Negara Ambil TMII yang Kritis dari Cendana
JAKARTA - Pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) resmi diambil alih negara. Hal itu didasari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan TMII. Ada masalah keuangan yang membuat TMII kritis. Tanda-tanda yang telah terbaca lama.
Perpres 19/2021 diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 31 Maret 2021 dan berlaku sejak diundangkan tanggal 1 April 2021. Perpres 19/2021 mengakhiri 44 tahun pengelolaan TMII di bawah Yayasan Harapan Kita, yang didirikan istri Presiden Soeharto, Sri Hartinah alias Bu Tien.
Selanjutnya, negara membentuk tim transisi yang akan berkoordinasi dengan Yayasan Harapan Kita. Negara memberi waktu tiga bulan untuk Yayasan Harapan Kita menyerahkan pengelolaan TMII, termasuk merampungkan laporan pengelolaan.
"Dalam waktu tiga bulan pengelola yang ada sekarang ini harus memberikan laporan pengelolaan kepada tim transisi dan kemudian pengelolaan selanjutnya akan dibahas oleh tim transisi," kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno dalam konferensi pers virtual, Rabu, 7 April.
Sebelum serah terima dilakukan, Yayasan Harapan Kita dilarang mengubah atau membentuk perjanjian apapun dengan pihak lain soal pengelolaan TMII, kecuali ada persetujuan dari Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Yayasan Harapan Kita juga tak boleh mengganti pengurus, jajaran direksi ataupun manajemen pengelolaan.
Sekretaris Kemensetneg Setya Utama menjelaskan tim transisi pengelolaan TMII diisi oleh pejabat dan pegawai Kemensetneg. Mereka dibantu oleh kelompok kerja (pokja) aset, pokja keuangan, dan pokja hukum.
"Jadi di Perpres 19 Tahun 2021 diatur selama tiga bulan setelah ditetapkannya Perpres ini, tim transisi akan bekerja dan juga badan pengelola TMII di bawah Yayasan Harapan Kita tetap meneruskan pekerjaannya sambil membuat laporan pertanggungjawaban dari pengelolaan selama ini," kata Setya Utama.
[MEMORI: Sejarah TMII: Tekad Soeharto Mewujudkan Keinginan Bu Tien Punya Disneyland]
Selama masa transisi, Pratikno menyebut seluruh staf TMII dapat bekerja seperti biasa. Hak-hak mereka juga akan dipenuhi. Dalam tiga bulan ke depan, TMII juga akan dioperasikan sebagaimana biasanya.
"Para staf tetap bekerja seperti biasanya, tetap mendapatkan hak keuangan dan fasilitas tetap seperti biasanya. Jadi tidak ada yang berubah," kata Pratikno.
Siapa yang kelola TMII nanti?
Meski diambil alih negara, nantinya pemerintah akan menunjuk mitra baru menggantikan Yayasan Harapan Kita untuk mengelola TMII. Belum jelas siapa yang akan ambil pengelolaan TMII, yang jelas penunjukan mitra baru ditargetkan rampung dalam tiga bulan masa transisi.
"Diharapkan di tiga bulan ini juga sudah ada pihak mitra atau pihak ketiga yang ditunjuk tim transisi Kemensetneg. Tentang siapanya nanti, tim sedang berproses," kata Setya Utama.
Mensetneg Pratikno berharap pengelolaan aset 146,7 hekatre ke depan dapat memberi manfaat seluas-luasnya bagi masyarakat. Terkait tugas lain dari tim transisi, Pratikno merinci tim itu juga diminta melakukan inovasi manajemen, termasuk perbaikan kesejahteraan bagi staf TMII.
"Jadi dengan mitra baru kami sedang menyalurkan itu yang sekali lagi poinnya, prinsipnya adalah memberikan manfaat sebesar besarnya untuk masyarakat, memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk negara," Pratikno.
Selebihnya, belum banyak perubahan yang terproyeksi. TMII tetap menjadi taman pelestarian dan pengembangan budaya bangsa. TMII juga tetap diperuntukkan sebagai sarana edukasi. Inovasi yang dimaksud juga belum jelas, kecuali target menjadikan TMII sebagai taman budaya berstandar internasional.
Maksudnya, segala fasilitas TMII akan dimanfaatkan sebagai pusat inovasi dalam era revolusi industri. "Nanti kita menjadi sentra untuk mendorong inovasi kerja sama dari para kreator, para inovator muda Indonesia," kata Pratikno.
Masalah keuangan
Ada beberapa alasan melatarbelakangi pengambilalihan TMII dari keluarga cendana. Yang utama, masalah keuangan. Sebelum diputuskan untuk diambil alih, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta tim legal Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) sempat melakukan audit keuangan.
Hasil audit menyimpulkan perlunya pengelolaan yang lebih baik terhadap TMII. Pengambilalihan diyakini dapat meningkatkan kontribusi TMII bagi negara secara keuangan. Rupanya, selama 44 tahun, TMII tak menyetor uang ke kas negara. Pendapatan TMII tercatat selalu minus.
"Ada temuan dari BPK dari bulan Januari 2021, ini untuk laporan hasil pemeriksaan 2020. Rekomendasinya adalah harus ada pengelolaan yang lebih baik dari Kemensetneg terhadap aset yang dimiliki oleh negara tersebut," kata Sekretaris Kemensetneg Setya Utama.
"Selama ini tidak ada ke negara ... Katanya minus, disubsidi oleh YHK, bisa dikonfirmasi ke Badan Pengelola," kata Setya.
Situasi keuangan ini adalah masalah. Jika merujuk aset negara lain, semisal Gelora Bung Karno atau kawasan Kemayoran, keduanya selalu menyetor uang ke kas negara dalam bentuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Panjangnya masalah keuangan TMII sempat mengemuka pada Juli 2020. Kala itu TMII mengaku kekurangan stok pakan satwa. Manajer Unit Taman Burung dan Museum Komodo Taman Reptil TMII Piter Kombo menjelaskan penurunan pendapatan akibat pandemi menyeret TMII ke titik yang amat rendah.
Biaya operasional, khususnya di Taman Burung dan Museum Komodo Taman Reptil TMII, kata Kombo bergantung pada tiket pengunjung dan biaya sewa tempat. Penurunan jumlah pengunjung terjadi sejak pandemi COVID-19 meluas ke Indonesia. Saat itu pengelola TMII sampai membuka donasi untuk satwa-satwa di Taman Burung dan Museum Komodo Taman Reptil.
"Bantuan yang diterima yang diutamakan dalam bentuk produk pakan. Selain itu juga bisa dalam bentuk uang," kata Kombo, dikutip Kompas.com.
Di tahun yang sama, yakni 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah merekomendasikan agar pengelolaan TMII segera diserahkan ke negara, dalam hal ini Kemensetneg. Dalam pandangan KPK, TMII harus dikelola dan dimanfaatkan sebagaimana barang milik negara lain: memberi kontribusi untuk negara.
Menurut catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di tahun 2018, valuasi TMII mencapai Rp20 triliun. Sementara, KPK mencatat saat ini Kemensetneg memiliki aset dengan nilai Rp571 triliun. Selain TMII, ada juga PPK Kemayoran dan GBK.
"Melalui fokus area intervensi manajemen aset, KPK mendorong untuk dilakukan penertiban, pemulihan dan optimalisasi pemanfaatan aset untuk kepentingan negara," ungkap Plt Jubir KPK Ipi Maryati, dikonfirmasi Kamis, 8 April.
*Baca Informasi lain soal TMII atau baca tulisan menarik lain dari Wardhany Tsa Tsia.