Cara Menghindari Crab Mentality, Sindrom Susah Melihat Orang Lain Sukses
JAKARTA - Kisah seorang mahasiswa yang gagal lulus mata kuliah semester viral di media sosial Twitter kemarin. Masalahnya, kegagalan dia bukan akibat ulahnya sendiri, melainkan karena tingkah temannya yang diduga menyabotase tugasnya karena ingin mencari teman agar sama-sama tidak lulus. Perilaku ini dikenal dengan sindrom crab mentality atau mental kepiting. Sindrom ini jamak ditemui bukan hanya di kampus, tapi juga di banyak lingkungan lain seperti tempat kerja, bahkan keluarga. Pertanyaannya, apakah semua manusia memiliki sindrom ini? Kalau iya, bagaimana kita menghindarinya?
Hari itu, menurut cerita yang dibagikan pemilik akun Twitter @AREAJULID, seorang mahasiswa diwajibkan melakukan asistensi dan mengirimkan tugas yang menentukan kelulusannya. Kabarnya, bila ia mengirim tugasnya lebih dari jam 2 siang dan tidak mengikuti asistensi, ia bakal dinyatakan tak lulus mata kuliah tersebut.
Namun hal menjengkelkan pun terjadi. Mahasiswa itu mengaku ponsel yang didalamnya berisi tugas disembunyikan oleh teman satu kampusnya. Ditambah lagi asistensinya pun kabarnya dilakukan lewat aplikasi pesan WhatsApp.
"Eh tau enggak hp dia malah disembunyiin temannya, karena temannya belum siap tugas itu dan enggak mau gagal sendiri," seperti tertulis dalam tangkapan gambar yang dibagikan akun @AREAJULID.
Diceritakan mahasiswa tersebut awalnya pergi sarapan bersama temannya itu. Namun setelah kembali ke kostannya ia tak sadar ponselnya hilang. Kemudian ia mengaku ponsel tersebut dimatikan temannya.
"Terus tiba-tiba temannya itu datang ngembaliin hpnya dengan alasan 'eh hp lu tadi kebawa gua, gua juga baru cek.' Terus waktu dia nangis karena gagal matkul, temannya bilang 'tenang lu enggak sendiri. Gua juga gagal kok' dari itu kita simpulkan emang ulang dia. Mana itu hape mati, tapi pas diidupkan masih ada 40 persen batrainya," tertulis.
Fenomena sosial seperti ini tak hanya terjadi di lingkungan kampus, tapi juga di banyak tempat termasuk lingkungan kerja. Pemilik akun Twitter @dewojnrt_ misalnya, ia menceritakan temannya pernah menghapus pesan undangan wawancara kerja ketika ia meminjam ponsel kawannya yang lain.
"Dulu pas temen gua pinjem hp temennya, tiba-tiba ada pesan masuk undangan interview. Langsung dihapus dong biar sama-sama nganggur," tulisnya.
Dari kasus tersebut terlihat baik si mahasiswa yang menyembunyikan ponsel dan rekan pemilik akun @dewojnrt_ seperti seseorang yang mengalami sindrom mental kepiting. Tanda-tandanya persis.
Loretta G. Breuning, seorang profesor ahli otak mamalia dari California State University, dalam tulisannya di Psychology Today menjelaskan beberapa ciri orang yang mengalami crab mentality. Antara lain, merasa iri dengan kemajuan temannya, merasa dirinya disabotase oleh keluarganya, dan berlaku tak ramah kepada rekannya yang membuat prestasi.
"Jika Anda pernah merasakan semua ini, ada kemungkinan besar Anda mengalami mentalitas kepiting," tulisnya. Lantas apa itu crab mentality?
Sifat alami
Breuning menjelaskan, crab mentality yakni sebuah perumpamaan perilaku yang menyerupai kepiting. Sebab jika kita menangkap kepiting dan menaruhnya di ember, maka mereka tak akan membiarkan satu pun kawannya keluar dari ember.
Ketika ada yang mencoba melarikan diri entah dengan dirinya sendiri maupun diambil oleh seseorang, maka kawanan kepiting akan menariknya ke bawah. "Berbagi kegembiraan dalam kesengsaraan. Perilaku serupa telah diamati pada manusia, meskipun dalam keadaan yang berbeda."
