Antara Intelektual, Data dan Kepentingan Publik
JAKARTA - Ketiga kandidat calon presiden 2024, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan dan Prabowo Subianto telah menyelesaikan debat ketiga capres yang diselenggarakan Komisi Pemilihan umum (KPU RI) pada Minggu, (7/1).
Berdasarkan poling yang digelar litbang Kompas pada tanggal 7 Januari pukul 19.30-20.00 WIB mayoritas penonton puas dengan penampilan ketiga kandidat capres 2024 di debat ketiga tersebut. Poling tersebut diikuti 200 responden yang tersebar di setiap provinsi dengan menggunakan metode wawancara. Tingkat kepercayaannya 95 persen dengan margin of error kurang lebih 6,76 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.
Menurut hasil litbang Kompas, capres dari nomor urut dua mendapat nilai paling kecil yakni 6.9. Nilai tertinggi berada di capres nomor urut tiga dengan angka 7,8, sementara capres nomor urut satu mendapat nilai 7,2.
Dari penilaian terkait menjawab pertanyaan dengan benar dan lugas, Ganjar dan Anies sama-sama mendapatkan nilai 7,4. Sementara Prabowo ada di posisi buntut dengan angka 6,9 persen
Direktur Riset Trust Indonesia, Ahmad Fadli mengatakan seharusnya Prabowo Subianto tidak perlu terlihat emosi dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Ganjar dan Anies.
"Terkait tantangan adu data yang diucapkan Ganjar, jika Pak Prabowo tidak emosi, tentu dia bisa menjawab dengan santai tantangan dari Ganjar. Toh tantangan itu bagian dari pekerjaannya sebagai menteri pertahanan (Menhan) kan," kata Ahmad Fadli kepada VOI, Selasa, 9 Januari.
Baca juga:
Fadli menyebutkan, ketidaksiapan Prabowo dalam debat ketiga terlihat jelas. Pria berkacamata ini juga menyebutkan Prabowo seakan tidak pernah mau belajar dari setiap proses debat yang pernah dilaluinya.
"Pak Prabowo seakan tidak pernah mau belajar dari beberapa proses debat yang pernah dilaluinya. Pak Prabowo lebih percaya akan data yang diberikan tim intelijennya daripada tim pakarnya. Alhasil, saat diserang Anies sedikit, dia tampak tidak terlihat siap untuk menjawab," kata Ahmad Fadli.
Hal ini belum ditambah dengan sikap Prabowo yang terkesan tegang hingga tidak bisa menjawab dengan lugas terkait data alutsista yang berada di kementeriannya. Sikap tegang tersebut membuat perspektif sendiri bagi penilaian publik.
“Ketegangan itu datang akibat ada data yang ditutup-tutupi oleh Prabowo. Seharusnya Prabowo menyampaikan highlight-highlight-nya. Sering kali Prabowo menyinggung Menkeu, Sri Mulyani yang tidak meloloskan (anggaran) terkait dengan alutsista kita,"katanya.
"Melihat debat capres itu seharusnya seperti kita melihat pertandingan final piala dunia. Debat calon kepala negara itu memang harus memiliki sisi intelektual, kelengkapan data yang dikombinasikan dengan brutalitas sedikit jika perlu. Pemimpin negara itu harus punya nyali yang besar dan diplomasi di atas rata-rata,"tambahnya.
Fadli menyebutkan seberapa jauh penampilan para kandidat akan mendatangkan manfaat elektoral. Menurut studi menyebut, debat tidak terlalu berdampak bagi perpindahan suara. Debat lebih mengokohkan dukungan konstituen pada pihak yang telah dijagokannya sedari awal.
Antara Negative Champaign dan Black Campaign
Capres dengan nomor urut satu, Anies Baswedan dalam debat ketiga seakan menjadi sosok yang baru. Anies berubah menjadi sosok yang lihai dan kejam saat memeragakan negative campaign terhadap Prabowo selaku Menhan. Black Campaign dan negative Champaign tentu memiliki makna sendiri-sendiri.
Black campaign merupakan model kampanye dengan cara membuat suatu isu atau gosip yang ditujukan kepada pihak lawan, tanpa didukung fakta atau bukti yang jelas (fitnah). Sementara negative campaign itu menyampaikan sisi yang buruk atau negatif dari seorang calon walau faktanya demikian, itu tidak ada hukumannya.
"Bedakan negative campaign dengan black campaign. Ketika Prabowo menyebut data Anies salah semua, Prabowo ingin mengunci persepsi publik bahwa Anies memainkan black campaign," kata Ahmad Fadli.
