Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa pemanggilan kepada obligor maupun debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dilakukan sesuai prosedur serta aturan yang berlaku. Dalam penjelasannya, Menkeu mengungkapkan jika pemanggilan secara personal dilakukan sebanyak dua kali sebagai tahap awal.

“Kami selama ini memanggil dua kali secara personal, artinya kami tidak publikasikan. Kalau ada niat baik (datang) dan mau menyelesaikan, maka akan langsung membahas dengan mereka,” ujarnya dalam konferensi pers penyitaan aset BLBI di Karawaci Tangerang, Jumat, 27 Agustus.

Menurut Menkeu, tindakan lanjutan akan diambil oleh pemerintah apabila obligor maupun debitur tidak kooperatif.

“Namun jika sudah dipanggil satu kali tidak ada respon, dua kali tidak ada respon, maka kami mengumumkan ke publik siapa-siapa saja beliau-beliau itu,” tuturnya.

Dalam pemberitaan VOI sebelumnya, Tommy Soeharto tercatat sebagai orang pertama di tahun ini yang dipanggil pemerintah melalui pengumuman luas di media massa terkait perkara BLBI.

“Sehubungan dengan pelaksanaan tugas Satgas BLBI yang berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2021, bersama ini diminta kehadiran saudara pada Kamis, 26 Agustus 2021 pukul 15.00 WIB di Gedung Syarifudin Prawiranegara Lt.4 Kementerian Keuangan Jakarta pusat,” ujar Satgas BLBI dalam iklan di media cetak yang dikutip Selasa, 24 Agustus.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa putra bungsu mantan Presiden Soeharto ini telah mangkir dalam dua kali pemanggilan awal.

Tidak hanya Tommy, Satgas BLBI memanggil pula dua pihak berbeda dalam pengumuman tersebut, yakni pengurus PT Timor Putra Nasional yang beralamat Jalan Balai Pustaka Rawamangun, Jakarta Timur, serta Ronny Hendrarto Ronowicaksono.

Untuk diketahui, BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat terjadinya krisis moneter 1998 di Indonesia. Langkah ini dimaksudkan sebagai talangan agar bank memiliki kemampuan menjaga arus kas saat terjadi gelombang penarikan uang oleh nasabah akibat ketidakpastian ekonomi.

Asal tahu saja, nilai kerugian negara atas dana bailout bank sentral yang terjadi pada 22 tahun lalu itu mencapai Rp110,45 triliun. Hingga saat ini, pemerintah masih menanggung beban dengan mencicil pokok pinjaman kepada BI beserta bunganya.