Mencari 8 'Orang Dalam' Azis Syamsuddin di KPK Bisa Dimulai dengan Memeriksa Novel Baswedan
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji mengusut dugaan adanya delapan 'orang dalam' yang mengamankan mantan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin. Janji ini disampaikan setelah jadi polemik yang dianggap bisa mengancam independensi KPK.
Dugaan ini awal kali muncul dalam persidangan mantan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju yang didakwa menerima suap untuk menangani lima kasus korupsi di komisi antirasuah dan salah satunya berasal dari Azis Syamsuddin.
Dalam persidangan yang digelar pada Senin, 4 Oktober kemarin, jaksa penuntut umum sempat membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Sekretaris Daerah Tanjungbalai Yusmada. Dalam berkas itu, disebutkan Azis punya delapan kaki tangan yang siap membantunya lolos dari kasus korupsi yang ditangani KPK, salah satunya Stepanus Robin.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan bukti keberadaan delapan orang dalam mantan Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu masih lemah. Apalagi, pernyataan itu muncul dari pengakuan orang lain.
"Itu kan masih testimonium de audito, artinya bukan kesaksian tapi menyampaikan pernyataan orang lain bahwa AZ memiliki delapan orang dalam," kata Ghufron kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 8 Oktober.
Meski begitu, KPK akan tetap membongkar dugaan itu dan menindaklanjuti setiap informasi yang ada. Termasuk, informasi yang terungkap dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tanjungbalai Yusmada.
"Segala informasi mengenai adanya dugaan pelanggaran tentu akan kami tindak lanjuti. Jadi bahwa ada informasi sekitar delapan anak buah atau orang dalam, tentu kemudian kami akan tindak lanjuti kalau memang itu bisa dibuktikan," tegas Ghufron.
"Tentu sekali lagi KPK berkomitmen akan membongkar itu semua," imbuhnya.
Janji inilah yang kemudian harusnya dituntaskan oleh KPK. Apalagi, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainur Rahman menilai pengusutan keterangan itu penting dilakukan karena mempengaruhi independensi komisi antirasuah.
"KPK harus sungguh-sungguh mengusut karena ini artinya ada ancaman independensi KPK dari orang luar yang dapat mengendalikan KPK," kata Zainur kepada wartawan yang dikutip Kamis, 7 Oktober.
Segala informasi terkait adanya 'orang dalam' Azis Syamsuddin di KPK ini, sambungnya, harus didalami lebih jauh oleh KPK. "Kalau informasi ini diabaikan maka iu bisa makin meningkatkan kecurigaan publik bahwa memang benar di KPK dapat dikendalikan pihak eksternal," tegasnya.
Zainur mengatakan pengusutan ini bisa dilakukan dengan melakukan penyelidikan internal. Hal ini bertujuan untuk melacak keberadaan delapan orang yang tak diketahui batang hidungnya.
Tak hanya itu, KPK dirasa perlu mengaudit kasus yang pernah ditangani Stepanus dalam tingkatan apapun guna melacak keberadaan kaki tangan Azis lainnya. Cara ini, menurutnya, juga bisa membantu melacak keberadaan oknum-oknum dimaksud.
"Dari awal sudah ada pertanyaan apakah benar Stepanus bergerak seorang diri untuk menangani kasus-kasus besar, itu harus diselidiki lebih lanjut oleh KPK," ujar Zainur.
Periksa Novel
Sementara Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai KPK dan Dewan Pengawas KPK bisa lebih dulu bergerak memeriksa mantan penyidiknya, Novel Baswedan. Apalagi, dia sempat mengaku tahu siapa saja yang jadi bala bantuan Azis Syamsuddin di komisi antirasuah.
"Dewas dan KPK wajib memeriksa Novel atas sinyalemen adanya delapan orang yang dianggap tim penyelamat atau yang bisa dikendalikan oleh Azis Syamsuddin dalam rangka sesuai kepentingannya," kata Boyamin kepada wartawan, Kamis, 7 Oktober.
Tak hanya itu, KPK perlu mendalami keterangan di persidangan dengan memeriksa Sekretaris Daerah Tanjungbalai Yusmada dan mantan penyidiknya yang jadi terdakwa penerima suap terkait penanganan kasus, Stepanus Robin Pattuju.
Boyamin juga mengingatkan KPK serta Dewas aktif mencari bukti dan fakta keberadaan pesuruh tersebut. Alasannya, mustahil bagi orang di luar lingkungan KPK untuk melakukan pelacakan untuk memiliki bukti cukup terkait dugaan yang terjadi di internal lembaga tersebut.
"Ini sikap yang buruk dan harus dihentikan. Sama dengan mengharapkan pemberantasan korupsi dari laporan masyarakat. Ya enggak mungkin lah masyarakat punya bukti korupsi. KPK yang punya alat sadap itu lah yang harus buktikan dirinya," pungkasnya.
*Baca informasi lain soal KORUPSI atau tulisan menarik lain dari Wardhany Tsa Tsia.