"Tapi karena sebatas menyanggah, tanpa menyajikan data tandingan, maka penilaian Prabowo itu menjadi tak beralasan. Apalagi, ketika di-Google, angka-angka dan ilustrasi "ordal" yang Anies lontarkan ternyata dengan mudahnya terkonfirmasi," katanya.
Anies kian berhasil menunjukkan distinct position-nya bahwa dirinya oposan, dan pelopor dari perubahan. Ganjar memang berdiri di tengah-tengah. Tapi siapa pun bisa meramal: andai Ganjar tak lolos ke putaran kedua Pilpres, ke mana gerangan biduk akan dikayuhnya
Ketiga Capres Tidak Konsisten dalam Visi-Misi
Visi dan Misi yang disampaikan ketiga kandidat capres dalam Debat Ketiga Capres 2024 yang digelar KPU dinilai sudah cukup baik. Sayangnya dari pernyataan visi dan misi para capres tidak diikuti dengan bagaimana cara mewujudkannya.
Peneliti sekaligus Ketua Departemen Hubungan Internasional Center for Strategic and International Studies (CSIS) Lina Alexandra menyebutkan jawaban-jawaban yang diberikan para capres tidak konsisten.
Dalam penyampaian visi misi terkait hubungan internasional, capres nomor urut 1 Anies Baswedan menekankan pentingnya Indonesia hadir menjadi penentu arah perdamaian dan kemakmuran bagi seluruh bangsa, dan menjadikan budaya sebagai kekuatan bangsa di kancah internasional.
Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto menekankan bahwa dirinya akan melanjutkan kebijakan politik bebas aktif dan menjalankan politik tetangga baik dengan menjalin hubungan baik dengan negara-negara lain.
Sedangkan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo menekankan pentingnya meredefinisi politik bebas aktif yang selaras kondisi kekinian guna menyesuaikannya dengan kepentingan bangsa. Dia juga menekankan pentingnya memperkuat infrastruktur diplomasi dan loyalitas pada kesepakatan tentang dekolonisasi dengan membantu membebaskan semua bangsa tanpa mengintervensi satu dengan yang lain.
Lina mencontohkan jawaban capres Ganjar tentang redifinisi politik bebas aktif yang kemudian tidak dirinci melalui strategi yang akan diambil.
"Itu kan statement di awal ya. Tapi, kemudian di dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan saya rasa tidak terlalu kelihatan bagaimana strategi untuk meredefinisi politik bebas aktif," katanya Lina yang dikutip VOI dari akun Youtube CSIS, Selasa, 9 Januari.
Lina juga menyebutkan kesalahan Anies ada dalam isu konflik di China Selatan. Anies menjawab perlunya untuk mendorong peran ASEAN dalam penyelesaian Laut China Selatan dan menjadikan Indonesia sebagai pemimpin ASEAN, dinilai Lina sebagai jawaban yang cukup standar atau normatif. Wanita ini beralasan, mantan Gubernur DKI itu tidak menjelaskan secara gamblang bagaimana Indonesia bisa menjadi pemimpin ASEAN dan menyelesaikan permasalahan isu China Selatan.
Untuk Capres dengan nomor urut 2,disebutkan Lina, jawaban-jawaban yang diberikan Prabowo Subianto penuh dengan nuansa provokatif. "Misalnya ketika ditanya strategi penguatan kerja sama Selatan-Selatan. Dia langsung bilang Indonesia harus jadi pemimpin semua negara dan bahwa negara-negara lain menghormati Indonesia, dan sebagainya," katanya.
ASEAN Itu Sokoguru Indonesia
Peran ASEAN sebagai tiang penyangga dari politik luar negeri Indonesia tertulis dalam Piagam ASEAN dan dikuatkan di Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Piagam ASEAN.
Pengamat hubungan internasional dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Shafiah Muhibat, juga menyayangkan ketiga capres tidak mengupas peran ASEAN lebih dalam dan menegaskan apakah Indonesia akan menjadi pemimpin ASEAN atau tetap seperti sekarang.
Dalam UU No 38/2018 dijelaskan bahwa Indonesia memiliki kepentingan strategis di ASEAN untuk memperkuat posisi Indonesia di kawasan dan mencapai kepentingan nasional secara maksimal di berbagai bidang, khususnya di bidang politik dan keamanan, ekonomi, dan sosial budaya.
"Kalau sokoguru harusnya ASEAN menjadi instrumen penting bagi Indonesia, tetapi sedikit sekali ASEAN disinggung ketika debat capres kemarin dan hampir tidak disebut sebagai instrumen maupun modalitas politik luar negeri Indonesia,"tandasnya.