Kapolda Metro soal Pidana Baru Firli Bahuri: Tak Boleh Dicicil, Kemarin Fokus Pemerasan
JAKARTA - Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menyebut pengsutuan dua dugaan tindak pidana baru terkait eks Ketua KPK, Firli Bahur, merupakan hasil koodinasi dengan Kejaksaan. Sebab, sebelumnya penyidik hanya fokus pada dugaan penerimaan gratifikasi dan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo atau SYL.
"Pada prinsipnya dalam asas hukum pidana kami tidak boleh mencicil perkara karena memang kemarin Pasal 36 agak belakang, kita fokus kemarin di pasal pemerasan dan dugaan suap," ujar Karyoto kepada wartawan, Jumat, 5 Juli.
Dua perkara baru yang turut diusut saat ini yakni dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan dugaan pelanggaran pimpinan KPK bertemu dengan pihak berperkara yang tertuang pada Pasal 36 Undang-Undang KPK.
Dengan adanya petunjuk dari jaksa itu, penyidik saat ini mengusut ketiga dugaan tindak pidana yang dilakukan Firli Bahuri.
Sehingga hal itu, kata Karyoto menjadi salah satu alasan penyelisaian perkara Ketua KPK periode 2019 hingga 2023 tersebut berjalan lambat.
"Tapi karena kita sudah koordinasi dengan jaksa kembali bahwa kita tidak boleh mencicil perkara makanya agak lambat kita akan tuntaskan dua-duanya sekaligus," kata Karyoto.
Meski terkesan lama, Karyoto menegaskan seluruh kasus yang terkait Firli Bahuri akan diselesaikan oleh penyidik.
"Mohon waktu semuanya perlu koordinasi hal-hal yang belum dipenuhi segera dipenuhi, keterangan-keterangan apa yang dibutuhkan untuk pemenuhan pasal yang pertama maupun pasal yang kedua," kata Karyoto.
Baca juga:
Adapun, dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan pemerasan, Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan Rabu, 22 November 2023.
Beberapa alat bukti yang menjadi dasar penetapan tersangka yakni, dokumen penukaran valas senilai Rp7,4 miliar. Ada juga hasil ekstraksi 21 ponsel.
Namun, Firli Bahuri hingga saat ini belum dilakukan penahanan. Meski, sudah berstatus tersangka.
Dalam kasus ini, Firli Bahuri dijerat dengan Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana.