Benarkah RS Indonesia di Gaza Dijadikan Benteng Pertahanan Hamas?
Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Palestina. (Antara/HO-MER-C/pri)

Bagikan:

JAKARTA – Bisa memberikan kontribusi nyata di daerah konflik menjadi pengalaman berharga dan tak terlupakan. Dan, tim medis merupakan salah satu bagian terpenting dalam di kawasan perang.

Tim medis bertugas dengan memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan.

Sudah sebulan lebih lamanya konflik Israel dengan Hamas, kelompok militan Palestina, terjadi. Situasi di Gaza saat ini kian memprihatinkan karena militer Israel terus melancarkan serangan. Sekolah dan rumah sakit bahkan tidak luput dari serangan Israel.

Ketua Presidium MER-C Indonesia Sarbini Abdul Murad (tengah), Presidium MER-C Indonesia Henry Hidayatullah (kiri), dan Ketua Konstruksi RS Indonesia di Gaza Faried Thalib (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor MER-C di Jakarta, Selasa (10/10/2023). (Antara/Reno Esnir/tom).

Kabar terkini mengatakan Rumah Sakit Al-Shifa, rumah sakit terbesar di Gaza, dalam kondisi “mengerikan dan berbahaya” menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Direktur Jenderal WHO, Tedro Adhano Ghebreyesus mengatakan tembahan dan pengeboman yang terjadi terus menerus di daerah sekitar rumah sakit telah memperburuk keadaan yang sudah kritis. Ia bahkan mengatalan Al Shifa kini tidak lagi berfungsi sebagai rumah sakit.

Kondisi Gaza Sangat Buruk

Selain Al Shifa, rumah sakit lainnya yang juga diserang Israel adalah Rumah Sakit Indonesia. Menurut Kepala Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) dr. Sarbini Abdul Murad, RS Indonesia adalah rumah sakit terbesar kedua di Gaza setelah Al Shifa.

Namun saat ini kondisi RS Indonesia makin memprihatinkan karena serangan bertubi-tubi yang dilancarkan militer Israel ke area sekitar rumah sakit.

Di tengah situasi mencekam, sepanjang pekan lalu muncul pemberitaan soal Israel menuding RS Indonesia di Gaza memiliki bunker dan terowongan yang terhubung ke Hamas. Bahkan, mencuat kabar bahwa Hamas mengendalikan RS Indonesia.

Sarbini dengan tegas membantah klaim tersebut. Ia mengatakan pembangunan dan desain rumah sakit untuk warga Palestina tidak memiliki bunker dan terowongan Hamas.

“Narasi soal RS Indonesia beredar sebelum aksi pengeboman. Kami membaca bahwa ada narasi yang dibangun,” kata Sarbini saat ‘Media Briefing PB IDI Mengenai Sharing Pengalaman para Dokter Indonesia di Zona Perang’, Jumat (10/11/2023).

Pasukan Hamas di dalam jaringan terowongan yang menjadi benteng pertahanan mereka di Gaza. (Mohammed Saber/EPA)

Sarbini menilai bahwa narasi tersebut sengaja dibangun oleh Israel dengan tujuan meneror pasien dan para pengungsi dari RS Indonesia. Saat ini RS Indonesia tidak hanya diisi oleh pasien yang membutuhkan perawatan, tapi juga warga sekitar yang mencari perlindungan.

Mereka memadati tiga lantai rumah sakit serta halaman depan. Mereka terpaksa berlindung di rumah sakit karena rumah mereka tidak aman.

“Kondisi Gaza saat ini sangat buruk, sangat jelek dibandingkan periode sebelumnya. Rumah sakit dihajar, rumah sakit kristen RS Baptis Al Ahly dihajar, gereja tertua ketiga di dunia juga dihajar,” ujar Sarbini menambahkan.

“Narasi tersebut dibangun agar masyarakat pindah dari RS Indonesia di Gaza, itu, sehingga nanti ketika rumah sakit kosong mereka akan dieksekusi,” katanya lagi.

Kesulitan Mengirim Dokter ke Gaza

Hingga saat ini Indonesia belum mengirimkan dokter untuk bisa membantu di kawasan Gaza. Hal itu terjadi karena sulitnya bagi para dokter untuk masuk ke Gaza.

Padahal, Idrus Paturusi, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, mengatakan sebenarnya saat ini banyak dokter Indonesia yang siap berangkat ke Palestina. Namun, situasi di Gaza saat ini jauh lebih berat dari misi kemanusiaan sebelumnya.

“Kita sudah kirim obat-obatan melalui Palang Merah Indonesia cukup banyak, tetapi belum tentu bisa masuk. Situasi di Gaza sekarang sangat mengkhawatirkan, sudah lebih dari 10.000 orang meninggal,” kata dr. Idrus, yang pernah bertugas dalam sejumlah misi kemanusiaan Indonesia di luar negeri.

Gambar satelit menunjukkan rumah sakit Al-Shifa, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Islam Palestina Hamas, di Gaza (11/11/2023). (Antara/HO-Maxar Technologies via REUTERS/aa)

Saat ini hanya ada tiga relawan asal Indonesia yang masih bertahan di Gaza. Mereka adalah Fikri Rofiul Haq, Reza Aldilla Kurniawan, dan Farid Zanzabil Al Ayubi.

Sarbini mengatakan ada tugas besar yang harus dilakukan koleganya di Gaza sehingga mereka menolak dievakuasi meski berkali-kali diminta oleh Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).

"Kita bertahan di sana karena di situ ada tugas besar yang harus dilaksanakan oleh teman-teman. Mereka tidak hanya mewakili MER-C, tetapi juga mewakili 280 juta rakyat Indonesia. Itu mereka lakukan dengan misi kemanusiaan, tutur Sarbini.

Di sisi lain, Idrus mengapresiasi loyalitas tiga relawan Indonesia yang masih bertahan di Gaza. Namun, ia juga tidak lupa mengirim pesan kepada mereka sebagai tumpuan masyarakat Gaza.

“Tiga relawan ini sepertinya sudah menyatu dengan orang-orang Gaza. Bersyukur mereka mau bertahan, tolong jaga kesehatan, jaga keselamatan karena mereka adalah tumpuan,” pungkasnya.