Bagikan:

JAKARTA - Kepala aliansi militer Atlantik Utara mengatakan, pakta baru antara Rusia dengan Korea Utara menunjukkan peningkatan keselarasan di antara kekuatan otoriter, menggarisbawahi pentingnya demokrasi yang menghadirkan front persatuan.

Presiden Vladimir Putin dan Pemimpin Kim Jong-un menandatangani perjanjian kemitraan strategis komprehensif baru, saat kedua pemimpin negara bertemu di Istana Kumsusan, Pyongyang Hari Rabu.

Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg mengatakan, Korea Utara telah menyediakan "sejumlah besar amunisi" ke Rusia, sementara China dan Iran mendukung Moskow secara militer dalam perangnya melawan Ukraina.

"Kita perlu menyadari bahwa kekuatan otoriter semakin selaras. Mereka saling mendukung dengan cara yang belum pernah kita lihat sebelumnya," katanya dalam sebuah diskusi panel selama kunjungan resmi ke Ottawa, Kanada, melansir Reuters 20 Juni.

"Ketika mereka semakin selaras, rezim otoriter seperti Korea Utara dan China, Iran, Rusia, maka semakin penting bagi kita untuk selaras sebagai negara yang percaya pada kebebasan dan demokrasi," lanjut Stoltenberg.

penandatanganan perjanjian strategis komprehensif rusia-korea utara
Penandatanganan perjanjian kemitraan strategis komprehensif. (Sumber: Kristina Kormilitsyna/Rossiya Segodny)

Kedekatan yang semakin erat antara Rusia dan negara-negara Asia lainnya berarti semakin penting bagi NATO untuk bekerja sama dengan sekutu di Asia-Pasifik, katanya, seraya menambahkan, inilah sebabnya para pemimpin dari Australia, Jepang, Selandia Baru dan Korea Selatan diundang ke pertemuan puncak NATO di Washington, Amerika Serikat bulan depan.

Diberitakan sebelumnya, Korea Utara dan Rusia memperbarui kemitraan strategis komprehensif, dalam perjanjian yang ditandatangani oleh Presiden Putin dan Pemimpin Kim kemarin.

"Hari ini, sebuah dokumen fundamental baru telah disiapkan yang akan menjadi dasar bagi hubungan kami untuk perspektif jangka panjang," jelas Presiden Putin, melansir TASS.

Adapun Pemimpin Kim mengatakan, perjanjian mengenai kemitraan strategis komprehensif baru antara negaranya dengan Rusia bersifat damai dan defensif.

"Perjanjian yang kuat ini tidak lebih dari sebuah dokumen yang benar-benar konstruktif, menjanjikan, murni bersifat damai dan defensif," ujar Pemimpin Kim usai penandatanganan.

"Saya tidak ragu ini akan menjadi kekuatan pendorong yang akan mempercepat upaya untuk membangun dunia multipolar baru," tambahnya.

jens stoltenberg
Sekjen NATO Jens Stoltenberg. (Sumber: NATO)

Pemimpin Kim menegaskan, perjanjian itu sesuai dengan sifat strategis hubungan antara kedua negara di era baru.

"Waktu telah berubah, begitu pula status Korea Utara dan Rusia dalam geopolitik global," tandasnya.

Saat resepsi untuk menghormati Presiden Putin usai pertemuan kenegaraan, Pemimpin Kim mengatakan, perjanjian kemitraan strategis komprehensif antara Rusia dan negaranya akan membantu menjaga perdamaian dan stabilitas di wilayah tersebut.

"Tidak ada keraguan bahwa Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif antara Korea Utara dan Rusia sebagai program yang hebat akan menjamin hubungan persekutuan antara Korea Utara dan Rusia selama satu abad, (perjanjian itu) akan berkontribusi penuh untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan ini, tujuan untuk membangun negara yang kuat dan kepentingan bersama kedua negara, Korea dan Rusia, serta akan menempatkan keamanan kedua negara pada fondasi yang lebih dapat diandalkan," ujar Pemimpin Kim.

Selain itu, Pemimpin Kim menggambarkan perjanjian itu sebagai "perjanjian antar negara yang paling kuat dan komprehensif dalam sejarah hubungan persahabatan antara Rusia dan Korea Utara."

Seperti yang dijelaskan oleh Ajudan Presiden Rusia Yury Ushakov, dokumen baru ini menggantikan perjanjian persahabatan dan bantuan timbal balik tahun 1961, perjanjian tahun 2000 tentang hubungan bilateral, serta Deklarasi Moskow dan Pyongyang tahun 2000 dan 2001.

Menurut Ushakov, dokumen baru ini diperlukan karena adanya perubahan besar dalam situasi geopolitik di kawasan dan di seluruh dunia serta hubungan bilateral antara Rusia dan Korea Utara.

Pejabat Kremlin itu mengatakan, dokumen baru itu akan mematuhi semua prinsip-prinsip dasar hukum internasional, tidak akan bersifat konfrontatif atau ditujukan kepada negara manapun dan bertujuan untuk memastikan stabilitas yang lebih besar di Asia Timur Laut.