Elite di Lingkaran Pandora dan Panama Papers: Tak Heran Orang Kaya Makin Kaya
Ilustrasi (Sumber: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Kabar dua nama pejabat tinggi Indonesia disebut dalam dokumen penyelidikan "aset tersembunyi" Pandora Papers, mungkin tak terlalu mengejutkan. Sebab pada penyelidikan serupa yang dikenal dengan Panama Papers elite Indonesia juga sudah ada yang tercatat. Di kalangan taipan kakap praktik seperti ini dianggap trik bisnis. Tak heran bila orang kaya semakin kaya.    

International Consortium of Investigative Journalists atau ICIJ melakukan penyelidikan terhadap kesepakatan rahasia dan aset tersembunyi dari beberapa orang terkaya dan terkuat di dunia yang terungkap dalam kumpulan data. Kumpulan data ini dikenal sebagai Pandora Papers.

Penyelidikan melibatkan lebih dari 600 jurnalis dari 150 media di 117 negara. Penyelidikan didasarkan pada kebocoran data rahasia dari 14 perusahaan offshore yang mengatur perusahaan cangkang di negara atau wilayah surga pajak (tax havens). Mereka bisa melakukan penghindaran kewajiban membayar pajak. Terdapat 11,9 juta file dari berbagai perusahaan offshore yang memiliki klien kaya raya berasal dari berbagai kalangan.

Pandora Papers mengekspos 35 nama pemimpin dunia yang bersifat rahasia, termasuk urusan presiden yang tengah menjabat, mantan presiden, perdana menteri (PM), dan kepala negara lainnya. Pandora Papers juga menyoroti keuangan rahasia lebih dari 300 pejabat publik lain, seperti menteri pemerintah, hakim, wali kota dan jenderal militer di lebih dari 90 negara.

Selain itu ada seratus nama miliarder ditampilkan dalam data yang bocor. Ada juga nama-nama selebritas, bintang rock, dan pebisnis ternama. Banyak juga yang menggunakan perusahaan cangkang untuk menyembunyikan barang-barang mewah, seperti properti dan kapal pesiar.

Dari berbagai nama yang disebut, terdapat dua nama orang Indonesia yang tidak asing, mereka adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Luhut disebut terkait perusahaan asal Panama, yaitu Petrocapital S.A. Menurut keterangan Juru bicara Luhut, Jodi Mahardi, Petrocapital S.A. adalah perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum di Panama. Perusahaan itu didirikan pada 2006 oleh Edgardo E.Dia dan Fernando A.Gil.

Menkomarves Luhut Binsar Pandjaitan (Sumber: Dokumentasi Kemenkomarves)

Salah satu bidang usaha Petrocapital S.A adalah minyak dan gas bumi, dengan memiliki modal disetor senilai lima juta dolar AS. Luhut, diakui Jodi, pernah menjabat di perusahaan tersebut.

Sementara, Airlangga disebut mendirikan perusahaan cangkang sebagai kendaraan investasi dan untuk mengurus dana perwalian serta asuransi. Perusahaan cangkang Airlangga, antara lain Buckley Development Corporation dan Smart Property Holdings Limited.

Kedua perusahaan itu berada di British Virgin Islands, yurisdiksi bebas pajak di Karibia. Buckley Development diberi warna merah dalam dokumen Pandora Papers. Perusahaan itu harus melengkapi informasi jumlah dan nilai aset yang dimiliki serta tujuan perusahaan didirikan.

Sebelumnya, kedua perusahaan ini juga pernah disebut dalam dokumen Panama Papers. Dokumen itu menyebut Airlangga penerima manfaat dari Smart Property Holdings Ltd dan Burkley Development Corporation, dua perusahaan cangkang yang berada di British Virgin Islands.

ICIJ memperkiraan uang yang tersembunyi di perusahaan offshore yang berada di surga pajak berkisar dari 5,6 triliun hingga 32 triliun dolar AS. IMF mengatakan bahwa pemanfaatan surga pajak merugikan pemerintah di seluruh dunia hingga 600 miliar dolar AS dalam bentuk pajak setiap tahun.

"Kemampuan untuk menyembunyikan uang memiliki dampak langsung pada hidup Anda... itu mempengaruhi akses anak Anda mengenyam pendidikan, mengakses fasilitas kesehatan, dan rumah," kata Lakshmi Kumar dari lembaga pemikir Global Financial Integrity AS.

Panama Papers

Pada 2016 ICIJ jugalah yang mengeluarkan Panama Papers. Panama Papers membeberkan 2,6 terabyte data dari 11,5 juta dokumen yang bersumber dari satu pihak saja, yaitu sebuah firma hukum Mossack Fonsesca. Firma hukum tersebut menyediakan jasa pengelolaan aset perusahaan yang berlokasi di Panama.

Panama Papers meliputi transaksi rahasia keuangan para pimpinan politik dunia, skandal global, dan perjanjian keuangan tersembunyi oleh para pengemplang dana, pengedar obat-obatan terlarang, miliarder, selebriti, bintang olahraga, dan lainnya.

Dokumen Panama Papers juga menyebutkan nama-nama orang Indonesia yang tidak asing, salah satunya Djoko Tjandra.  Djoko Tjandra saat itu merupakan buron Kejaksaan Agung terkait kasus pengalihan tagihan utang (cessie) di Bank Bali. Beberapa orang lainnya yang diketahui tercatut namanya di Panama Papers adalah Sandiaga Uno dan Riza Chalid.

