Genjot Penjualan Produk Lokal, Rezim Militer Myanmar Larang Impor Sabun hingga Kopi Instan
JAKARTA - Rezim militer Myanmar memperluas larangan impor produk kebutuhan hidup dari luar negeri. Tujuannya, untuk mengurangi devisa impor.
Pada April lalu, rezim militer Myanmar telah memberlakukan larangan impor kopi instan, soda dan susu kental dari Thailand. Terbaru, larangan ini diperluas mencakup kebutuhan untuk mencuci dan mandi.
Melansir The Irrawaddy Selasa 8 Juni, rezim melarang impor sabun mandi, pasta gigi, sikat gigi dan deterjen impor. Ketentuan yang diumumkan pekan lalu ini disebut bertujuan untuk mempromosikan bisnis yang dijalankan militer.
Namun, Kementerian Perdagangan Myanmar menyebut kebijakan ini diambil untuk melindungi perusahaan independen Myanmar. Sekaligus untuk mengurangi penggunaan mata uang asing, khususnya di zona perdagangan perbatasan.
Diketahui, sabun gel mandi, deterjen, pasta gigi, dan sikat gigi impor telah mendominasi pasar Myanmar karena kualitasnya yang lebih tinggi dan pilihan yang lebih banyak daripada produk dalam negeri.
Larangan ini datang beberapa hari setelah kunjungan Min Aung Hlaing ke Pabrik Sabun Padonmar yang dikelola militer di Negara Bagian Mon minggu lalu.
"Pabrik harus berusaha memenuhi permintaan sabun domestik dan impor pengganti," sebut Pemimpin Rezim Militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing menurut Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah.
Terlepas dari klaim surat kabar bahwa pabrik tersebut telah membuat banyak produk sejak tahun 2002, merek tersebut sebelumnya tidak pernah terlihat dijual.
Sejak kudeta 1 Februari lalu, Jenderal Senior Min Aung Hlaing sering mempromosikan produk dalam negeri, guna mengurangi besaran pengeluaran devisa untuk impor.
Untuk diketahui, militer telah terlibat dalam perekonomian negara melalui konglomerat seperti Myanma Economic Holdings Limited (MEHL) dan Myanmar Economic Corporation (MEC). Bisnisnya mencakup perbankan, pembuatan bir, layanan bus, pertambangan, pasta gigi, susu kental, dan barang sehari-hari lainnya.
MEC membuka pabrik pasta gigi di Yangon pada tahun 2019 membuat 'Dentomec' menggunakan mesin khusus dari Jerman dan Swedia. Tapi seperti sabun Padonmar, pasta gigi dan sikat Dentomec adalah pemandangan langka di Myanmar.
Menurut Misi Pencarian Fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa 2019, pendapatan yang dihasilkan oleh perusahaan milik militer, mengerdilkan dari perusahaan milik sipil mana pun.
Seorang pedagang mengatakan, larangan rezim bertujuan untuk mempromosikan produknya dengan merampok dari merek dominan, daripada menjadi kompetitif dan bersaing dengan sehat.
"Orang biasa akan menderita sementara mereka yang memiliki koneksi akan menerima izin impor. Harga akan dimanipulasi. Orang yang mampu membelinya harus menggunakan produk di bawah standar," kata pedagang itu, meminta anonimitas.
Baca juga:
- Ditahan Rezim Militer, Aung San Suu Kyi Kehabisan Uang untuk Makan dan Obat
- Temui Pemimpin Rezim Militer Myanmar, Duta Besar China Dukung Pelibatan ASEAN
- Menlu Retno: Dukungan China ke ASEAN Berkontribusi untuk Selesaikan Konflik Myanmar
- Hadapi Rezim Militer dengan Ketapel dan Panah, 20 Warga Myanmar Tewas
Sementara, kelompok kampanye Justice for Myanmar (JFM) mengatakan militer beroperasi di seluruh perekonomian, seperti kartel kriminal yang harus dibongkar.
"Tidak mengherankan bahwa militer sekarang membatasi perdagangan dalam upaya putus asa untuk mencari keuntungan dari kudetanya," tukas JFM.
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.