Meghan Markle dan Pangeran Harry Jadi Target Ganasnya Ujaran Kebencian dan Rasis di Twitter
JAKARTA - Meghan Markle dan Pangeran Harry secara mengejutkan terungkap sebagai target dari kampanye Twitter terkoordinasi yang penuh kebencian. Bahkan keduanya kerap menjadi pembicaraan yang mengandung rasisme.
Menurut laporan dari layanan analisis Twitter Bot Sentinel, yang menganalisis 114.000 tweet terkait Duke dan Duchess of Sussex itu. Mereka menemukan bahwa sekitar 70 persen komentar kebencian tentang pasangan tersebut berasal dari 83 akun.
"Menggunakan alat analitik internal dan pihak ketiga, kami memperkirakan potensi jangkauan unik gabungan dari 17.000.000 pengguna. Kami menggunakan koneksi teman atau pengikut, retweet, dan mention untuk mengidentifikasi akun yang merupakan bagian dari jaringan kebencian yang sama," ungkap laporan tersebut.
"Penelitian kami mengungkapkan bahwa akun-akun ini dengan berani berkoordinasi di platform, dan setidaknya satu akun secara terbuka merekrut orang untuk bergabung dengan inisiatif kebencian mereka, di Twitter," tambahnya.
Melansir The Guardian, Kamis, 28 Oktober, dari total keseluruhan akun tersebut, analisis Bot Sentinel menemukan 55 akun diidentifikasi sebagai akun kebencian utama dan 28 akun kebencian sekunder yang sebagian besar memperkuat akun utama.
Baca juga:
- Spotify Terus Mencetak Untung, Lampaui Prediksi Analis di Wall Street!
- El Savador Klaim Miliki Cadangan 1.120 Bitcoin Senilai Rp938,8 Miliar!
- Microsoft Nyaris Lampaui Apple sebagai Perusahaan Teknologi Terkaya di Muka Bumi, Ini Nilai Sahamnya!
- Pemerintah China Minta Perusahaan E-commerce Batasi Promosi pada Hari Jomblo 11 November
Salah satu akun itu juga diketahui memiliki total 187.631 pengikut, dan berhasil menjangkau 17 juta pengguna. Beberapa tweet menggunakan bahasa kode rasis. Pola bagaimana akun berinteraksi satu sama lain juga tidak organik, yang menunjukkan upaya terkoordinasi untuk memperkuat pelecehan terhadap pasangan tersebut.
Laporan itu juga menemukan bahwa Twitter sebelumnya telah menangguhkan banyak akun, tetapi pengguna menerapkan taktik untuk menghindari penangguhan, termasuk menempatkan "parodi" di profil mereka.
Dikatakan kepala eksekutif Bos Sentinel, Christopher Bouzy, sebagian besar tampaknya dihasilkan oleh manusia, "Kami mencari akun otomatis dan menemukan sangat sedikit bukti aktivitas bot," kata Bouzy kepada Washington Post.
“Kampanye ini datang dari orang-orang yang tahu cara memanipulasi algoritma, memanipulasi Twitter, tetap waspada untuk menghindari deteksi dan penangguhan. Tingkat kerumitan ini berasal dari orang-orang yang tahu bagaimana melakukan hal ini, yang dibayar untuk melakukan hal ini," imbuhnya.