Penyebab Krisis Moneter dan Masalah-Masalah Keuangan Lain yang Jatuhkan Soeharto
JAKARTA - Soeharto adalah satu nama yang paling dikaitkan dalam terjadinya krisis moneter atau krisis finansial di Indonesia. Pada masa itu, wilayah Asia dilanda krisis yang sama, 1997-1998. Inflasi rupiah dan lonjakan harga bahan makanan menciptakan kekacauan. Kita dalami periode sulit ini. Penyebab, dampak, serta cerita-cerita lainnya.
Faktor utang luar negeri yang membengkak jadi salah satu penyebab perekonomian Indonesia mendapat tekanan berat. Krisis bermula dari pertengahan Juli 1997 akibat dari melemahnya rupiah ke angka yang cukup tinggi.
Memasuki tahun 1998, rupiah mengalami sedikit penguatan, sebelum kemudian malah semakin anjlok ke angka Rp16.800 per dolar AS. Krisis moneter adalah krisis ekonomi yang melanda hampir seluruh bagian Asia Timur.
Krisis ini menyebabkan dampak yang tidak baik. Krisis moneter melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, berlangsung hampir dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi. Kegiatan ekonomi lumpuh, pengangguran bermunculan seiring banyaknya perusahaan yang bangkrut.
Masalah di awal
Sebagaimana dipaparkan dalam artikel MEMORI berjudul Bangkit dan Terpuruknya Soeharto Dihantam Resesi, transisi Orde Lama ke Orde baru pada 1966 menyisakan banyak kisah. Perpindahan kekuasaan tak serta merta membuat kondisi Indonesia berjalan baik. Orde Baru turut mewariskan sejumlah krisis.
Dikutip Syaifruddin Jurdi dalam buku Kekuatan-Kekuatan Politik Indonesia (2016), krisis tersebut antara lain berbentuk krisis ekonomi dengan inflasi yang tinggi, cadangan devisa yang terkuras, defisit anggaran belanja pemerintah, serta konflik ideologi yang terkelompok dalam tiga kecenderungan: nasionalis, Islam, komunis.
“Warisan rezim sebelumnya adalah krisis yang berwajah ganda, yaitu krisis di bidang ekonomi dan bidang politik. Dalam soal ekonomi, terjadi kemerosotan dan stganansi. Pada 1966 laju inflasi mencapai 650 persen. Krisis di bidang ekonomi diperparah dengan krisis di bidang politik, terjadi ketidakstabilan karena pertentangan antarkelompok-kelompok politik dalam masyarakat,” tulis Syaifruddin.
Pemerintah Soeharto kemudian mengambil kebijakan pembangunan ekonomi yang berorientasi keluar dan menciptakan sistem politik baru, yaitu sebuah sistem politik yang dapat mendukung pembangunan ekonomi. Pergerakan Soeharto dimulai dengan mengumpulkan sejumlah sarjana ekonomi lulusan FE-UI dan USC Berkeley.
Dalam sekejap, “Mafia Berkeley” ini telah mendemonstrasikan rem inflasinya yang pakem. Kemudian, laju perekonomian Indonesia menanjak ke angka 8 persen setahun selama seperempat abad.
“Indonesia dianggap sebagai satu-satunya sukses negara 'minyak' di dunia ke-3. Negara penghasil minyak lainnya di belahan dunia yang miskin tidak berhasil membangun ekonominya seperti Indonesia," tertulis dalam artikel Karisma dan Krisis di majalah Tempo.
"Kemudian, Indonesia kebanjiran karisma 'The Smiling General'. Moral dongeng masa lalu ini adalah bahwa karisma bukan suatu pembawaan, melainkan sekadar hasil akhir dari serangkaian prestasi, dan bahwa seorang manajer krisis tidak perlu punya karisma,” lanjut tulisan yang dibuat Nono Anwar Makarim itu.
Resesi 1998 penanda tumbangnya Orde Baru
Sayang. Seperti kata pepatah, roda berputar. Begitu pula kejayaan ekonomi yang pernah didapat Orde Baru, yang kemudian mulai jatuh ke jurang resesi paling parah sedari 1997-1998. Harian Kompas, 21 Desember 1998 mengungkap resesi ekonomi yang terjadi 1998 telah dimulai sejak setahun sebelumnya.
Kala itu pertumbuhan ekonomi Indonesia minus selama enam bulan di tahun 1997 dan minus tersebut masih berlanjut hingga sembilan bulan pertama tahun 1998. Saking parahnya, pemerintah sampai harus meminta bantuan Dana Moneter Internasional (IMF) pada Oktober 1997.
Meski diketahui belakangan bantuan tersebut tak cukup membantu Indonesia. Kendati demikian, penyebab krisis disinyalir berawal dari krisis nilai tukar bath di Thailand 2 Juli 1997. Kelak, hal itu hingga 1998 dengan cepat menjadi pemantik krisis ekonomi di Asia Tenggara. Imbasnya, nilai tukar rupiah ke dollar Amerika Serikat (AS) yang masih berada diangka Rp4.850 pada tahun 1997.
Angka itu berkembang jadi sekitar Rp17.000/dollar AS pada 22 Januari 1998. Maka, dampak dari resesi begitu besar. Sendi-sendi perekonomian di Indonesia luluh lantak, puluhan bank rontok, ribuan perusahaan ambruk, jutaan pekerja kehilangan sumber nafkah, sehingga Indonesia menjadi lunglai, bahkan nyaris bangkrut.
Kondisi itulah yang memaksa masyarakat, terutama mahasiswa untuk turun ke jalan guna melakukan protes besar-besaran. Mereka menuntut pelengseran Presiden Soeharto karena bertanggung jawab atas resesi 1998 yang membuat rakyat Indonesia menderita. Akhirnya, Presiden Soeharto mundur pada tanggal 21 Mei 1998 dan BJ Habibie didaulat sebagai presiden yang baru.
*Baca Informasi lain soal SOEHARTO atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.