juli 2020.

Kapolres Madiun, AKBP Eddwi Kurniyanto mengatakan, ketiga lokasi itu merupakan tempat yang berpotensi terjadinya kerumunan. Sehingga, dilakukan penyisiran guna mengimbau masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan.

"Kami menggelar razia saat malam Minggu, memang biasanya rame banyak yang cari hiburan. Ada sekitar 200 (orang)," ucap Eddwi, Minggu, 5 Juli.

Meski tak melakukan penindakan, kata Eddwi, ratusan warga itu tetap diimbau dan diberikan masker secara grastis. Hal ini berujuan untuk menjaga atau mengurangi potensi penyebaran COVID-19 yang begitu masif.

Terlebih, Jawa Timur merupakan salah satu Provinsi yang menempati peringkat teratas dalam jumlah kasus positif COVID-19.

"Total masker yang sudah diberikan sekitar 200-an sekaligus kita berikan sosialisasi pencegahan COVID-19. Mereka yang kita beri masker saat terjaring razia bandel," kata Eddwi.

Pola pikir masyarakat

Dengan banyaknya jumlah masyarakat yang terjaring dalam razia itu, menujukan masih minimnya kesadaran soal bahaya COVID-19 di kota Madium. Sehingga, hal itu tentu akan berdampak pada tingginya angka penyebaran atau penularan.

Sosiolog Universitas Gajah Mada, Sunyoto Usman menyebut, ada dugaan rendahnya kesadaran masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan dikarenakan pola pikir. Mereka mengangap jika terjangkit COVID-19, maka, semua hal tentang dirinya merupakan tanggungjawab pemerintah.

"Terlanjur beranggapan bahwa negara bertanggungjawab segala akibat COVID-19. Padahal kenyataannya beban negara sangat berat. Sehingga mereka tak menerapkan protokol kesehatan," ucap Usman.

Selain itu, hal ini juga semakin parah dengan tidak adanya sanksi yang berat ketika tak menerapkan protokol kesehatan. Dengan begitu, masyarakat bisa leluasa berpergian kemana pun tanpa menggunakan alat pelindung diri.

Untuk itu, harus ada aturan atau sanksi tegas agar masyarakat menjadi patuh. Selain itu, terus memberikaj edukasi terkait penularan dan dampak berbahaya dari COVID-19.

Barus ada regulasi yang jelas dan sanksi yang tegas karena membahayakan orang lain. Para tokoh masyarakat perlu dilibatkan bahwa membuat orang lain tertular dan sengsara adalah perbuatan tercela," pungkas Usman.