Pejabat Eropa Lakukan Investigasi Dugaan Kebohongan Telegram terkait Jumlah Pengguna
JAKARTA - Pejabat Uni Eropa dikabarkan sedang menyelidiki apakah platform perpesanan Telegram berbohong tentang jumlah penggunanya untuk menghindari regulasi berdasarkan Undang-Undang Layanan Digital (DSA) atau tidak.
“Kami memiliki cara melalui sistem dan perhitungan kami sendiri untuk menentukan seberapa akurat data pengguna,” kata Thomas Regnier, juru bicara Komisi Eropa untuk masalah digital kepada Financial Times, yang dilansir dari Engadget.
Awal tahun ini, Telegram mengklaim memiliki 41 juta pengguna di Eropa. Meskipun, belum ada update terbaru tentang jumlah pengguna aktifnya di wilayah tersebut
Para pejabat kemudian mengklaim kegagalan Telegram untuk mengungkapkan jumlah sebenarnya merupakan bentuk pelanggaran DSA. Sementara, para pejabat meyakini bahwa penyelidikan akan mengungkap bahwa terdapat lebih dari 45 juta penduduk Eropa yang menggunakan Telegram.
Baca juga:
- Hakim Prancis Putuskan Nasib Pavel Durov dalam Kasus Kejahatan Telegram
- Korea Selatan Minta Telegram dan Media Sosial Lainnya Bantu Atasi Kejahatan Seksual Digital
- CEO Telegram Bebas Setelah Membayar Rp85 Miliar, Tapi Harus Tetap Lapor
- Otoritas Prancis Dakwa Pavel Durov dalam Penyelidikan Kriminal Terorganisir di Telegram
Masalah ini datang setelah sebelumnya pendiri dan CEO Telegram Pavel Durov ditangkap di bandara Prancis pada Sabtu lalu. Kendati demikian, Durov sudah dibebaskan setelah membayar 5 juta euro atau Rp85,7 miliar.
Di tengah penyelidikan, jaksa penuntut Prancis mendakwa Durov atas tuduhan keterlibatan dalam mendistribusikan pornografi anak, obat-obatan terlarang, dan perangkat lunak peretasan dan menolak bekerja sama dalam penyelidikan aktivitas ilegal di platformnya.
Meskipun sudah tidak ditahan, Durov masih harus tinggal di Prancis dan berada di bawah pengawasan. Durov juga wajib lapor dua kali seminggu selama masa penyelidikan.