Bagikan:

JAKARTA - Profesor di National University of Singapore, Kishore Mahbubani menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai pemimpin jenius. Menurutnya hampir tak ada orang di luar nusantara yang mengetahui kisah ini. Termasuk masyarakat Indonesia sendiri, yang belakangan malah banyak yang merasa kepuasannya menurun terhadap kinerja Jokowi.

"Pada saat beberapa negara demokrasi kaya memilih penipu sebagai pemimpin politik mereka, keberhasilan Presiden Indonesia Joko Widodo patut mendapat pengakuan dan apresiasi yang lebih luas. Jokowi memberikan model pemerintahan yang baik dan patut dipelajari oleh seluruh dunia," tulis Mahbubani membuka artikelnya yang dimuat Project Syndicate

Lewat tulisannya yang bertajuk "The Genius of Jokowi" Mahbubani mengatakan Indonesia patut bersyukur karena melahirkan pemimpin yang dipilih secara demokratis paling efektif di dunia saat ini. Kisah itu makin cemerlang karena Jokowi berhasil mengelola salah satu negara paling sulit diperintah di dunia.

Jokowi, kata Mahbubani, telah melakukan lebih dari sekadar memerintah secara kompeten. Dia telah menetapkan standar pemerintahan baru yang seharusnya membuat iri negara-negara demokrasi besar lainnya.

Mahbubani memulai argumennya dengan menyebut Jokowi telah berhasil menjembatani kesenjangan politik Indonesia. Ia membandingkan keberhasilan Jokowi ini dengan Joe Biden dalam Pilpres AS 2020 yang masih belum bisa mengatasi perpecahan.

Jokowi blusukan (Sumber: Wikimedia Commons)

"Biden menjabat sebagai senator AS selama 36 tahun, tetapi dia tidak dapat menyembuhkan perpecahan partisan AS. Sebaliknya capres dan cawapres yang dikalahkan Jokowi dalam pemilihannya kembali 2019 --Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno-- kini menjabat di kabenitnya," tulis Mahbubani.

Kemudian Mahbubani membahas cara Jokowi membalikkan momentum pertumbuhan partai-partai Islamis di Indonesia sebagian dengan menjadi inklusif. Dia membandingkan dengan Presiden Brasil Jair Bolsonaro yang malah memperdalam perpecahan di negaranya.

Mahbubani menyebut Jokowi telah menetapkan standar baru dalam pemerintahan Indonesia. Hal inilah yang, menurutnya, membuat negara demokrasi lain iri. "Dia telah menetapkan standar pemerintahan baru yang seharusnya membuat iri negara-negara demokrasi besar lainnya," kata Mahbubani.

Namun sayangnya, menurut Mahbubani kabar baik ini hampir tak diketahui orang di luar nusantara. Begitu pula di dalam negeri,  masyarakat Indonesia seolah-olah malah tak bersyukur. Hal tersebut terlihat dari survei tingkat kepuasan terhadap pemerintah yang trennya menurun.

Tak puas

Menurunnya tingkat kepuasan terhadap kinerja Presiden Jokowi terekam dalam survei Indikator Politik. Survei tentang persepsi publik tersebut diselenggarakan pada 17-21 September bulan lalu.

Memang menurut Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi, tingkat kepuasan kepada kinerja Jokowi masih di atas 50 persen yakni 58,1 persen. Tapi trennya, angka kepuasan itu ternyata menurnun dibanding survei sebelum pandemi COVID-19.

"Kalau lihat tren, ada penurunan terhadap kepuasan Presiden Jokowi, saat survei dilakukan dalam kondisi pemberlakuan PPKM. Ada dampak PPKM terhadap penurunan kepuasan terhadap kinerja Presiden," kata Burhanuddin.

Pada survei September 2019, tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi mencapai 72 persen. Setelahnya tren kepuasan ini mengalami penurunan.

Kepuasan kepada kinerja Jokowi per Februari 2020 menurun jadi 70 persen, per Mei 2020 sebesar 66 persen, per Februari 2021 turun lagi menjadi 63 persen, dan per Juli menjadi 59 persen. Burhanuddin menganggap, penurunan kepuasan terhadap kinerja Jokowi terjadi lantaran kondisi perekonomian masyarakat menurun akibat pandemi COVID-19.

Jokowi memantau proyek Pelabuhan Patimban (Sumber: Setkab)

"Penurunan tren ini terjadi karena banyak orang kehilangan pekerjaan. Ada penurunan tingkat daya beli masyarakat," kata Burhanuddin.

Selain tentang tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintah, belakangan ini isu presiden Jokowi anti-kritik juga berhembus kencang. Ditambah lagi Indeks Demokrasi Indonesia tercatat menurun. Hal ini seperti bertolak belakang dengan pujian yang disampaikan Profesor Mahbubani, tentang Jokowi sebagai presiden pemimpin paling efektif di dunia khususnya negara demokratis.

Demokrasi menurun

The Economist Intelligence Unit (EIU) yang mengukur pelaksanaan kinerja demokrasi negara-negara di dunia pada 2020 menunjukkan skor Indeks Demokrasi Indonesia mengalami penurunan. Indeks Demokrasi Indonesia menduduki peringkat ke-64 dunia dari 167 negara dengan skor 6.3. 

Meski dalam segi peringkat Indonesia masih tetap sama dengan tahun sebelumnya, namun skor tersebut menurun dari yang sebelumnya berada di angka 6.48. Peringkat Indonesia di kawasan Asia Tenggara berada di peringkat empat, di bawah Malaysia, Timor Leste, dan Filipina.

Atmosfer demokrasi Indonesia seolah makin tipis seiring banyaknya pihak yang menganggap di era Jokowi kebebasan berpendapat kian terkungkung. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus hukum yang menjerat masyarakat karena berpendapat.

Polemik yang mempersepsikan Jokowi "anti-kritik" salah satunya adalah soal mural kritik Jokowi 404 Not Found. Kemudian ada lagi soal polemik meme Jokowi The King of Lip Service. Dan terbaru, polemik penangkapan peternak ayam yang sempat diciduk polisi karena membawa poster minta tolong di hadapan Jokowi membuat kesan aparat represif di era pemerintah Jokowi semakin santer.

Persepsi represifitas Jokowi divalidasi riset Indikator Politik Indonesia yang terbit pada Oktober 2020. Studi itu menunjukkan tingginya angka intoleransi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin dalam kebebasan berpendapat warganya.

Survei tersebut menunjukkan ada 57,7 persen masyarakat yang sepakat bahwa aparat semakin seenaknya menangkap warga negara yang menyuarakan pandangan politik berbeda dengan pemerintah. Survei tersebut dilakukan terhadap 1.200 responden melalui telepon pada 24 September hingga 30 September 2020.

"Publik menilai bahwa Indonesia makin tidak demokratis, semakin takut warga menyatakan pendapat, semakin sulit warga berdemonstrasi, dan aparat dinilai semakin semena-mena, maka kepuasan atas kinerja demokrasi semakin tertekan," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi.

*Baca Informasi lain tentang JOKO WIDODO atau baca tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin.

BERNAS Lainnya