JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan dugaan pelanggaran etik terhadap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli gugur. Namun, hal ini menimbulkan kecurigaan dan dinilai sebagai sebuah kekeliruan.
Dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Lili Pintauli karena menerima tiket dan akomodasi MotoGP Mandalika dari PT Pertamina (Persero) antiklimaks.
Dewas KPK memutuskan tak menindaklanjuti dugaan tersebut. Penyebabnya, dia bukan lagi insan komisi antirasuah setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 71/P/2022 tentang Pemberhentian Pimpinan KPK.
Putusan ini kemudian disoroti eks penyidik KPK Novel Baswedan. Dia menduga gugurnya dugaan pelanggaran etik itu demi memberi perlindungan pada Lili dari tindak pidana.
"Dugaan sebagai upaya untuk melindungi Lili Pintauli Siregar dari pertanggungjawaban pidana atas perbuatan yang bersangkutan," kata Novel seperti dikutip dari akun Twitternya, @nazaqistsha, Selasa, 12 Juli.
Tak hanya Dewas KPK, perlindungan serupa juga diduga Novel turut diberikan oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Hal ini tampak dari pernyataan Firli pada Kamis, 30 Juni lalu dengan menyatakan dirinya tak tahu Lili mengajukan permohonan pengunduran diri dari jabatannya.
Padahal, berdasarkan penuturan Dewan Pengawas, surat tersebut diberikan pada 30 Juni. Sehingga, Firli dituding Novel telah membohongi publik.
"Dugaan kebohongan publik oleh Pimpinan KPK Lili mengundurkan diri pada sekitar tanggal 30 Juni 2022, surat pengunduran dirinya tentu disampaikan kepada Pimpinan lainnya. Tetapi dalam penyampaian kepada publik disampaikan Ketua KPK tidak tahu," tegasnya.
Novel khawatir tindakan yang diambil KPK sebenarnya bukan hanya untuk melindung Lili. Tapi, dia menduga ada pelanggaran lain yang ikut dilakukan oleh para pimpinan.
"Tidak terungkapnya fakta lengkap pelanggaran kemungkinan besar perbuatan Lili tidak dilakukan sendiri. Apakah ada pejabat KPK lain yang berbuat serupa? Apakah ada pihak yang membantu, berupaya untuk menutupi perbuatan Lili," ujarnya.
BACA JUGA:
"Dengan tidak disidangkan akan membuat tidak terungkap semua hal itu," sambung Novel.
Sorotan juga diberikan oleh mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Dia bilang, persidangan harusnya tetap digelar untuk pembuktian.
"Dewas KPK keliru. Seharusnya sidang etik untuk pimpinan KPK, Lili Pintauli Siregar yang diduga gratifikasi terkait MotoGP tetap dijalankan," kata Febri melalui akun Twitternya, @febridiansyah.
Febri mengatakan Dewan Pengawas KPK juga harus menjalankan persidangan etik terhadap Lili karena kewenangan mereka. Lagipula, mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu diduga melanggar etik saat menjabat sebagai pimpinan komisi antirasuah.
"Sidang kode etik tentu untuk membuktikan pelanggaran yang dilakukan saat berstatus sebagai pimpinan atau pegawai KPK," ujarnya.
"Sehingga alasan Dewas KPK yang menyebut sidang etik gugur karena Lili mundur sebelum sidang jelas keliru. Karena saat dugaan pelanggaran terjadi dia masih Pimpinan KPK," sambung Febri.
Lebih lanjut, Febri menilai gugurnya sidang etik tersebut menjadi preseden buruk ke depannya. Apalagi, Dewas KPK cenderung keliru memahami konteks dan status Insan KPK saat pelanggaran etik terjadi.
"Jika logika Dewan Pengawas KPK ini digunakan maka setiap pelaku pelanggaran mudah menghindar dengan cara mundur saat akan disidang kode etik," pungkasnya.