JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penggunaan stimulus restrukturisasi kredit COViD-19 mencapai Rp830,2 triliun sejak kebijakan tersebut direalisasikan pada 2020 hingga berakhir pada 31 Maret 2024.
"Selama empat tahun implementasi, pemanfaatan stimulus restrukturisasi kredit ini telah mencapai Rp830,2 triliun, yang diberikan kepada 6,68 juta debitur pada Oktober 2020, yang merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah Indonesia," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, di Jakarta, dikutip dari Antara, Senin 1 April.
Dian mengatakan sebanyak 75 persen dari total debitur penerima stimulus adalah segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), atau sebanyak 4,96 juta debitur dengan total outstanding Rp348,8 triliun.
Sejalan dengan pemulihan ekonomi yang terjadi, tren kredit restrukturisasi terus mengalami penurunan baik dari sisi outstanding maupun jumlah debitur.
Pada Januari 2024, outstanding kredit restrukturisasi COVID-19 telah menurun signifikan menjadi sebesar Rp251,2 triliun yang diberikan kepada 977 ribu debitur.
Dalam menghadapi berakhirnya kebijakan stimulus COVID-19, OJK telah mempertimbangkan seluruh aspek secara mendalam, yaitu dengan melihat kesiapan industri perbankan, kondisi ekonomi secara makro dan sektoral, serta menjaga kepatuhan terhadap standar internasional.
Berdasarkan evaluasi dan laporan uji ketahanan perbankan menjelang berakhirnya stimulus, potensi kenaikan risiko kredit (NPL) dan ketahanan perbankan diproyeksikan masih terjaga dengan sangat baik.
Outstanding kredit restrukturisasi COVID-19 perbankan terus mengalami penurunan namun tingkat pencadangan (CKPN) yang dibentuk bank terus meningkat, melebihi periode sebelum pandemi.
"Kondisi ini merupakan cerminan kesiapan perbankan yang dinilai telah kembali pada kondisi normal secara terkendali (soft landing) mengakhiri periode stimulus," ujarnya.
Pada sisi lain, seiring dengan pandemi yang mereda dan pencabutan status pandemi oleh pemerintah, perekonomian Indonesia di hampir seluruh sektor juga kembali pulih dengan pertumbuhan 5,04 persen pada 2023.
Baca juga:
Untuk memastikan kelancaran normalisasi kebijakan tersebut, bank tetap dapat melanjutkan restrukturisasi kredit COVID-19 yang sudah berjalan. Sedangkan permintaan restrukturisasi kredit baru dapat dilakukan dengan mengacu pada kebijakan normal yang berlaku yaitu Peraturan OJK Nomor 40/2019 tentang Kualitas Aset.
Dengan demikian, integritas laporan keuangan perbankan diharapkan akan semakin baik dan dapat sepenuhnya mengacu pada praktik terbaik yang berlaku (best practice) standar keuangan.
Seiring dengan hal tersebut, OJK senantiasa melakukan langkah pengawasan (supervisory action) untuk memastikan kesiapan setiap bank secara individu.