JAKARTA - Pemerintah sedang menyiapkan insentif atau stimulus tambahan bagi sektor industri yang terdampak pagebluk COVID-19. Insentif tambahan itu di antaranya keringanan pembayaran atau subsidi listrik bagi industri yang terdampak.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, sektor industri akan mendapatkan insentif tambahan berupa penghapusan biaya minimum untuk pemakaian 40 jam konsumsi listrik.
Insentif ini, kata Agus, juga berlaku bagi pelanggan industri premium yang menggunakan 233 jam konsumsi listrik. Kebijakan ini diusulkan untuk periode berlangganan 1 April hingga 31 Desember 2020.
"Diharapkan industri bisa membayar sesuai dengan jumlah pemakaian penggunaan listrik. Jumlah stimulus yang dibutuhkan sebesar Rp1,85 triliun selama sembilan bulan," katanya, dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, di Jakarta, Kamis, 11 Juni.
Lebih lanjut, Agus menjelaskan, insentif lain yang akan didapat adalah penundaan pembayaran 50 persen tagihan listrik selama enam bulan, mulai April sampai September 2020 dengan jaminan cicilan berupa giro mundur selama 12 bulan. Lalu diusulkan pula penghapusan denda keterlambatan pembayaran.
Menurut Agus, langkah strategis ini diambil l guna membangkitkan kembali gairah pelaku usaha. Sehingga dapat mendorong roda perekonomian nasional tetap berjalan, namun dengan memperhatikan protokol kesehatan.
Terkait dengan insentif listrik tersebut, Agus mengaku, telah mengirimkan surat edaran (SE) kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
Penghapusan PPN Bahan Baku Ekspor
Menurut Agus, pemerintah juga sedang mengkaji insentif berupa penghapusan PPN untuk bahan baku lokal tujuan ekspor, penangguhan pembayaran PPN selama 90 hari tanpa denda, serta pembebasan sementara angsuran PPh Pasal 25.
"Pemerintah bertekad ingin terus mempertahankan kinerja dan mendukung produktivitas dari pelaku industri, yang salah satunya melalui pemberian insentif pajak," jelasnya.
Agus beralasan, produktivitas dari pelaku industri tersebut juga untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup masyarakat di dalam negeri.
"Pemberian tambahan keringanan pajak bagi sektor industri akan melengkapi insentif lain yang telah dirilis sebelumnya oleh pemerintah," tuturnya.
BACA JUGA:
Seperti diketahui, insentif bagi pelaku industri yang sudah diluncurkan, antara lain pembebasan PPh Pasal 22 impor, angsuran 30 persen PPh Pasal 25, restitusi PPN dipercepat, serta insentif tambahan untuk perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat dan/atau kemudahan impor tujuan ekspor untuk penanganan pandemi COVID-19.
Restrukturisasi Kredit dan Modal Kerja
Agus berujar, pihaknya juga telah mengusulkan restrukturisasi kredit dan stimulus modal kerja. Insentif ini akan diberikan dengan sejumlah kriteria. Di antaranya, rekam jejak terhadap pajak dan cicilan kredit, memiliki prospek bisnis yang baik, penyerapan tenaga kerja, terdampak berat COVID-19, dan memaksimalkan penggunaan bahan baku dalam negeri.
Berikutnya adalah stimulus yang berkaitan dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri, poin yang diusulkan adalah penghapusan pembayaran minimum per kontrak, dan pembayaran sesuai dengan jumlah pemakaian.
"Dengan upaya-upaya tersebut tentu diharapkan industri dapat tetap tumbuh dan perekonomian nasional dapat terus dijaga pada tren positif," katanya.
Di samping itu, pemerintah berupaya mendorong konsumsi pasar domestik dengan peningkatan utilisasi melalui implementasi TKDN di kementerian dan lembaga serta BUMN. Selain itu, peningkatan utilisasi melalui peningkatan permintaan domestik.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, untuk dapat kembali pulih, dunia usaha memerlukan stimulus modal kerja.
Lebih lanjut, Hariyadi mengatakan, stimulus itu setidaknya berupa subsidi bunga menyesuaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), yang kini dipatok 4,5 persen selama setahun.
"Stimulus ini perlu diberikan untuk semua sektor usaha," ujar Hariyadi.
Berdasarkan kalkulasi Apindo, sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) butuh anggaran Rp283,1 triliun, industri makanan dan minuman sebesar Rp200 triliun, industri alas kaki Rp99 triliun, serta industri elektronika dan alat-alat listrik rumah tangga diproyeksi mencapai Rp407 miliar.