JAKARTA - Kredit perbankan tumbuh 12,36 persen secara tahunan (yoy) menjadi sebesar Rp7.478,4 triliun per Juni 2024. Sementara secara bulanan penyaluran kredit perbankan mencapai Rp102,29 triliun atau tumbuh 1,39 persen (mtm).
“Secara tahunan kredit melanjutkan pencapaian double-digit growth sebesar 12,36 persen year-on-year menjadi sebesar Rp7.478,4 triliun. Kredit UMKM juga masih tumbuh sebesar 5,68 persen year-on-year pada Juni 2024 meskipun pertumbuhannya memang diakui lebih lambat dibandingkan pertumbuhan kredit non-UMKM,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengutip Antara.
Dian menyampaikan, peningkatan kredit perbankan itu juga diikuti oleh kualitas kredit yang tetap terjaga dengan rasio kredit macet (non performing loan/NPL) nett sebesar 0,78 persen. Sementara NPL gross tercatat 2,26 persen.
Ia menilai kualitas penyaluran kredit yang masih dalam kategori sehat tersebut berkat adanya kebijakan stimulus restrukturisasi kredit terdampak COVID-19.
Indonesia juga menjadi negara yang paling akhir menghentikan kebijakan restrukturisasi kredit tersebut.
"Kebijakan tersebut terbukti efektif dan bermanfaat dalam memitigasi kenaikan NPL yang berlebihan dan telah dihentikan sepenuhnya pada tanggal 31 Maret 2024, yang lalu seiring dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi domestik,” katanya.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, Dian menjelaskan bahwa kredit restrukturisasi turut mengalami penurunan loan at risk (LAR) sebesar 10,75 persen pada Mei 2024, menurun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 13,38 persen.
"Pada akhir 2024, LAR diproyeksikan kembali ke single digit sebagaimana LAR sebelum pandemi COVID-19," ucap Dian.
Selain itu, OJK telah mengantisipasi adanya potensi peningkatan risiko kredit bank dengan pembentukan cadangan yang memadai serta pengawasan ketat terhadap kredit yang disalurkan.
OJK mencatat rasio Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) terhadap total kredit restrukturisasi sebesar 60,64 persen pada Juni 2024.
“Ini mengindikasikan perbankan senantiasa mewaspadai sekaligus mengantisipasi potensi memburukknya kualitas kredit yang direstrukturisasi seiring berakhirnya pelonggaran stimulus,” kata Dian.