WHO Sebut Pilihan untuk Lakukan Evakuasi Pasien dari RS Al-Shifa Gaza Terbatas
JAKARTA - PBB sedang mencari cara untuk melakukan evakuasi dari rumah sakit Al-Shifa di Gaza, tetapi pilihannya terbatas karena kendala keamanan dan logistik, kata seorang pejabat senior Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Hari Kamis.
Salah satu kendalanya adalah Bulan Sabit Merah Palestina kekurangan bahan bakar untuk ambulans di Gaza guna mengevakuasi pasien, kata Direktur Kedaruratan Regional WHO Rick Brennan kepada Reuters, seperti dilansir 17 November.
Ambulans yang tersedia juga tidak mencukupi, kata juru bicara Komite Internasional Palang Merah di Yerusalem.
Brennan mengatakan, Mesir terbuka untuk mengirim ambulansnya ke Gaza untuk membantu mengevakuasi orang-orang selama jaminan keamanan dan perjalanan yang aman dapat diberikan.
Menurut WHO, masih ada sekitar 600 pasien termasuk 27 orang dalam kondisi kritis di rumah sakit Shifa, yang dimasuki pasukan Israel minggu ini setelah pengepungan selama berhari-hari, kata Brennan.
"Kami sedang mempertimbangkan kemungkinan evakuasi medis secara penuh, namun ada banyak kekhawatiran mengenai keamanan, ada banyak kendala logistik. Pilihan kami agak terbatas, namun kami berharap mendapatkan kabar yang lebih baik dalam 24 jam ke depan," ujarnya.
Mereka yang mendapat prioritas dalam evakuasi termasuk bayi yang sakit kritis dan 36 bayi baru lahir yang kehilangan akses ke inkubator, karena kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan listrik, katanya.
Menurut Brennan, rencana evakuasi menjadi rumit karena komunikasi dengan rumah sakit sering terputus.
“Idenya adalah, kami akan membawa sebagian besar pasien dalam hitungan hari atau minggu dari Shifa," ungkapnya.
"Kami akan membawa sebagian besar dari mereka ke rumah sakit di Gaza selatan, namun rumah sakit tersebut juga sudah kewalahan sehingga ini merupakan faktor rumit lainnya. Pilihan lainnya tentu saja membawa sejumlah dari mereka ke Mesir," paparnya.
Sementara itu, seorang juru bicara WHO mengatakan, Rumah Sakit Al Arish di Mesir kemungkinan besar akan menjadi rumah sakit rujukan pertama dan pihaknya bekerja sama dengan pemerintah Mesir dalam "merencanakan dan membangun sistem triase, stabilisasi, dan evakuasi medis yang komprehensif", termasuk menyediakan pasokan medis tambahan dan kesehatan mental.
Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry dalam pengarahan di Mesir mengatakan, upaya untuk memberikan bantuan medis bagi warga Palestina dari Jalur Gaza harus dipusatkan di daerah kantong pantai yang terkepung.
"Jika kami memiliki kemampuan untuk merawat orang-orang ini di Rumah Sakit Al-Shifa, kami tidak akan ragu," ujarnya.
Rumah sakit dan negara lain bisa menerima lebih banyak pasien, kata juru bicara WHO, termasuk mereka yang memiliki kondisi kompleks seperti kanker serta mereka yang terluka dalam pemboman tersebut.
Baca juga:
- Empat Jam Bicara dengan Pemimpin China Xi Jinping, Presiden Biden: Itulah yang Dunia Harapkan dari Kita
- Rusia Sebut Jeda Kemanusiaan di Gaza Tidak Bisa Menggantikan Gencatan Senjata, Utusan Palestina: Kegilaan Ini Harus Diakhiri
- AS dan Israel Soroti Serangan Hamas, Brett Miller: Resolusi hanya Fokus pada Situasi Kemanusiaan di Gaza
- Korban Tewas di Gaza Tembus 11.500 Jiwa, DK PBB Sepakat Serukan Penghentian Sementara Perang di Gaza
Evakuasi pertama pasien dari Gaza ke rumah sakit di luar Mesir terjadi pada Hari Rabu, ketika 27 pasien kanker diterbangkan ke Turki dari Al Arish.
Risiko insiden keamanan selama evakuasi medis di Gaza masih tinggi, kata juru bicara ICRC. Dia mengatakan, konvoi medis ICRC yang mengantarkan pasokan ke rumah sakit terpisah di Gaza mendapat kecaman pekan lalu.
"Sulit untuk menjawab bagaimana hal ini biasanya terjadi (evakuasi medis dalam konflik), karena situasi ini sama sekali tidak normal," katanya.