Pemerintah Gagal Perbarui UU Kependudukan, Warga Palestina Bisa Ajukan Kewarganegaraan Israel
JAKARTA - Warga Palestina yang menikah dengan warga negara Israel tetapi belum dapat memperoleh kewarganegaraan atau tempat tinggal Israel, tengah bersiap untuk mengajukan permintaan status tersebut.
Ini dilakukan seiring dengan gagalnya amandemen Undang-Undang Kewarganegaraan oleh Pemerintah Israel pekan ini. Proses pengajuan status kewarganegaraan dilakukan melalui Kementerian Dalam Negeri.
LSM, termasuk kelompok hak-hak sipil Hamoked, mulai mengajukan permohonan kewarganegaraan dan tempat tinggal atas nama klien mereka, seraya mendorong orang lain untuk melakukannya juga.
Saat ini, ada sekitar 9.200 warga Palestina yang menikah dengan warga Arab Israel yang memiliki 'izin tinggal' paling dasar, yang memungkinkan mereka untuk tinggal di negara itu, tetapi harus diperbarui setiap satu atau dua tahun, dan 3.500 lainnya yang karena keadaan khusus dapat memperoleh visa tinggal sementara, seperti mengutip Jerusalem Post Jumat 9 Juli.
Sampai sekarang, Undang-Undang Kewarganegaraan dan Masuk ke Israel tahun 2003, mencegah orang Palestina yang menikah dengan warga negara Arab Israel, untuk memperoleh kewarganegaraan melalui naturalisasi, seperti yang tersedia untuk pasangan warga negara asing Israel lainnya.
Undang-undang itu disahkan dengan alasan keamanan dan kemudian diperluas terhadap warga Suriah, Lebanon, Irak dan Iran yang menikah dengan orang Israel, seperti mengutip Jerusalem Post Jumat 9 Juli.
Tetapi undang-undang tersebut telah dikritik oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia sebagai diskriminatif dan atas dasar kemanusiaan, serta ditentang oleh mitra koalisi Ra'am dan Meretz.
Meskipun kompromi ditemukan, dua Ra'am MK abstain, sementara opsisi Yamina MK Amichai Shikli memberikan suara menentang, undang-undang itu digulingkan.
Ini berarti bahwa orang-orang Palestina yang menikah dengan warga negara Israel sekarang dapat memulai proses aplikasi melalui Kementerian Dalam Negeri, untuk kewarganegaraan atau tempat tinggal seperti warga negara asing lainnya.
Mereka akan dapat mengajukan permohonan visa B1, kemudian visa tinggal sementara A5 dan akhirnya untuk kewarganegaraan jika mereka tidak tinggal di Yerusalem timur.
Jessica Montell, Direktur Eksekutif organisasi hak asasi manusia Israel HaMoked mengatakan, organisasinya mewakili sekitar 400 keluarga dan telah mulai mengajukan aplikasi visa untuk mereka ke Kementerian Dalam Negeri.
"Di beberapa keluarga, tidak hanya pasangan yang perlu mendapatkan tempat tinggal, anak-anak juga perlu," tukasnya.
Ditanya apakah kementerian mungkin menunda pemrosesan aplikasi sementara pemerintah mempertimbangkan langkah-langkah baru, Montell bersikeras, "Kementerian tidak memiliki hak untuk menunda-nunda, mereka harus menghormati hak-hak rakyat," tegasnya.
Dia mengatakan waktu proses standar untuk permintaan ke otoritas pemerintah adalah 45 hari. Jika kliennya tidak menerima tanggapan dalam waktu tersebut, mereka akan membawa masalah tersebut ke pengadilan.
"Kementerian tidak dapat mengabaikan permintaan ini selama satu tahun dengan harapan undang-undang baru disahkan," kata Montell.
"Orang Israel sama amannya seperti sebelum undang-undang itu berakhir. Pihak berwenang masih memiliki semua alat yang diperlukan untuk mencegah orang berbahaya memasuki negara ini, tetapi tanpa undang-undang ini kita akan sedikit lebih bebas dan setara," kritik Montell.
Baca juga:
- Dikecam AS Gara-gara Gusur Rumah Warga Palestina, Kantor PM Israel Terima dan Mengerti
- Bank Dunia: Perang 11 Hari, Dana Pemulihan Jalur Gaza Capai Rp7 Triliun
- Wujudkan Kemerdekaan Palestina, Indonesia Desak Gerakan Non Blok Lakukan Tiga Hal Ini
- Penggusuran di Yerusalem Berlanjut, Polisi Israel Terlibat Bentrok dengan Warga Palestina
"Tanpa undang-undang ini, semua warga negara dan penduduk Israel memiliki hak yang sama untuk jatuh cinta dan membangun keluarga, dan itu kabar baik bagi keluarga ini dan bagi semua orang yang peduli dengan hak asasi manusia," paparnya.
Namun, Menteri Dalam Negeri Ayelet Shaked mengatakan dirinya bermaksud membawa undang-undang itu kembali ke Knesset (Parlemen Israel) untuk pemungutan suara dalam beberapa minggu mendatang, agar bisa disetujui dan jalur kewarganegaraan seperti kata Montell bisa segera ditutup.