Di Balik Pemilihan Mahfud MD dan Muhaimin Iskandar: Kader NU Kerap Diincar dalam Pilpres, Padahal Tidak Jaminan Menang
Kader NU sering menjadi incaran dalam Pilpres untuk mendulang suara. (NU Online)

Bagikan:

JAKARTA – Keputusan PDIP meminang Mahfud MD sebagai tandem calon presiden (Capres) Ganjar Pranowo kian menegaskan adanya perebutan suara Nahdlatul Ulama (NU) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Ketua Umum Megawati Soekarnoputri mendeklarasikan Mahfud MD sebagai Cawapres di Kantor DPP PDIP, Rabu (18/10/2023). Menurut sejumlah pengamat, penunjukkan Mahfud diharapkan dapat menarik suara dari kalangan NU, yang berbasis di Jawa Timur.

Menurut pengamat politik yang juga Direktur Pascasarana Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr. Ahmad Atang, Msi, sosok Mahfud MD dapat menjembatani kepentingan politik NU di tengah renggangnya relasi antara NU dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

“Mahfud MD merupakan warga Nahdliyin yang dekat dengan kyai dan ulama NU kultural maupun struktural. Maka hadirnya Mahfud dapat menjembatani kepentingan politik NU, di tengah renggangnya relasi antara NU dan PKB,” kata Ahmad Atang di Kupang, dikutip Antara.

Alasan Mengeruk Suara

Mahfud MD merupakan tokoh asal Madura, Jawa Timur dan dikenal dekat dengan kiai. Keputusan PDIP meminang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi untuk disebut untuk mengimbangi Ketua PKB Muhaimin Iskandar, Bacawapres Anies Baswedan.

Sebenarnya bukan kali ini saja kontestasi Pilpres diramaikan dengan figur dari kalangan NU. Contohnya pada Pilpres 2019, ketika Joko Widodo akhirnya menggandeng Ma’ruf Amin sebagai Cawapres. Pemilihan Ma’ruf Amin tak bisa dilepaskan dari fakta bahwa ia merupakan kader NU.

Pangi Syarwi Chaniago, pakar politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, melihat tren merekrut kader NU bukanlah hal aneh. