Drone, Misil hingga Kendaraan Lapis Baja: Sistem Senjata Buatan Israel yang Digunakan Koalisi Barat Perangi Taliban
JAKARTA - Seiring dengan penarikan pasukan koalisi Barat pimpinan Amerika Serikat (AS), sistem senjata buatan Israel pun tidak akan lagi dipergunakan untuk memerangi Taliban.
Tak pernah mengirimkan tentaranya secara langsung untuk menghadapi Taliban di Asia Tengah, banyak negara-negara koalisi Barat yang menggunakan persenjataan besutan Israel dalam perang melawan Taliban selama 20 tahun terakhir.
Mengutip The Jerusalem Post Selasa 24 Agustus, negara-negara seperti Inggris, Jerman, Kanada dan Australia telah menggunakan persenjataan buatan Israel selama bertahun-tahun, menurut beberapa laporan.
Banyak negara menggunakan pesawat yang dikemudikan dari jarak jauh (RPA) atau drone untuk mengumpulkan intelijen, dan rudal SPIKE buatan Israel digunakan dalam pertempuran.
Pasukan juga dapat berkendara dengan aman di daerah dengan intensitas tinggi dengan kendaraan taktis ringan militer MRAP (Mine-Resistant Ambush Protected) buatan Israel.
Salah satu sistem senjata utama Israel yang digunakan oleh militer asing di Afghanistan adalah drone. Laporan asing menyatakan, Israel dianggap sebagai pengekspor drone terkemuka dan telah menjual sistem tersebut ke berbagai negara termasuk Australia, Kanada hingga Jerman yang mengirim tentara ke Afghanistan.
Angkatan Udara Jerman mulai mengoperasikan Heron TP, yang diproduksi oleh Israel Aerospace Industries (IAI), di Afghanistan pada 2010. Mereka terlibat dalam ribuan misi, mencatat ribuan jam terbang.
Heron TP adalah RPA paling canggih IAI dengan daya tahan 40 jam, berat lepas landas maksimum 11.685 pound, dan muatan 2.204 pound. Mereka dapat digunakan untuk peran pengintaian, pertempuran dan dukungan, dan dapat membawa rudal udara-ke-darat untuk menghancurkan target musuh.
Pilot Jerman dilatih di Israel tentang cara mengoperasikan RPA dan belajar tentang kemampuan pengawasannya. Selain Jerman, militer Kanada dan Australia juga menerbangkan Heron 1 RPA IAI di Afghanistan.
Dilengkapi dengan tautan data satelit dan sensor inframerah elektro-optik, Heron 1 tidak hanya mampu memberikan pengintaian kepada pasukan darat dalam situasi pertempuran, membantu dalam konvoi dan patroli, membuat profil pergerakan, dan melakukan pemantauan jangka panjang, tetapi juga juga mampu melacak bahan peledak dari udara.
Selain Heron, Sejak tahun 2005 Angkatan Darat Australia di Afghanistan juga telah menerbangkan kendaraan udara tak berawak (UAV) Skylark 1 yang diproduksi oleh Elbit Systems.
Skylark, berukuran tujuh setengah kaki, digunakan oleh pasukan untuk pengawasan taktis dan misi kontra-teror jarak dekat. Ini dapat diluncurkan oleh satu atau dua tentara, dan dioperasikan di atap gedung atau di belakang pengangkut personel lapis baja, memberikan video langsung kepada operator setelah mengudara.
Dengan jangkauan 10-15 km, mini-UAV ini memiliki motor listrik yang sangat senyap dan kemampuan observasi luar biasa yang memberikan pasukan intelijen di luar garis pandang, meningkatkan kinerja mereka dalam berbagai skenario misi. Australia juga menerbangkan Skylark selama misi di Irak.
Selain RPA, misil Spike NLOS (Non Line Of Sight) dari Rafael Advanced Defense Systems digunakan oleh Inggris dan Kanada di Afghanistan. Ketepatan rudal terbukti berguna dalam pertempuran melawan Taliban. Meskipun Inggris mencoba untuk merahasiakan penggunaannya, mereka secara terbuka mengakui menggunakan rudal, yang dikenal sebagai Exactor, pada tahun 2014.
Spike NLOS mampu menembus armor 39 inci, dan dapat dioperasikan baik dalam serangan langsung atau navigasi di tengah jalan berdasarkan koordinat target saja. Mode ini memungkinkan kekalahan target tersembunyi jarak jauh dengan presisi tepat, penilaian kerusakan, dan perolehan intelijen waktu nyata.
Misil ini memiliki jangkauan 25 km. dan dapat digunakan dengan sejumlah hulu ledak seperti panas, fragmentasi, PBF (penetrasi, ledakan dan fragmentasi) dan PBF/F yang cocok untuk konflik perkotaan dan intensitas tinggi. Rudal tersebut, yang dapat dipasang di berbagai platform, memberi penembak kemampuan untuk menyerang target pada jarak jauh dan mendapatkan intelijen real-time dan penilaian kerusakan setelah serangan.
Kini seiring dengan penarikan pasukan koalisi Barat, Taliban tak hanya meraih kendali wilayah, tapi juga mendapatkan 'durian runtuh' persenjataan canggih besutan Amerika Serikat dari tangan tentara Afghanistan.
Baca juga:
- Taliban Tegaskan Tidak Ada Pemerintahan Baru di Afghanistan Sampai Seluruh Tentara AS Angkat Kaki
- Presiden Biden - PM Inggris Sepakati Evakuasi, Komite Intelijen AS Sebut Sangat Tidak Mungkin Penuhi Tuntutan Taliban
- 20 Orang Tewas dalam Seminggu Terakhir, Operasional Bandara Internasional Kabul Ditangguhkan
- Tegas Tolak Perpanjangan Waktu Penarikan Pasukan Asing, Taliban: Melanggar, Ada Konsekuensinya!
Diberitakan sebelumnya, penilaian intelijen saat ini meyakini Taliban mengendalikan lebih dari 2.000 kendaraan lapis baja, termasuk Humvee AS, dan hingga 40 pesawat yang berpotensi termasuk UH-60 Black Hawk, helikopter serang pengintai dan drone militer ScanEagle.
"Kami telah melihat pejuang Taliban yang dipersenjatai dengan senjata buatan AS yang mereka sita dari pasukan Afghanistan. Ini menimbulkan ancaman signifikan bagi Amerika Serikat dan sekutu kami," ujar politis Partai Republik Michael McCaul yang duduk dalam Komite Urusan Luar Negeri DPR AS melalui surat elektronik, mengutip Reuters Kamis 19 Agustus.