Korupsi adalah Penyakit Mental, bukan Kesalahan Istri: Tanggapan terhadap Pernyataan Cawapres Mahfud MD
JAKARTA – "Banyak koruptor-koruptor itu yang sekarang masuk penjara, karena tuntutan istrinya. Gajinya cuma Rp20 juta, belanjanya Rp50juta, gajinya Rp2 juta, belanjanya Rp5 juta, yang dituntut dari suaminya,” kata Mahfud MD.
Pernyataan tersebut diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan saat menghadiri acara Halakah Kebangsaan dan Pelantikan Majelis Dzikir Al Wasilah di Kota Padang, Sumatera Barat, Minggu (17/12/2023).
Potongan video ketika Mahfud MD melontarkan kalimat tersebut langsung viral dan memantik reaksi negatif dari masyarakat, khususnya kaum perempuan yang tidak setuju bahwa mereka dianggap sebagai penyebab korupsi para suami.
Sadar ucapannya menimbulkan kegaduhan di masyarakat, calon wakil presiden nomor urut tiga ini memberikan klarifikasi melalui akun media sosial X. Mahfud menganggap judul berita yang tersebar seperti memancing kesan dan respons agak sinis, padahal jika dilihat secara utuh pernyataannya justru berisi pujian untuk kaum ibu.
“Menurut agama, peran ibu penting sebagai pintu surga bagi anak dan sebagai tiang negara. Seorang anak bisa mendapat surga karena lahir dan diasuh oleh sepak terjang (kaki) ibu yang baik," tulis Mahfud MD di akun X.
Pernyataan yang Ngawur
Tapi nasi sudah menjadi bubur. Apa yang sudah terlanjur keluar dari mulut sang menteri, meski menurut dia video yang viral tersebut tidak utuh, terlanjur dikomentari banyak orang.
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Siti Juliantari Rachman menilai pernyataan Mahfud MD seakan-akan menyederhanakan praktik kejahatan luar biasa korupsi yang terjadi di Indonesia.
“Pernyataan itu ngawur dan ngaco. Korupsi ditarik malah ke ranah domestik antara istri dan suami, padahal di luar itu,” kata Juliantari.
Juliantari mengatakan, praktik korupsi justru terjadi karena adanya penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi yang dilakukan para koruptor. Bahkan, tidak menutup kemungkinan praktik korupsi terjadi sebagai balas budi.
“Misalnya dalam konteks pengadaan barang dan jasa, dia kemudian mengarahkan perusahaan tertentu memenangkan tender karena perusahaan itu mungkin dulunya adalah penyumbang dana kampanye,” tegas Juliantari.
Mahfud MD sebenarnya bukan orang pertama yang melontarkan pernyataan bahwa istri sebagai penyebab perilaku korupsi suami. Bahkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata pada 2019 lalu pernah mengatakan bahwa pejabat yang terjerat kasus korupsi salah satu alasannya karena didorong oleh istri mereka.
“Karena banyak suami-suami yang jatuh dalam tindak pidana korupsi itu antara lain salah satunya didorong oleh istri," ujar Marwata.
Masalah yang Terstruktur dan Sistematis
Mundur di tahun 2016, mantan Komisioner KPK Basaria Panjaitan juga mengatakan hal serupa. Ia menuding perilaku hidup konsumtif dan sikap berfoya-foya bisa memicu suami melakukan korupsi.
“Apalagi kalau kebetulan punya suami yang menduduki jabatan strategis di pemerintahan, ya bisa memungkinkan untuk mengambil sesuatu yang bukan haknya,” kata Basaria kepada wartawan di Ambon.
Psikolog Tika Bisono menegaskan, praktik korupsi yang terjadi di Indonesia sekarang ini tidak ada kaitannya dengan istri. Menurutnya, korupsi yang merajalela di Indonesia merupakan masalah yang terstruktur dan sistematis.
Tika juga menyoroti lemahnya pencegahan, penegakan hukum, pengawasan sebuah instansi sehingga menyebabkan tingginya tingkat korupsi di Indonesia. Lemahnya penegakan hukum terhadap koruptor memberikan efek psikologis bahwa korupsi adalah biasa.
“Selama tidak ada efek jera, maka perilaku korupsi ini akan terus berlanjut. Korupsi adalah penyakit mental yang sangat parah, bahkan pelaku korupsi seperti tidak punya malu ketika ketahuan korupsi, ini kan sakit mental namanya,” ujar Tika kepada VOI.
“Korupsi terjadi tidak hanya di level atas, tapi mulai dari tingkat bawah. Korupsi bahkan jadi hobi, kebiasaan, ciri khas, dan budaya di Indonesia. Ini sangat parah,” imbuhnya.
Sedangkan, jubir Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) Eva Kusuma Sundari menegaskan, pernyataan Mahfud MD bias gender dan mencerminkan misoginis atau pembenci perempuan.
Baca juga:
“Ini menyedihkan karena beliau bicara berdasar prasangka buruk seperti ungkapan bahwa perkosaan adalah karena dipicu kegenitan perempuan, atau perempuan sumber maksiat," kata Eva kepada wartawan.
Dalam kesempatan yang sama, Eva menyebut pernyataan yang dilontarkan Mahfud MD adalah khas masyarakat patriarki yang percaya pada superioritas laki-laki dan menomorduakan perempuan.