Bagikan:

JAKARTA - Sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di masa pagebluk COVID-19 saat ini merupakan salah satu usaha yang paling terdampak. Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada sektor ini juga dinilai belum ideal. Sebab, subsdi bunga yang diberikan tidak menyasar seluruh UMKM.

Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan, UMKM menanggung beban yang cukup berat pada kondisi pagebluk COVID-19 ini. Sebab, dari total tenaga kerja di Indonesia, 97 persen berada di sektor ini.

Tauhid mengatakan, seharusnya pemerintah terjun langsung pada sektor riil paling bawah, yakni UMKM. Sementara, saat ini pemerintah hanya memberikan bantuan berupa bunga subsidi.

"Ini kesannya pemerintah mau main aman, makanya menggunakan bank dan industri keuangan non-bank. Itupun subsidinya tidak besar, hanya 6 persen dan 3 persen selama enam bulan," ucapnya, dalam diskusi virtual, Rabu, 9 Juni.

Adapun sektor-sektor dari UMKM yang paling terdampak atau menurun pertumbuhan ekonominya pada triwulan I 2020 yakni meliputi industri hanya 2 persen, perdagangan 1,6 persen, pertanian 0,02 persen, serta makanan dan minuman 1,95 persen.

Menurut Tauhid, dari 64.194.057 pelaku UMKM, hanya 12.673.609 atau 12 persen yang berpotensi mendapatkan bantuan berupa subsidi bunga. Sementara, sisanya tentu tidak mendapatkan insentif apapun dari pemerintah.

"Kami khawatir karena sebagian besar 80 persen pelaku UMKM ini tidak mendapatkan bantuan potensial dari proses subsidi bunga. Pertama, kalau kita lihat umumnya mereka tidak terakses oleh kredit perbankan. Kedua, tentu saja memang dari mereka tidak mengajukan kredit," ucapnya.

Penerapan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), kata Tauhid, juga membuat ruang gerak UMKM sangat terbatas. Seperti penyediaan bahan baku, pemasaran dan sebagainya.

"Kenapa tidak ada skema yang cukup besar, katakanlah tadi hanya 20 persen yang sasarannya, ternyata 80 persen tidak menjadi sasaran. Ini sangat aneh. Padahal mereka pelaku sebenarnya di ekonomi kita," ucapnya.

Keberpihakan pemerintah terhadap UMKM juga masih lemah. Tauhid menilai, insentif untuk pelaku usaha besar justru lebih diprioritaskan. Hal ini terlihat dari insentif perpajakan, di mana pemerintah hanya menanggung Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM senilai Rp2,4 triliun.

Lebih lanjut, Tauhid mengatakan, pemerintah perlu memperhatikan UMKM bukan hanya karena sektor ini menyerap tenaga kerja dengan jumlah besar. Tetapi, UMKM juga menyumbangkan produk domestik bruto (PDB) yang relatif besar.

"Saya kira penting ada dana darurat yang mudah diakses bagi UMKM dengan prosedur yang tidak berbelit. Kalau tadi harus melalui perbankan dan lain sebagainya, saya jamin 80 persen yang tidak terakses oleh perbankan tidak akan mendapatkan apapun. Padahal jumlahnya lebih besar," ucapnya.