KPK Minta Istri Edhy Prabowo Kooperatif Penuhi Panggilan Penyidik
JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra yang juga istri mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Iis Rosyita Dewi mangkir dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap izin ekspor benur yang menjerat suaminya.
Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan, Iis tak menyampaikan alasan ketidakhadirannya saat dipanggil pada Jumat, 5 Maret kemarin.
"Tidak hadir dan tanpa konfirmasi kepada tim penyidik KPK, Iis Rosyita Dewi," kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Sabtu, 6 Maret.
Selain Iis, ada enam orang lainnya yang juga tidak hadir dalam pemeriksaan tersebut. Mereka adalah karyawan swasta atas nama Mohammad Ridho, pensiunan PNS Mohammad Sadik, mahasiswi bernama Siti Maryam, staf hukum operasional BCA Randy Bagas Prasetya, notaris Lies Herminingsih, dan wiraswata bernama Ade Mulyana Saleh.
"KPK mengimbau dan mengingatkan dengan tegas kepada pihak-pihak yang telah dipanggil secara patut menurut hukum untuk kooperatif hadir memenuhi panggilan tersebut," ungkapnya.
Iis, istri Edhy sebelumnya juga sudah pernah diperiksa KPK. Selain itu, karena kasus suap dirinya juga dicegah untuk berpergian ke luar negeri selama enam bulan.
Baca juga:
- Presidium PPI: KLB Mulanya dari SBY, Mantan Presiden RI Itu Juga yang Mempelopori Kudeta Anas Urbaningrum
- Mahfud MD: Pemerintah Tak Ada Urusan dengan Internal Demokrat, seperti Dulu SBY Tak Larang Kudeta PKB
- Fakta! Laki-laki di Jakarta Selatan Paling Royal Se-Indonesia untuk Urusan Belanja
- Perusahaan Properti Milik Konglomerat Eka Tjipta Widjaja Luncurkan Program Wish for Home dengan Beragam Diskon
Dalam kasus suap ekspor benur atau benih lobster ini, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).
Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).
Edhy ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar dan 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.
Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.
Uang ini dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istri-nya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, sepeda roadbike, dan baju Old Navy.