JAKARTA – Kampanye Hari Perempuan Internasional tahun ini mengusung tema inspire inclusion, yang menekankan pentingnya inklusi dalam mencapai kesetaraan gender. Sampai hari ini, satu abad lebih orang-orang merayakan Hari Perempuan Internasional yang diperingati pada 8 Maret setiap tahunnya.
“Ketika kita menginspirasi orang lain untuk memahami dan menghargai inklusi perempuan, kita menciptakan dunia yang lebih baik,” demikian dikutip laman resmi International Women’s Day (IWD).
Melalui Hari Perempuan Internasional, baik perempuan maupun pria di seluruh dunia diingatkan tentang kekuatan solidaritas dan pentingnya tindakan kolektif dalam mewujudkan dunia yang lebih adil dan inklusif.
IWD menegaskan, peringatan Hari Perempuan Internasional tidak secara spesifik ditujukan untuk suatu negara, kelompok, atau organisasi. Ini adalah hari aktivisme global dan perayaan kolektif yang menjadi milik semua pihak yang berkomitmen untuk mendorong kesetaraan perempuan.
Gloria Steinem, seorang jurnalis sekaligus aktivis ternama dunia pernah menjelaskan, “Kisah perjuangan untuk perempuan bukanlah milik seorang feminis atau organisasi mana pun, melainkan milik upaya kolektif semua orang yang peduli terhadap hak asasi manusia.”
Inklusi di Berbagai Aspek
Secara harfiah, inspire inclusion berarti menginspirasi inklusi. Sederhananya, IWD menyebut tema ini sebagai sebuah seruan untuk semua pihak agar lebih menghargai dan mempraktikkan inklusi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan.
Tujuan dari kampanye ini untuk menciptakan dunia yang lebih inklusif dan ketika perempuan merasa terinspirasi untuk terlibat, maka akan muncul rasa memiliki, relevansi, dan pemberdayaan.
Inklusi yang dimaksud bukan hanya tentang memberi ruang, tapi juga tentang menghargai kontribusi dan keberadaan perempuan dalam segala aspek.
Tema kampanye tahun ini menggarisbawahi pentingnya peran inklusi dalam mencapai kesetaraan gender. Dengan mempromosikan inklusi, diharapkan setiap individu, komunitas, dan institusi dapat terinspirasi untuk beraksi.
Hal ini nantinya diharapkan bisa memperluas peluang bagi perempuan, serta menghilangkan hambatan yang menyulitkan partisipasi perempuan dalam berbagai bidang.
Sementara itu, Badan PBB untuk pemberdayaan perempuan, UN Women, mengusung tema berbeda dalam perayaan Hari Perempuan Internasional. UN Women memiliki tema Invest in Women: Accelerate progress. UN Women menyoroti pentingnya investasi pada kesetaraan gender bagi perempuan untuk mempercepat kemajuan sebuah negara.
BACA JUGA:
"Manfaat berinvestasi pada kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan tidak hanya dinikmati oleh perempuan saja, tetapi juga masyarakat," kata Kepala Program UN Women Indonesia Dwi Faiz, disitat Antara.
Menurut Dwi Faiz, perempuan memiliki kekuatan luar biasa untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, sehingga investasi untuk menjamin hak-hak perempuan dan anak perempuan adalah salah satu cara untuk memastikan perekonomian yang adil dan sejahtera.
Salah satu tantangan dalam mencapai kesetaraan gender pada 2030 adalah kurangnya pendanaan. Menurut Dwi, investasi sebesar 360 miliar dolar AS (sekitar Rp5,65 kuadriliun) per tahun diperlukan untuk mencapai kesetaraan gender di dunia.
Bermula dari Unjuk Rasa di New York
Gerakan perempuan di awal abad ke-20 menjadi cikal bakal lahirnya Hari Perempuan Internasional. Saat itu, perempuan mulai menyuarakan hak-hak mereka, termasuk hak untuk bekerja, mendapatkan upah yang layak, dan hal pilih.
Sampai kemudian terjadilah peristiwa penting pada tahun 1908 ketika 15.000 perempuan menggelar unjuk rasa di New York, Amerika Serikat, yang menuntut jam kerja yang lebih singkat, gaji yang lebih baik, dan hak untuk memilih, seperti disitat laman International Women’s Day.
Setahun setelahnya, Partai Sosialis Amerika untuk pertama kali mendeklarasikan Hari Perempuan Nasional pada 28 Februari dan peringatan ini terus berlanjut setiap hari Minggu terakhir di bulan Februari sampai 1913.
Namun pada 1910 dalam Konferensi Buruh Perempuan kedua yang digelar di Kopenhagen, seorang aktivis komunis yang mengadvokasi perempuan bernama Clara Zetkin menginisiasi ide Hari Perempuan Internasional. Ia mengatakan setiap tahunnya di setiap negara harus merayakan Hari Perempuan di hari yang sama. Konferensi yang dihadiri lebih dari 100 perempuan dari 17 negara ini kemudian menyambut positif gagasan Zetkin.
Setelah mencapai kesepakatan, Hari Perempuan Internasional untuk pertama kali digelar di Austria, Denmark, Jerman, dan Swiss pada 19 Maret 1911. Lebih dari 100 orang, baik perempuan dan laki-laki, menghadiri kampanye perdana IWD untuk menyuarakan hak-hak perempuan untuk bekerja, memilih, dilatih, memegang jabatan publik dan mengakhiri diskriminasi.
Namun, tanggal pasti perayaan ini belum diformulasikan sampai akhirnya pada 1918 ketika perempuan di Rusia memulai demonstrasi yang disebut “Bread and Peace” sebagai respons atas meninggalnya lebih dari dua juta tantara Rusia dalam Perang Dunia pertama.
Meski ditentang oleh para pemimpin politik, kelompok perempuan terus melakukan pemogokan hingga empat hari kemudian Czar dipaksa turun takhta, lalu pemerintahan sementara memberi perempuan hak untuk memilih.
Saat itu, tanggal terjadinya aksi perempuan pada 23 Februari kalender Julian yang digunakan di Rusia saat itu. Tapi dalam kalender Gregorian, itu terjadi pada 8 Maret dan ini yang kita peringati sampai sekarang.