Bagikan:

JAKARTA – Konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel belum menunjukkan titik terang. Bahkan sejak perang teranyar pecah pada 7 Oktober lalu, situasi di Jalur Gaza kian memanas.

Hamas, kelompok militan Palestina, secara mendadak melancarkan serangan melalui darat, laut dan udara ke Israel. Serangan tersebut menewaskan lebih dari 1.000 orang. Serangan mendadak itu disebut sebagai serangan terburuk dalam sejarah Israel.

Sejak memproklamirkan diri merdeka pada 1948, Israel secara konsisten terlibat perang dengan Palestina.

Asap mengepul dari sebuah bangunan di Gaza City yang hancur akibat tembakan roket Israel dalam perang yang berkecamuk sejak 7 Oktober 2023. (Sky News)

Di sisi lain negara-negara Arab, meski sempat tegas tidak mengakui kemerdekaan Israel, perlahan justru membuka hubungan diplomatik dengan sekutu Amerika Serikat tersebut.

Maka tak mengherankan jika semakin ke sini, negara-negara Arab justru terlihat abai dengan konflik yang terjadi di Palestina-Israel.

Pengaruh AS di Israel

Pakar Hubungan Internasional dari Universitas Andalas, Padang, Virtuous Setyaka, menilai bungkamnya banyak negara di dunia karena memperhitungkan kekuatan Israel.

Selain itu, Virtuous juga tidak menampik dukungan Amerika Serikat sebagai negara adidaya terhadap Israel menjadi alasan bagi negara lain untuk tidak terlibat dalam konflik tersebut.

“Ada banyak alasan mengapa banyak negara di dunia cenderung tidak ikut campur dalam pusaran konflik Israel dan Palestina. Pertama, negara-negara di dunia memperhitungkan siapa Israel ini,” kata pakar Hubungan Internasional itu, dikutip Antara.

“Israel juga dikenal di-back-up negara-negara besar khususnya Amerika Serikat dan negara-negara Eropa yang lain,” ujar Virtuous lagi.

Masyarakat di Kota Rafah di Jalur Gaza bagian selatan pada Kamis (12/10/2023) membantu upaya penyelamatan para korban serangan udara Israel. (Antara/Khaled Omar/Xinhua/tm)

Jika terus dibiarkan, Virtuous meramalkan konflik Hamas dan Israel bisa memicu terjadinya perang proksi atau “proxi war” di negara-negara Timur Tengah hingga meluas ke negara Barat.

Ini terlihat dari sikap dua negara adidaya yang berseberangan, yaitu AS dan Rusia. Negeri Paman Sam secara terang-terangan memberi dukungan kepada Israel. Sementara, Presiden Rusia Vladimir Putin mengecam Israel dan mendukung penuh kemerdekaan Palestina.

“Contohnya Amerika Serikat memberikan dukungan ke Israel, kemudian Rusia merasa berkepentingan untuk memberikan dukungan pula kepada Palestina,” ujar Virtuous, dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Andalas.

Negara-negara Arab diketahui menolak memberikan pengakuan diplomatik kepada Israel setelah menyatakan kemerdekaan pada 1948. Serangkaian perang antara negara-negara Arab dan Israel terjadi pada dekade-dekade berikutnya.

Sayap militer Hamas berpatroli dalam perayaan Iduladha di Gaza City pada 30 Juni 2023. (Atia Mohammed/Flash90)

Namun, Mesir menjadi negara Arab pertama yang membuat perjanjian damai dengan Israel pada 1979. Ini terjadi setelah Perang Enam Hari pada 1967 dan Perang Yom Kippur pada 1973.

Israel kemudian menyetujui solusi two states atau dua negara dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada 1993. Setahun kemudian, Yordania menandatangani perjanjian damai dengan Israel.

Tapi solusi dua negara urung terjadi karena mendapat penentangan, termasuk dari Hamas.

Sementara itu, kepentingan bersama antara Israel dan negara-negara Teluk Arab semakin meningkat. Perkembangan ekonomi dan inovasi teknologi Israel yang pesat menawarkan insentif ekonomi.

Kesepakatan Abraham

Melansir BritannicaAbraham Accords atau Kesepakatan Abraham adalah serangkaian perjanjian untuk menormalisasi hubungan antara Israel dan beberapa negara Arab. Perjanjian tersebut, yang semuanya ditandatangani pada paruh kedua tahun 2020, terdiri dari deklarasi umum di samping perjanjian bilateral antara Israel dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko.

Sebelum pecahnya perang Hamas dan Israel pada 7 Oktober lalu, Arab Saudi, salah satu negara paling berkuasa di Timur Tengah, juga tengah membuka negosiasi normalisasi hubungan dengan Israel.

Israel bahkan optimistis kerangka kesepakatan normalisasi hubungan dengan Arab Saudi bisa terlaksana awal tahun depan. Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman (MbS) sebagai pemimpin de facto negara kerajaan, mengatakan bahwa negaranya memang semakin mendekati normalisasi hubungan dengan Israel.

"Setiap hari, kami semakin dekat," ujar MbS pada sesi wawancara dengan Fox News, dikutip dari CNN, 21 September lalu.

Namun, Arab Saudi dikabarkan menangguhkan normalisasi Israel setelah perang Hamas-Israel pecah awal Oktober kemarin.

Para menteri luar negeri negara-negara ASEAN berfoto bersama saat pembukaan Pertemuan Dewan Koordinasi ASEAN (ACC) di Gedung Sekretariat ASEAN, Jakarta, Senin (4/9/2023). (Antara/Aditya Pradana Putra/pras/aa)

Menurut guru besar emeritus pada Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof.Dr. Mohtar Mas’oed perjanjian damai Abraham Accords secara tidak langsung mengucilkan Palestina. Perjanjian ini membuat Palestina tidak lagi mendapat dukungan penuh dari negara-negara Arab.

Abraham Accords dipandang sebagai struktur diplomatik yang mempersatukan kekuatan melawan ancaman Iran. Sehingga mengakibatkan polarisasi Timur Tengah ke dalam dua kubu, merosotnya semangat memperjuangkan Palestina, dan berakhirnya isolasi Israel,” kata Prof. Mohtar dalam acara DIHI UGM Talks bertajuk Hamas-Israel 2023: Babak Baru Konflik atau Perdamaian di Timur Tengah?

Abraham Accords berakibat pengucilan Palestina oleh sebagian negara-negara Arab,” pungkasnya.

Sementara itu, Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mendesak penghentian segera kekerasan dan menyerukan penghormatan penuh terhadap hukum humaniter internasional dalam konflik Palestina-Israel.

ASEAN mengutuk tindakan kekerasan yang menewaskan dan melukai warga sipil, termasuk warga negara anggota ASEAN, dan menyerukan semua pihak agar menciptakan koridor kemanusiaan yang aman, cepat, dan bebas hambatan.

“ASEAN menegaskan kembali dukungannya terhadap solusi dua negara yang dinegosiasikan yang memungkinkan Israel dan Palestina hidup berdampingan dalam perdamaian dan keamanan sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB yang relevan,” demikian bunyi pernyataan tersebut.

“Ini akan menjadi satu-satunya jalan yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan akar penyebab konflik,” tambah pernyaataan.