Pengusaha Minta Implementasi Restrukturisasi Kredit Dipercepat

JAKARTA - Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Roeslani meminta, pemerintah mempercepat implementasi stimulus terhadap sektor riil, terutama restrukturisasi kredit di perbankan. Sebab, menurut Rosan, jika tidak dipercepat, tingkat permintaan dunia usaha terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk restrukturisasi diperkirakan mencapai Rp2.800 triliun pada akhir tahun.

Rosan mengatakan, saat ini tingkat permintaan restrukturisasi dari UMKM sudah berada pada level Rp1.350 triliun. Ia menjelaskan, angka ini setara dengan 25 persen dari alokasi pinjaman perbankan yang saat ini mencapai Rp5.700 triliun. Sedangkan, Rp695 triliun dari permintaan tersebut telah disetujui.

"Kami menyampaikan bahwa kalau tidak ada langkah konkret dan implementasi yang lambat angka ini akan berkembang menjadi level 40-45 persen dari total lending perbankan yang saat ini. Jadi kurang lebih bisa mencapai kurang lebih Rp2.500-2.800 triliun pada akhir tahun ini," ucap Rosan, dalam konferensi pers secara virtual, Kamis, 2 Juli.

Menurut Rosan, tingginya permintaan untuk restrukturisasi ini akan mengganggu kinerja perbankan. Meskipun, saat ini OJK menyatakan perbankan tidak kesulitan likuiditas. Namun, hal ini tidak berlaku bagi bank-bank non Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 4.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, proses restrukturisasi di lapangan masih memiliki beberapa kendala. Salah satunya adalah pemungutan dana dari bank.

Menurut Hariyadi, hal ini harus menjadi perhatian pemerintah, karena tidak cukup membantu UMKM dan dunia usaha. Ia menjelaskan, dengan kondisi seperti ini di lapangan maka pascapandemi dunia usaha akan mengadapi biaya yang justru lebih tinggi.

"Karena dari awal sudah di-setting biayanya menjadi lebih tinggi," katanya.

Selain itu, Hadiyadi juga mengajukan perpanjangan masa restrukturitasi kredit yang diatur dalam dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Sebagai Kebijakan Countercyclical.

Menurut Hariyadi, beberapa sektor kemungkinan kesulitan bila restrukturisasi diberikan dalam jangka waktu satu tahun. Sebab, waktunya dinilai tidak cukup.

"Di dalam POJK itu ada disebutkan bahwa apabila dibutuhkan, POJK bisa diperpanjang. Begitu satu tahun selesai, bank juga punya masalah karena terkena pencadangan dan debitur kena masalah dengan kolektibilitas," ucapnya.