Dewan Pengawas KPK Diminta Turun Tangan Cari Pengusul Anggaran Pengadaan Mobil Dinas
Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK dalam acara serah terima jabatan beberapa waktu lalu (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut pengusul anggaran pengadaan mobil dinas bagi pimpinan dan pejabat struktural di lembaga tersebut.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhan mendorong Tumpak Hatorangan cs memanggil lima Pimpinan KPK untuk mempertanyakan anggaran pengadaan yang belakangan menimbulkan polemik.

"ICW mendorong agar dewan pengawas segera memanggil Pimpinan KPK ikhwal penambahan fasilitas mobil dinas. Jika itu dilakukan, publik berharap Dewan Pengawas dapat mendalami, terutama terkait siapa yang menginisiasi penambahan fasilitas bagi pimpinan dan pejabat struktural KPK dan apakah kesepakatan ini dihasilkan secara kolektif atau hanya beberapa orang pimpinan saja," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Senin, 19 Oktober.

KPK juga didesak secara tegas untuk menghentikan proses pembahasan pembelian mobil dinas ini. Sebab, pernyataan KPK yang menyatakan akan meninjau ulang wacana tersebut justru memberikan kesan multitafsir bagi publik. "Bukan tidak mungkin ketika isu ini mereda, pembahasan penambahan fasilitas ini akan dilanjutkan," tegasnya.

Sebab hal semacam ini disebut Kurnia sudah pernah dilakukan oleh pimpinan KPK era Firli Bahuri terkait dengan rencana kenaikan gaji pimpinan. "Saat itu pernyataan pimpinan seolah-olah menolak, tapi diduga pembahasan tersebut tetap berlanjut," ungkap Kurnia.

Pembahasan soal mobil dinas ini menurut Kurnia harus segera dihentikan agar tak muncul kesan di publik jika KPK sekarang hanya mengharapkan uang dan fasilitas tapi tak sungguh-sungguh dalam memberantas korupsi. 

Wacana soal pengadaan mobil dinas ini memang menimbulkan polemik dan membuat sejumlah mantan Pimpinan KPK berkomentar. Eks Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Saut Situmorang mengatakan, pengadaan mobil dinas ini tidak akan mempengaruhi kinerja Pimpinan KPK. Dia bahkan mengatakan, selama menjabat, dirinya hanya menggunakan mobil Toyota Innova bukan mobil dengan harga miliaran rupiah.

"Tidak ada kaitannya langsunng dengan kinerja pimpinan, misalnya OTT (Operasi Tangkap Tangan) dan kinerja lain. Saya naik Innova empat tahun aman-aman saja," kata Saut dalam keterangannya.

Hal senada juga disampaikan juga oleh eks Wakil Ketua KPK periode 2011-2015 Bambang Widjojanto. Menurutnya, pengadaan mobil ini akan menjadi tidak efisien dan efektif karena tak akan berdampak langsung pada kualitas pemberantasan korupsi di Indonesia.

Pengadaan mobil dinas ini, kata Bambang, juga dianggap tak memberikan teladan bagi lembaga lain karena KPK harusnya menjadi lembaga yang menjunjung efisiensi, efektivitas, dan menjunjung tinggi integritas dan kesederhanaan. 

Selain itu, pengadaan ini juga dirasa tidak tepat dari sisi manajemen karena KPK selama ini dibangun dengan sistem single salary yang di dalamnya terdapat tunjangan transportasi. "Sehingga berdasarkan poin itu seharusnya tidak boleh lagi ada pemberian fasilitas kendaraan karena akan redundant," tegas Bambang.

Sementara eks Ketua KPK periode 2011-2015 Abraham Samad menilai daripada KPK melakukan pengadaan mobil dinas, sebaiknya anggaran tersebut dialihan untuk meningkatkan kerja pemberantasan korupsi termasuk meningkatkan sumber daya manusia di lembaga tersebut.

"Misalnya begini, meningkatkan SDM. Anggaran itu digunakan untuk meningkatkan SDM penyelidik dan penyidik," kata Samad kepada wartawan.

Saran ini diberikan Samad karena dia mengetahui lembaga antirasuah tersebut harus mengurusi kasus korupsi di 34 provinsi yang ada di Indonesia. Hanya saja, KPK selama ini tidak memiliki SDM yang memadai sehingga hal ini membuat penanganan kasus korupsi berjalan lamban karena kurangnya penyelidik dan penyidik.

"Oleh karena itu menurut saya anggarannya mendingan dipakai untuk itu tadi, untuk peningkatan SDM dan memperbanyak penyelidik dan penyidik supaya kasus-kasus itu bisa berjalan," tegasnya.

Sebelumnya, KPK menegaskan usulan anggaran tahun 2021 untuk pengadaan mobil dinas itu dilakukan dengan tujuan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi pimpinan, dewas, dan pejabat struktural. Hal tersebut berpedoman kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 150/PMK.06/2014 terkait perencanaan kebutuhan barang milik negara.

"Proses pengajuannya telah melalui mekanisme sejak review angka dasar, yang meliputi review tahun sebelumnya dan kebutuhan dasar belanja operasional," kata Sekjen KPK Cahya H Harefa saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, dikutip Antara Jumat, 16 Oktober.

Hanya saja, karena polemik terus terjadi di masyarakat termasuk dikritisi oleh mantan pimpinan terdahulu, KPK kemudian memutuskan untuk menunda dan melakukan pembahasan kembali terkait pengadaan mobil dinas ini. 

"Kami sungguh-sungguh mendengar segala masukan masyarakat dan karenanya memutuskan untuk meninjau kembali proses pembahasan anggaran untuk pengadaan mobil dinas jabatan tersebut dan saat ini kami sedang melakukan review untuk memastikan kesesuaian dengan peraturan yang berlaku," tegasnya.

Berdasarkan informasi, anggaran untuk mobil dinas Ketua KPK Firli Bahuri senilai Rp1,45 miliar. Sedangkan empat Wakil Ketua KPK masing-masing mendapatkan anggaran sebesar Rp1 miliar.