Rusia Bantah Buka Peluang Pembicaraan Damai dengan Ukrina
JAKARTA - Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov membantah Moskow dan Kiev akan mengadakan pembicaraan damai langsung di Jenewa.
"Ukraina tidak berhak memutuskan kapan harus mulai membicarakan secara serius mengenai kondisi realistis guna mengakhiri konflik ini," kata dia dalam konferensi pers di Moskow dilansir ANTARA dari Anadolu, Kamis, 19 Januari.
"Penting sekali membahas kondisi-kondisi untuk mengakhiri konflik di Ukraina bersama Barat, namun negara-negara Barat tidak tertarik pada soal ini. Mereka sama sekali tak membahas penyelesaian konflik," kata Lavrov.
Dia menegaskan Barat hanya mengenal gagasan gencatan senjata guna memberi kesempatan kepada Ukraina untuk mempersenjatai kembali.
Menurut Lavrov, konflik tersebut seharusnya sudah bisa diselesaikan beberapa tahun lalu tetapi Barat "tak membolehkannya".
Sebaliknya Barat malah mendorong Ukraina agar semakin agresif melancarkan serangan ke dalam wilayah Rusia, kata dia.
Dia mengkritik militer Ukraina karena menempatkan sistem pertahanan udara di daerah permukiman sehingga warga sipil menjadi tamengnya.
"Hal ini terjadi terus menerus," kata Lavrov.
Lavrov menegaskan tentara Rusia berkomitmen menghormati norma-norma kemanusiaan internasional dan "hanya menggunakan senjata presisi tinggi untuk membidik sasaran-sasaran militer."
Lavrov mengatakan pengalaman di Afganistan, Irak dan Libya membuatnya beranggapan Ukraina juga akan mengalami nasib yang sama.
Dia menyebutkan retorika-retorika negara-negara Barat telah berubah, dengan berganti dari mendukung Kiev "selama diperlukan," menjadi mendukung "selama memungkinkan."
Baca juga:
- Dilaporkan ke Bawaslu, Ridwan Kamil Klarifikasi: Saya Undangan BPD, Tidak Ada Bagi-bagi Uang
- Kabinet Jokowi Digoyang Isu Menteri Mundur, Wapres: Di Internal Tidak Ada Apa-apa
- Wapres Ma’ruf Amin Sebut Izin Cuti Kampanye Menteri Dievaluasi terkait Kinerja
- Dapat Hikmat dari Tuhan, Maruarar Sirait Nyatakan Dukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024
Lavrov mengecam mereka yang menyebut Ukraina menjunjung nilai-nilai demokrasi karena faktnya mereka menganiaya lawan politik, kelompok etnis, dan institusi keagamaan, sementara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menolak menggelar pemilu pada akhir masa jabatannya tahun ini.
Dia juga menegaskan "operasi militer khusus" telah menyatukan rakyat Rusia, sementara aktivitas industri meningkat drastis meski dijatuhi sanksi.
Lavrov juga mengutip kalimat mantan presiden Ceko Vaclav Klaus yang menyatakan konflik di Ukraina dimulai pada 2008 ketika NATO membuka pintu bagi Ukraina.