Bumerang Bagi Jokowi Bila Cawe-cawe Angkat Novel Baswedan Dkk Jadi PNS Lewat Keppres, Dituding Kendalikan KPK
JAKARTA - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang berpesan kepada 75 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk tetap semangat.
Saut percaya, 75 pegawai KPK termasuk Novel Baswedan akan diangkat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui Surat Keputusan Presiden (Keppres).
Pernyataan Saut ini mendapat sindiran dari Pegiat Media Sosial Eko Kuntadhi. Bagi Eko, lucu bila Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta terlibat dalam drama KPK melaui Keppres.
"Bayangin Presiden diminta terlibat pada konflik dan drama KPK. Kalau saya sih mudah membaca arah yang diinginkan mantan pegawai ini sekaligus arah yang disampaikan Saut Situmorang mereka ingin mendorong presiden untuk kembali cawe-cawe atas kisruh dan drama yang sedang berlangsung," jelas Eko dikutip VOI lewat saluran YouTube CokroTV, Jumat, 4 Juni.
Keterlibatan Jokowi lewat Keppres pernah diminta saat Novel Baswedan terjerat kasus dugaan penganiayaan pelaku pencurian sarang burung walet. Kala itu, Novel menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu pada 2004.
Presiden Jokowi diminta mengeluarkan kebijakan yang membebaskan Novel dari tuntutan akibat tewasnya tersangka kasus sarang burung walet.
"Karena Novel pernah terkena kasus itu, desakan pada presiden untuk turun tangan bisa menjadi bumerang sendiri sebetulnya, bisa-bisa presiden akan dituding mau mengendalikan KPK, kan bahaya," terang Eko.
Baca juga:
- Saut Situmorang Minta Novel Baswedan dkk yang Gagal TWK Sabar Tunggu Keppres
- Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK Dianggap Cara Singkirkan Mereka yang Berintegritas
- Eks Komisioner Saut Situmorang Pertanyakan Alasan Sejumlah Pegawai KPK Tak Lolos Jadi ASN
- Dewan Pengawas KPK Diminta Turun Tangan Cari Pengusul Anggaran Pengadaan Mobil Dinas
Paling tepat adalah langkah sejumlah pegawai KPK yang membawa permasalahan ini lewat judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Judicial Review terhadap SK Penonaktifan dan Peraturan Komisioner Nomor 1 Tahun 2021.
Lagi pula, sambung Eko, aneh bila dasar hukum pengangkatan puluhan pegawai KPK menjadi ASN sama dengan pengangkatan komisioner sebagai pimpinan KPK.
"Masa dua-duanya diangkat dengan kekuatan hukum yang sama? Padahal fungsi dan wewenangnya berbeda sangat jauh! Komisioner KPK itu dipilih lewat mekanisme hukum dan politik lewat DPR dan lain-lain, setelah lulus kemudian ditetapkan,"
"Lagi pula kebiasaan mendorong presiden untuk urusan urusan internal di sebuah lembaga negara justru berpotensi menurunkan derajat presiden sendiri. Ini presiden, seolah-olah sistem dan mekanisme organisasi negara gak berjalan, apa-apa harus presiden, apa-apa harus presiden! Saya kira Presiden Jokowi juga enggak bakal mau dalam skenario seperti ini," tegas Eko.