Ketua MPR: Perlu Amandemen Terbatas UUD 1945 untuk Wadahi PPHN
JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo menilai perlu ada perubahan Undang-Undang Dasar untuk mewadahi Pokok Pokok Haluan Negara (PPHN). Karena itu, diperlukan amandemen secara terbatas terhadap UUD NRI 1945 khususnya penambahan wewenang MPR guna menetapkan PPHN.
“Proses perubahan UUD sesuai Ketentuan Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945 memilki persyaratan dan mekansime yang ketat. Oleh karenanya perubahan UUD hanya bisa dilakukan terhadap pasal yang diusulkan untuk diubah disertai dengan alasannya," ujar Bambang Soesatyo dalam pidato pengantar Sidang Tahunan MPR di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Jakarta, Senin, 16 Agustus.
Dengan demikian, sambung Bambang, perubahan terbatas tidak memungkinkan untuk membuka kotak pandora, eksesif terhadap perubahan pasal-pasal lainnya. "Apalagi semangat untuk melakukan perubahan adalah landasan filosofis politik kebangsaan dalam rangka penataan sistem ketatanegaraan yang lebih baik,” katanya.
Bamsoet menjelaskan arus besar aspirasi masyarakat dan daerah menghendaki perlunya penataan sistem ketatanegaraan Indonesia. Khususnya sistem manajemen pembangunan nasional yang lebih demokratis, transparan, akuntabel, terintegrasi dan berkesinambungan.
“Berbagai pandangan masyarakat menyatakan bahwa visi yang sama dalam rencana pembangunan nasional dan daerah baik dalam jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang diperlukan, agar orientasi pembangunan nasional lebih fokus pada upaya pencapaian tujuan negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD NRI 1945,” katanya.
Hasil kajian MPR periode 2019-2024, lanjut Bamsoet, menyatakan bahwa perlunya PPHN yang bersifat filosofis dan arahan dalam pembangunan nasional. Keberadaan PPHN yang bersifat filosofis, kata dia, menjadi penting untuk memastikan potret wajah Indonesia Masa Depan.
"50-100 tahun yang akan datang, yang penuh dengan dinamika perkembangan nasional, regional dan global sebagai akibat revolusi industri, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi,” paparnya.
Bamsoet menambahkan keberadaan PPHN yang bersifat arahan dipastikan tidak akan mengurangi kewenangan Pemerintah untuk menyusun cetak biru pembangunan nasional baik dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
“PPHN akan menjadi payung ideologi dan konstitusional dalam penyusunan SPPN, RPJP, dan RPJM yang lebih bersifat teknokratis. Dengan PPHN, maka rencana strategis pemerintah yang bersifat visioner akan dijamin pelaksanaannya secara berkelanjutan tidak terbatas oleh periodisasi pemerintahan yang bersifat elektoral,” jelasnya.
Baca juga:
- Politikus PKS Mardani Ali Sera: Seharunsya Pidato Jokowi Minta Maaf dan Berduka Cita Akibat COVID-19
- Kritisi Pidato Puan Maharani, Senator Ingatkan DPR Komitmen soal RUU BUM Desa
- Kenakan Baju Suku Baduy, Jokowi Diingatkan Tuntaskan UU Masyarakat Adat
- Bus Sekolah di Cianjur Disulap Jadi Bus Vaksin Keliling
"PPHN akan menjadi landasan setiap rencana strategis pemerintah seperti pemindahan Ibu Kota Negara dari Provinsi DKI Jakarta ke Provinsi Kalimantan Timur, pembangunan infrastruktur tol laut, tol langit, koneksitas antar wilayah, dan rencana pembangunan strategis lainnya,” imbuhnya.
Sidang Tahunan MPR berlangsung sederhana dan terbatas dihadiri Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin, para Wakil Ketua MPR, Ketua DPR Puan Maharani dan Wakil Ketua DPR, Ketua DPD La Nyalla Mattalitti dan Wakil Ketua DPD, Ketua MA Muhammad Syarifuddin, Ketua MK Anwar Usman, Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata, serta beberapa menteri Kabinet Indonesia Maju, Panglima TNI dan Kapolri.
Turut hadir secara virtual Presiden Kelima Megawati Soekarnoputri, mantan wakil presiden Try Sutrisno, Hamzah Haz, Jusuf Kalla, dan Boediono, anggota MPR, dutabesar negara sahabat, dan masyarakat diaspora di luar negeri.