Ingin Tiru Singapura Soal Konser Taylor Swift, Pemerintah Seharusnya Jangan Berpikir Parsial

JAKARTA – Pemerintah Indonesia dinilai terlalu berpikir parsial sehingga tak menganggap pertunjukan konser artis mancanegara sebagai hal yang bisa mendatangkan cuan. Ketika Singapura berhasil dengan konser Taylor Swift, Indonesia baru ‘tergerak’ untuk meniru apa yang dilakukan negara tetangga.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menggagas penyelenggaraan konser musik ekslusif untuk menandingi Singapura mengontrak penyanyi asal Amerika Serikat, Taylor Swift.

“Apa yang diberikan Singapura, kita berikan sama dia (artisnya). Kita harus berani bersaing, kalau Singapura bisa untung, masa kita tidak bisa?” kata Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan pada penutupan Business Matching 2024 di Sanur, Denpasar, Kamis (7/2/2024).

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan memberikan sambutan pada penutupan Business Matching 2024 di Sanur, Denpasar, Bali, Kamis (7/3/2024) (Antara/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna)

Pernyataan Luhut sepertinya untuk merespon kabar yang beredar soal campur tangan pemerintah dalam mendatangkan Taylor Swift ke Singapura. Sebelum musisi 34 tahun itu menggelar konsernya di Singapura, Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin menuding negara tersebut menjalin kesepakatan untuk memastikan sang penyanyi untuk tidak tampil di tempat lain di Asia Tenggara.

PM Thailand itu juga menyebut pemerintah Singapura menawarkan fulus 2 sampai 3 juta dolar AS atau sekitar Rp31 miliar – Rp46 miliar untuk eksklusivitas Swift di negara dengan ikon kepala singa tersebut.

Pihak Singapura tidak menampik kabar tersebut, namun mereka mengklaim uang yang diberikan kepada Taylor Swift tidak sebesar seperti yang diberitakan. Menteri Budaya, Komunitas, dan Pemuda Singapura menolak besaran angka sebenarnya karena alasan “rahasia bisnis”.

Investasi Cerdas Singapura

Pengakuan Singapura bahwa mereka melakukan ‘monopoli’ dalam mendatangkan Taylor Swift langsung menghebohkan. Seorang anggota parlemen Filipina menyebut apa yang dilakukan Singapura bukanlah sikap “negara tetangga yang baik”. Namun klaim ini dibantah PM Singapura Lee Hsien Loong. Ia menyebut apa yang terjadi merupakan sebuah negosiasi antara agen-agen mereka dengan Taylor Swift dan berbuah kesepakatan yang sukses.

Singapura jelas boleh bangga karena menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang didatangi pelantun Cruel Summer tersebut. Ketika mereka kemudian mengklaim konser Taylor Swift berjalan sangat sukses, mungkin ada benarnya. Peraih 12 Grammy Award ini manggung di International Stadium Singapura selama enam hari, pada 2-4 Maret dan 7-9 Maret 2024 dengan masing-masing hari dipadati puluhan ribu Swifties, sebutan untuk penggemar Taylor Swift.

Gegap gempita konser sang artis bahkan sudah terasa sejak penjualan tiket pada 5 Juli 2023 melalui sistem presale dan tiket umum dijual pada 7 Juli 2023. Seluruh tiket ludes terjual hanya dalam sekejap.

Aksi Taylor Swift saat konser di Tokyo, Jepang. (Instagram/@taylorswift)

Konser Taylor Swift selama enam hari di Singapura langsung menjadi pusat perhatian. Ratusan ribu penggemar dari Asia Tenggara dipaksa berbondong-bondong ke Singapura untuk menyaksikan lantunan lagu-lagu dari artis kesayangan mereka lewat konser bertajuk Eras Tour.

Buat Singapura, ini adalah keberhasilan. Singapura mendapatkan pemasukan super besar, tidak hanya dari penjualan tiket, tapi juga hotel-hotel yang penuh, penerbangan yang padat, dan lainnya.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengakui konser tersebut sebagai investasi yang sangat cerdas. Menurut estimasi dari pihaknya, sebanyak 20 atau 30 persen dari total jumlah penonton konser berasal dari Indonesia.

