Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI), Totok Lusida meminta ketegasan pemerintah perihal restrukturisasi kredit untuk sektor properti di tengah pandemi virus corona atau COVID-19. Sebab, dampak buruk pandemi ini telah dirasakan seluruh sektor, termasuk properti.

Menurut Totok, pelaku usaha properti siap menjalankan permintaan pemerintah untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada karyawannya. Namun, hal ini harus didukung dengan kepastian restrukturisasi sesuai Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 dapat berjalan lancar.

Lebih lanjut, Totok menjelaskan, stimulus juga penting didapat oleh pelaku usaha properti. Hal ini karena kredit di bidang properti mencapai 17,9 persen dari seluruh total kredit di Indonesia. Terdapat kurang lebih Rp1.000 triliun dari Rp5.000 triliun atau hampir 20 persen.

"Kondisi yang ada saat ini, kami ini minta bukan karena perusahaan ini kolaps. Tapi memang kami harus membantu tenaga kerja, sehingga kami perlu mendapatkan stimulus dalam restrukturisasi utang di perbankan. Apa yang dilakukan oleh properti dalam artian ada developer, end user dan perbankan," tuturnya, dalam video conference bersama wartawan, Kamis, 13 Mei.

Totok mengatakan, yang paling dibutuhkan saat ini ialah restrukturisasi penundaan pembayaran pokok dan bunga. Menurut Totok, hal ini penting agar cash flow yang dimiliki pengusaha dapat dipakai untuk membayar gaji karyawan.

Lebih lanjut, Totok berujar, bank tidak boleh terlalu lama menggantung atau tidak memberikan kejelasan perihal relaksasi kredit ini.

"Dengan kurang tegasnya pemerintah untuk menginstruksikan meskipun itu bank swasta, tapi karena domino effectnya lebih besar di sektor properti, kita perlukan adanya kepastian, kalau ga pasti terus lama-lama pengembang yang dibawah REI atau Kadin bidang properti bahkan nanti mengganggu juga kerepotan Apindo," ucapnya.

Di samping itu, menurut Totok, pihaknya juga stimulus untuk minta listrik dan air. Ia mengaku, sudah bersurat ke PLN untuk tidak dikenakan biaya beban minimal khususnya untuk mal, hotel, perkantoran.

"Kenapa saya minta tidak ada beban minimal untuk PLN dan PDAM daerah? Karena yang suruh tutup mal ini bukan saya. Yang nyuruh mal tutup itu juga pemerintah. Tapi PLN sebagai milik pemerintah tetap mengenakan biaya minimal kan itu memberatkan. Karyawannya tidak masuk, digaji. Tetapi dikenakan beban minimal," ucapnya.