Mahfud Sebut Indonesia Jadi Negara Otoriter dan Kleptokrasi, KIM: Kekhawatiran Berlebihan
JAKARTA - Koalisi Indonesia Maju (KIM) merespons pernyataan mantan Menko Polhukam Mahfud MD yang menilai saat ini daya tahan demokrasi dan negara hukum di Indonesia kian melemah dan menuju ke arah otoritarian.
Politikus Partai Golkar Dave Laksono justru memandang pernyataan Mahfud merupakan kekhawatiran yang berlebihan.
"Saya rasa itu sbuah khawatiran yg agak berlebihan bila dikatakan pemerintahan berikutnya akan menjadi otoriter, ya," ungkap Dave dalam pesan singkat kepada VOI, Minggu, 15 September.
Dave menegaskan, dalam demokrasi terbuka saat ini, informasi dapat mudah terdesiminasi, dan akses mendapatkan berita terkini cepat tersampaikan kepada publik. Hal ini pun bisa mencegah potensi Indonesia menjadi negara kleptokrasi, oligarki, kartelisasi seperti yang dinyatakan Mahfud.
"Dengan sistem demokrasi dan media yang kita miliki, saya yakin akan menjadi penyeimbang serta memastikan tidak akan timbul cara pemerintahan tang menyimpang dari UUD 1945," ucapnya.
Sebelumnya, Mahfud menilai saat ini daya tahan demokrasi dan negara hukum di Indonesia kian melemah. Hal ini diungkapkan Mahfud dalam kuliah perdana tahun 2024 pada Program Magister dan Doktor, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Sabtu.
"Kemudian muncul oligarki, negara yang dikuasai oleh sekelompok kecil orang yang punya modal. Bahakan ada juga yang mengatakan Indonesia sekarang menjadi negara kleptokrasi, negara yang penuh korupsi, negara para pencuri namanya. Ingin mencuri meski sudah punya," kata Mahfud.
Baca juga:
- Pramono-Rano Bakal Sowan ke Jokowi saat Tak Lagi Jabat Presiden
- Cak Lontong: Mas Pramono Ini Tahu Jakarta, Kalau Bang Doel Ini Jakarta Tahu
- Rudal Yaman Picu Sirine Serangan Udara di Israel Tengah, Warga Kocar-kacir
- KIM Plus Kompak Usulkan 3 Nama Pj Gubernur DKI Pengganti Heru Budi, PDIP: Publik akan Menilai
Mahfud memandang, belakangan ini muncul gejala pembalikan arah dalam hukum dan politik. Politik menjadi cenderung otoritarian. Pembentukan peraturan perundang-undangan seolah dibuat secara sepihak.
"Kalau (penguasa ingin), undang-undang dibahas hari ini, sore jadi, besok disahkan bisa. Tapi kalau penguasa tidak ingin, undang-undang bertahun tahun tidak dibahas," urai mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.
Pakar hukum tata negara ini berpandangan, pelemahan demokrasi dan hukum di Indonesia juga berakibat dilakukan dengan kooptas lembaga-lembaga penegakan hukum.
Oleh sebab itu, Mahfud mengingatkan bahwa tugas akademisi dan profesi hukum adalah menjaga dan menegakkannya, selama sistem ketatanegaraan dan konstitusi masih berlaku
"Para profesional dan penegak hukum menegakkan etika profesi, dan tidak melakukan kolusi serta manipulasi," imbuhnya.