“Per konser itu estimasi dampaknya sekitar 93 juta dolar AS (Rp1,4 triliun), berarti kan ada 15 juta dolar AS - 20 juta dolar AS (Rp234 miliar - Rp312 miliar) yang dikontribusikan penonton dari Indonesia. Itu baru dari konsernya saja. Belum dari kamar hotelnya, belanja merchandise,” ujar Sandiaga.

Jangan Biarkan Promotor Bekerja Sendirian

Sementara itu, CEO PT Rajawali Indonesia Communication Anas Syahrul Alimi mengatakan, Indonesia memiliki kemampuan untuk menandingi Singapura dalam menggelar konser serupa konser Taylor Swift. Syaratnya, negara ikut mendukung dari segi dana, persis seperti yang dilakukan negara tetangga.

Anas menuturkan, sebenarnya sudah sejak lama ia melihat konser musik sebagai salah satu sumber pemasukan negara. Tapi sayangnya, Indonesia masih belum memandang pertunjukan musik sebagai sumber devisa. Dengan pemerintah turun tangan langsung, Anas optimistis Indonesia bisa meniru Singapura.

Mengutip Kompas, direktur penelitian makro ekonomi di Maybank, Erica Tay mengatakan konser Taylor Swift yang digelar selama enam hari di Singapura dapat menghasilkan pendapatan pariwisata sebesar 350 juta hingga 500 juta dolar Singapura atau setara Rp5,8 triliun.

Caption

“Sangat bisa (seperti Singapura). Sebenarnya kalau pemerintah sudah siap, kalau negara hadir dengan men-support dari sisi dana, sangat mungkin sekali,” ujar Anas ketika dihubungi VOI.

“Strategi politik bisnis Singapura ini lebih dahsyat dari Indonesia. Mereka sangat tahu betul pasar mereka adalah Indonesia. Sebaliknya, Indonesia selalu berpikir parsial, sangat sektoral, tidak berpikir kepentingan negara yang lebih besar. Kami sebagai promotor selalu dibiarkan sendiri,” imbuhnya.

Kehadiran maestro berdarah Yunani Giannis Chrysomallis alias Yanni pada Prambanan Jazz Festival 2019 dan komposer India AR Rahman yang akan menjadi salah satu pengisi edisi 2024 pada awal Juli mendatang, menjadi bukti bahwa Indonesia sebenarnya mampu mendatangkan artis mancanegara secara eksklusif.

Sebagai promotor yang sudah berhasil menggelar konser musikus lokal hingga internasional sejak lama, Anas tahu betul bagaimana jatuh bangunnya menekuni bidang ini. Dikatakan Anas, salah satu kendala mendatangkan artis internasional adalah karena promotor dibiarkan bekerja sendirian.

Padahal ia yakin pertunjukan musik, apalagi berskala internasional memiliki potensi ekonomi yang besar sebagai pundi-pundi pendapatan berupa devisa. Tidak hanya dari penjualan tiket, tapi juga tingkat okupansi hotel, tiket penerbangan, hingga merchandise.

“Kami selaku promotor tidak punya kekuatan dari sisi finansial. Kalau dibantu negara, duitnya jauh lebih besar. Nah itu yang dilakukan Singapura,” tutur Anas, yang juga promotor Prambanan Jazz Festival.

“Selama ini kita gak sadar, berapa triliun lari ke Singapura. Kami sudah teriak dari dulu tapi kita gak sadar, ketika Singapura ngaku, baru kita sadar,” katanya lagi.

Menko Luhut mengaku sudah mengadakan rapat terkait rencana penyelenggaraan konser musim untuk menandingi Singapura, dan memutuskan dalam enam bulan. Salah satu pelaku usaha bidang hiburan yang mendatangkan artis luar negeri, sudah mendapatkan izin kegiatan. Ia pun meminta pelaku usaha itu untuk melakukan kontrak dengan artis lain dan mengadakan konser tandingan.

Anas merepons pernyataan Luhut dan berharap pekerjaan besar ini tidak jatuh ke tangan yang salah, karena efeknya akan besar untuk negara.

“Yang ditunjuk Luhut siapa? Harus clear, jangan sampai jatuh ke tangan yang salah. Jadi tidak hanya sekadar narasi besar,” ucapnya.

“Ide pemerintah ini disambut baik, tapi harus melibatkan orang-orang yang tepat. Harus clear, harus memang paham jalurnya,” Anas menjelaskan.