Diduga Berbohong ke Publik, Lili Pintauli Kembali Dilaporkan ke Dewas oleh Pegawai KPK Nonaktif
JAKARTA - Empat pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif melaporkan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli ke Dewan Pengawas KPK. Laporan ini dibuat atas dugaan pelanggaran etik yang berkaitan dengan pembohongan publik.
"Dugaan pembohongan publik ini adalah terkait konferensi pers yang dilakukan LPS pada 30 April 2021 untuk menyangkal komunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M. Syahrial," kata salah satu pelapor, Rieswin Rachwell kepada wartawan melalui keterangan tertulisnya yang dikutip Selasa, 21 September.
Ia mengatakan, Lili menyangkal telah berkomunikasi dengan Syahrial yang merupakan tersangka kasus suap jual beli jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai. Tapi, lewat putusan etik yang dikeluarkan Tumpak Hatorangan dkk yang terjadi justru sebaliknya.
Lili dinyatakan terbukti berkomunikasi dengan Syahrial secara langsung bahkan disebut telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai Pimpinan KPK. "Pernyataan LPS dalam konferensi pers tersebut jelas bertentangan dengan putusan Dewan Pengawas KPK," tegas Rieswin.
Perbuatan Lili yang berbohong kepada publik, kata dia, adalah bentuk pelanggaran etik tersendiri. Selain itu, tindakan tersebut juga dianggap merendahkan martabat dan marwah KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi yang harusnya transparan serta jauh dari perbuatan bohong.
Baca juga:
- Dewas Tak Laporkan Lili Pintauli Secara Pidana untuk Cegah Konflik, Eks Direktur KPK: Alasan Mengada-ada
- Tolak Laporkan Lili Pintauli Secara Pidana, Dewas KPK: Siapa pun Bisa Melapor ke Penegak Hukum
- ICW Minta Kapolri Sigit Perintahkan Anak Buahnya Baca UU KPK Terkait Pelaporan Lili Pintauli
- Saat KPK Pastikan Usut Kasus Jual Beli Jabatan di Tanjungbalai yang Diduga Libatkan Lili Pintauli
Sehingga, ia dan tiga pegawai lain yaitu Benydictus Siumlala Martin Sumarno, Ita Khoiriyah, dan Tri Artining Putri memutuskan menyampaikan pelaporan kepada Dewan Pengawas KPK. "Kami malu ada lagi pimpinan yang melanggar kode etik di KPK," ujar Rieswin.
"Kami malu ada pimpinan yang terbukti melanggar kode etik dan masih saja tanpa malu berbohong tetap menjabat dan tidak mengundurkan diri," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, Lili dinyatakan melanggar kode etik karena menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi dan bertemu langsung dengan pihak berperkara, yaitu Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial yang merupakan tersangka kasus suap jual beli jabatan.
Akibatnya, Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi berupa pemotongan gaji pokok sebanyak 40 persen selama 12 bulan atau Rp1,8 juta dari Rp4.620.000.
Keputusan tersebut justru berbeda dengan apa yang disampaikan Lili dalam konferensi persnya. Dia mengatakan tak pernah membantu penanganan kasus korupsi yang menjerat M Syahrial.
"Bahwa saya tegas mengatakan tidak pernah menjalin komunikasi dengan tersangka MS terkait penanganan perkara yang bersangkutan apalagi membantu dalam penanganan perkara yang sedang ditangani KPK," kata Lili dalam konferensi pers, Jumat, 30 April.
Dia mengatakan, sebagai insan KPK tentunya dia sadar terikat dengan kode etik dan aturan. "Akan tetapi, sebagai pimpinan KPK khususnya dalam pelaksanaan tugas pencegahan saya tentunya tidak dapat menghindari komunikasi dengan seluruh kepala daerah," ungkapnya.