Intelijen AS Sebut Taliban Bisa Rebut Ibu Kota Afghanistan dalam 90 Hari
JAKARTA - Pejuang Taliban dapat mengisolasi ibu kota Afghanistan, Kabul, dalam 30 hari dan mungkin mengambil alih dalam waktu 90, seorang pejabat pertahanan Amerika Serikat (AS), mengutip sumber intelijen, seiring dengan serangkaian kemenangan Taliban di berbagai kota.
Mengutip Reuters Kamis 12 Agustus, pejabat yang berbicara dengan syarat anonim tersebut mengatakan, penilaian baru tentang berapa lama Kabul dapat bertahan adalah keutungan bagi Taliban, seiring dengan penarikan pasukan koalisi pimpinan AS angkat kaki.
"Tapi ini bukan kesimpulan yang sudah pasti," tambah pejabat itu, seraya mengatakan keyakinannya, jika pasukan keamanan Afghanistan dapat membalikkan momentum dengan melakukan lebih banyak perlawanan.
Militan Taliban saat ini disebut telah menguasai sekitar 65 persen wilayah Afghanistan, serta telah mengambil atau mengancam akan mengambil alih 11 ibu kota provinsi, kata seorang pejabat senior Uni Eropa, Selasa. Faizabad, di provinsi timur laut Badakhshan, pada Rabu menjadi ibu kota provinsi kedelapan yang direbut oleh Taliban.
Taliban meningkatkan ofensifitasnya beberapa hari terakhir. Kandahar, salah satu kota penting bagi Taliban maupun Afghanistan, mengalami pertempuran hebat antara kedua belah pihak.
Sementara, semua pintu gerbang ke Kabul, yang terletak di lembah yang dikelilingi oleh pegunungan, dipenuhi warga sipil yang melarikan diri dari kekerasan, kata sumber keamanan Barat. Sulit untuk mengatakan apakah pejuang Taliban juga berhasil melewatinya.
"Ketakutannya adalah pelaku bom bunuh diri memasuki markas diplomatik untuk menakut-nakuti, menyerang dan memastikan semua orang pergi secepat mungkin," terang sumber tersebut.
Terpisah, Juru Bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Ned Price mengatakan, serangan ofensif yang dilakukan Taliban dinilai bertentangan dengan semangat kesepakatan 2020.
"Taliban berkomitmen untuk melakukan pembicaraan tentang kesepakatan damai yang akan mengarah pada gencatan senjata permanen dan komprehensif. (Tapi) semua indikasi setidaknya menunjukkan bahwa Taliban malah mengejar kemenangan di medan perang," kritik Price.
"Menyerang ibu kota provinsi dan menargetkan warga sipil tidak sesuai dengan semangat kesepakatan," kecam Price.
Baca juga:
- Arab Saudi Buka Umrah untuk Anak Usia 12-18 Tahun yang Telah Menerima Dua Dosis Vaksin COVID-19
- Perusahan Keamanan Siber Ungkap Aktivitas Peretas China, Incar Israel hingga Iran
- Otoritas Bangladesh Mulai Vaksinasi COVID-19 untuk Puluhan Ribu Pengungsi Muslim Rohingya di Cox's Bazar
- Prancis Wajibkan Warganya Tunjukkan 'Tiket Bebas COVID-19' untuk Akses Kafe hingga Layanan Kesehatan
Untuk diketahui, PBB mengatakan lebih dari 1.000 warga sipil tewas dalam sebulan terakhir, sementara Komite Internasional Palang Merah mengatakan, sejak 1 Agustus sekitar 4.042 orang yang terluka telah dirawat di 15 fasilitas kesehatan.
Sementara, pihak Taliban membantah menargetkan atau membunuh warga sipil dan menyerukan penyelidikan independen.
"Kami tidak menargetkan warga sipil atau rumah mereka di wilayah mana pun, melainkan operasi telah dilakukan dengan sangat presisi dan hati-hati," tukas juru bicara Taliban Suhail Shaheen dalam sebuah pernyataan pada Hari Rabu.