JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli dikabarkan mengundurkan diri setelah diduga menerima fasilitas dan tiket MotoGP Mandalika. Saat ini, dugaan tersebut tengah diusut oleh Dewan Pengawas KPK.
Kabar Lili Pintauli mengajukan pengunduran diri dari posisinya terdengar pada Kamis, 30 Juli. Di tengah pengusutan dugaan pelanggaran etik karena menerima fasilitas dan tiket MotoGP dari PT Pertamina (Persero), Mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu mengirim surat pada Ketua KPK Firli Bahuri.
Namun hal ini dibantah oleh Firli Bahuri usai mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR RI. Dia mengaku tak tahu perihal pengajuan surat itu.
"Wah, saya belum tahu," kata Firli kepada wartawan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 30 Juni.
Tak mau banyak bicara soal isu tersebut, Firli hanya menegaskan Dewan Pengawas kini tengah mengusut dugaan pelanggaran yang dilakukan koleganya.
"Itu sedang dilakukan pemeriksaan oleh Dewas KPK. Yang pasti KPK komitmen untuk menyelesaikan perkara itu dan kita percayakan kepada Dewas. Silakan anda tanyakan ke Dewas," tegasnya.
Senada, Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri juga menyatakan belum menerima informasi tentang pengunduran diri Lili Pintauli. Dia menegaskan, Lili masih bekerja seperti biasa.
"Pimpinan KPK Ibu Lili Pintauli Siregar belum mengonfirmasi perihal tersebut dan masih berkonsentrasi menjalankan tugasnya serta agenda-agenda penugasan lainnya untuk beberapa waktu ke depan," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 1 Juli.
Ali mengatakan pihaknya juga tak akan mengintervensi pengusutan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Lili oleh Dewas KPK. Komisi antirasuah mendukung proses yang berjalan.
Lagipula, penegakan etik seperti yang dilakukan Dewas KPK dianggap sebagai upaya penguatan kerja pemberantasan korupsi.
"KPK tentu mendukung proses penegakan etik yang sedang berlangsung di Dewan Pengawas KPK sebagaimana tugas dan kewenangannya yang diatur dalam Pasal 37B UU KPK," tegasnya.
"Kami meyakini, bahwa penegakan kode etik insan komisi adalah bagian dari upaya penguatan pemberantasan korupsi yang dilaksanakan oleh KPK," sambung Ali.
BACA JUGA:
Kerap didesak mundur dari jabatannya
Sejumlah pihak memang kerap menyoroti dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Lili dan mendesaknya untuk mundur dari jabatannya. Apalagi, ini bukan kali pertama dia dilaporkan ke Dewas KPK.
Lili sebelumnya dinyatakan melanggar etik karena menyalahgunakan jabatannya dan berhubungan dengan pihak berperkara, yaitu mantan Bupati Tanjungbalai M. Syahrial. Akibat perbuatannya, dia dijatuhi hukuman berupa pemotongan gaji pokok sebanyak 40 persen selama setahun.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman menilai, Lili lebih baik mundur demi menjaga muruah KPK. Tak hanya itu, dia menilai, mundurnya Lili justru bisa memberi kebaikan tersendiri.
"Jika LPS bersedia mundur maka tidak perlu ada sanksi berat misal pemecatan. Sehingga, LPS masih berhak menerima uang pensiun dan tunjangan lain-lain," kata Boyamin dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan yang dikutip Rabu, 29 Juni.
Lili, sambung Boyamin, sangat mungkin kehilangan uang pensiun maupun tunjangan lainnya jika dipecat. Apalagi, ini bukan kali pertama Lili melanggar etik.
"Sekali lagi mohon LPS mundur demi NKRI harga kebaikan pemberantasan korupsi tetap menyala di hati rakyat," tegas Boyamin.
Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Dewas KPK untuk menjatuhkan sanksi berat berupa permintaan pengunduran diri terhadap Lili jika ia terbukti bersalah dalam sidang etik. Sebab, Lili dinilai bukan hanya melanggar tapi telah melakukan pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi.
"ICW meminta kepada Dewan Pengawas agar tidak ragu menjatuhkan sanksi berat berupa permintaan pengunduran diri sebagai Pimpinan KPK," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 30 Juni.
Sanksi ini, sambung Kurnia, sesuai dengan Pasal 10 Ayat 4 huruf B Peraturan Dewas KPK Nomor 2 Tahun 2020.
Kurnia mengatakan permintaan ini bukan sembarang disampaikan. Dia bilang, ada sejumlah argumentasi yang menguatkan.
"Pertama perbuatan yang diduga dilakukan oleh saudari Lili tidak sekadar melanggar etik, melainkan termasuk ranah pidana, yakni gratifikasi," tegas pegiat antikorupsi itu.
Argumentasi kedua, Lili dinilai tepat untuk diminta mengundurkan diri oleh Dewan Pengawas KPK karena sudah pernah dinyatakan melanggar etik sebelumnya.
"Oleh karena itu, atas argumentasi tersebut, sudah sewajarnya Dewan Pengawas berani untuk meminta Sdri Lili segera hengkang dari KPK," ungkap Kurnia.
Lebih lanjut, Kurnia mengatakan, kehancuran KPK terlihat jika Lili benar terbukti bersalah karena diduga menerima fasilitas dan tiket MotoGP Mandalika dari Pertamina.
"Bagaimana tidak, selain kinerja lembaga yang terbilang buruk selama tiga tahun terakhir, ternyata juga diikuti dengan rendahnya integritas para pimpinannya," katanya.
"Patut diingat, jika ditambah dengan dugaan kesalahan Lili, maka selama tiga tahun terakhir Pimpinan KPK periode 2019-2023 telah empat kali terbukti melanggar kode etik. Masing-masing dilakukan oleh Firli Bahuri sebanyak dua kali dan Lili Pintauli," sambung Kurnia.
Adapun terkait dugaan pelanggaran etik ini, nggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris sidang etik bakal digelar Selasa, 5 Juli. Persidangan akan dilakukan tertutup sementara pembacaan putusan akan dibuka sesuai Peraturan Dewas KPK.
Dalam menangani dugaan penerimaan tersebut, KPK telah mengumpulkan bahan dan keterangan dari pihak terkait termasuk perusahaan pelat merah itu. Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati juga sudah diperiksa beberapa waktu lalu dan memberikan keterangan tambahan secara tertulis.
Tak hanya itu, Dewas KPK juga sudah meminta pihak terkait untuk membawa bukti pemesanan penginapan di Amber Lombok Beach Resort dan tiket MotoGP Mandalika pada Grandstand Premium Zona A-Red.