Breuning, mengatakan, seekor kepiting sebenarnya melakukan hal tersebut secara tidak sadar. Perilaku itu alamiah, kata Breuning.
Memang, menurut Breuning manusia sebagai mamalia tak bisa disamakan dengan kepiting yang merupakan binatang krustasea. Untuk itu penting memahami bagaimana mamalia bisa bergantung kepada orang lain.
Secara alamiah, mamalia mencari keselamatan kepada banyak orang untuk melindungi dari predator. Faktor alam membuat otak manusia memproduksi hormon oksitosin yang memicu perasaan menyenangkan ketika seseorang menemukan dukungan sosial. Sebaliknya, otak manusia akan meningkatkan produksi hormon yang memicu perasaan tidak enak (kortisol) ketika dukungan sosialnya berkurang.
Menurut Breuning, hidup berkelompok memang dapat diartikan sebagai persaingan terus menerus untuk mendapatkan makanan dan pasangan. "Secara alami otak dirancang untuk mengeluarkan hormon serotonin ketika seseorang merasa berada dalam posisi yang kuat, seraya mengingatkan seseorang ketika berada dalam posisi terancam yang ditandai dengan diproduksinya hormon kortisol."
Manusia, lanjut Breuning, secara tidak sadar selalu mencari posisi yang lebih tinggi. Sama tak sadarnya ketika seseorang takut untuk berada pada posisi bawah. Dan ketika proses itu terjadi otak kita tak dapat memprosesnya ke dalam bentuk kata-kata, namun orang lain bisa melihat impuls tersebut melalui prilaku.
Kata Breuning, manusia berjuang untuk merasa nyaman dengan otak yang menyimpan perasaan baik untuk dapat bertahan hidup di alam. Semakin baik kita memahami bagaimana cara kerja otak mamalia, semakin baik pula keputusan yang bisa kita buat.
Crab mentality sejatinya bisa dikendalikan dengan cara mengenali bagaimana perilaku alamiah tubuh kita. Sindrom ini mungkin tak bisa dihilangkan sepenuhnya dari tubuh, sebab ini adalah perasaan alami manusia. Tapi Breuning tau cara bagaimana meminimalisir dampak dari crab mentality. Berikut di antaranya:
1. Kegigihan
Kegigihan adalah salah satu cara untuk tetap mempertahankan pendirian kita. Ketika ada orang lain yang memberikan komentar negatif, tak perlu didengarkan dan tetap lakukan apa yang benar menurut kita. Dengan begitu, seseorang tidak akan memusingkan kritik atau sindiran orang lain terhadap apa yang kita lakukan.
2. Mengembangkan diri sendiri
Dalam hal ini kita wajib untuk terus bersemangat dalam mengembangkan kemampuan. Agar rasa percaya diri kita semakin meningkat dan tidak mudah terhasut oleh komentar orang lain.
3. Menjadi model bagi orang lain
Ketika kita tahu bahwa ada tujuan dari tindakan kita, maka akan lebih sulit seseorang untuk menjatuhkan kita. Dengan menerapkan kebiasaan baik ke dalam hidup kita, maka kita bisa memengaruhi orang lain. Orang-orang yang menghormati kita ini berfungsi sebagai dorongan ekstra untuk tidak ditarik kembali ke keadaan yang tidak diinginkan.
4. Bertahan dari kegagalan
Kegagalan merupakan sebuah keniscayaan. Semua orang pasti pernah mengalami hal tersebut.
BERNAS Lainnya
Baca juga:
- Indonesia Negara dengan Sugar Daddy Terbanyak di Asia Tenggara, Sebuah Survei Jelaskan Penyebabnya
- Potongan Gulungan Naskah Laut Mati Berusia Dua Ribu Tahun Ditemukan
- Vatikan Larang Pernikahan Sejenis Ketika Paus Dukung Persatuan Sipil, Bagaimana Katolik Melihat Homoseksual?
- Aktor Muslim, Asia dan Kulit Hitam Plus 2 Sutradara Perempuan, Bukti Keberagaman Nominasi Oscar 2021