Namun, sepertinya masyarakat Indonesia tidak lagi kaget dengan hal tersebut. Sudah terlalu banyak kasus penggelapan dan penyelewengan uang yang terjadi di negeri ini. Bahkan orang-orang yang disebutkan namanya di Panama Papers dan Pandora Papers tidak diusut lebih dalam. Keadaan ini yang membuat masyarakat acuh tak acuh.

Diskusi Panama Papers (Freddy Foss, Nordiske Mediedager/Wikimedia Commons)

Trik mengamankan aset

Mengutip BBC, mengamankan uang di luar negeri cukuplah mudah, yang perlu dilakukan hanyalah mendirikan perusahaan cangkang di salah satu negara atau yurisdiksi dengan tingkat kerahasiaan yang tinggi. Perusahaan cangkang adalah perusahaan yang hanya ada nama, tanpa staf atau kantor.

Untuk membuat perusahaan cangkang, membutuhkan uang. Terdapat jasa offshore yang dibayar untuk mendirikan dan menjalankan perusahaan cangkang. Perusahaan-perusahaan ini dapat memberikan alamat dan nama direktur berbayar, sehingga tidak meninggalkan jejak siapa yang akhirnya berada di belakang bisnis.

Negara-negara seperti Bahama, Panama, dan Kepulauan Virgin Britania Raya sering dipilih sebagai lokasi pendirian perusahaan cangkang. Hal tersebut dikarenakan negara-negara tersebut sulit diajak bekerja sama dalam hal pertukaran data oleh otoritas pajak negara asal. Karena itulah negara-negara ini dikenal sebagai surga pajak.

Kemudahan, keadaan ini yang juga dimanfaatkan para oknum pebisnis untuk menyembunyikan kekayaannya dan menghindari pembayaran pajak. Mereka dapat menimbun kekayaan tanpa harus diketahui negaranya dan terhindar dari pembayaran pajak.

Praktik klasik

Menurut organisasi amal independen, Oxfam, dunia tidak pernah kekurangan kekayaan. Ekonomi global meningkat hampir lima kali lipat selama 30 tahun terakhir. Pada 2017, nilainya mencapai hampir 78 triliun dolar AS.

Namun, kesenjangan antara kaya dan miskin juga semakin lebar. Golongan kaya selalu mengalami peningkatan kekayaan besar-besaran, sementara mereka yang miskin juga semakin miskin. Sejak 2015, 1 persen orang terkaya memiliki jumlah kekayaan lebih dari gabungan kekayaan seluruh dunia.

Ketimpangan ekonomi yang ekstrem seperti itu dipicu oleh maraknya penghindaran pajak. Sementara jutaan orang di seluruh dunia hidup dalam kemiskinan, individu dan perusahaan kaya, yang menyembunyikan kekayaannya di surga pajak, terus menghindari pajak. Hal tersebut membuat negara-negara miskin tidak dapat menyediakan layanan vital.

Ketika individu atau perusahaan multinasional menyimpan kekayaan di surga pajak, mereka juga menghindari pembayaran pajak di negara mereka berbisnis dan tempat mereka menghasilkan uang. Dengan melakukan itu, mereka merampas sumber daya pemerintah yang dibutuhkan untuk menyediakan layanan dan infrastruktur publik yang vital seperti sekolah, rumah sakit, dan jalan, serta mengatasi kemiskinan dan ketidaksetaraan.

Masalah lainnya adalah surga pajak tidak bisa atau enggan berhenti melakukan praktik ini. IMF mengatakan, surga pajak kerap membela diri sebagai negara “netral pajak” yang membantu keuangan internasional dan aliran investasi dengan lancar. Nyatanya, hanya pihak swasta yang terbukti menikmati keuntungannya. Secara global, selain kerugian pajak, membiarkan modal mengalir bebas melintasi perbatasan membawa risiko, termasuk bahaya ketidakstabilan keuangan di ekonomi pasar berkembang.

Data dari Oxfam, penghindaran pajak perusahaan multinasional merugikan negara-negara miskin setidaknya 100 miliar dolar AS setiap tahun. Uang ini cukup untuk memberikan pendidikan bagi 124 juta anak dan mencegah kematian hampir delapan juta ibu, bayi, dan anak setiap tahun.

Mengutip DW, pada Juli lalu G20 menyetujui proposal untuk surga pajak. Proposal itu menetapkan tarif pajak global perusahaan minimum sebesar 15 persen untuk perusahaan multinasional besar. Rencana tersebut akan mengurangi keuntungan bagi perusahaan seperti Facebook dan Google untuk memanfaatkan pajak rendah seperti di Irlandia dan Kepulauan Cayman. Proposal itu juga memaksa perusahaan untuk membayar lebih banyak pajak di tempat mereka benar-benar beroperasi.

Namun, proposal tersebut harus lolos Kongres AS. Hal tersebut dianggap rumit mengingat beberapa anggota parlemen yang dari Partai Republik mengatakan itu akan membuat perusahaan-perusahaan AS kurang kompetitif. Selain itu, negara dengan pajak rendah juga menentang rencana tersebut.

Kelemahan lain dari proposal itu adalah tidak berlaku bagi individu kaya, terutama mereka yang berasal dari negara-negara otoriter yang dapat menyembunyikan kekayaan di luar negeri dengan impunitas. Tidak heran, ke depannya kesenjangan ekonomi dunia semakin lebar.

Baca Informasi lain tentang PAJAK atau baca tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin.

 

BERNAS Lainnya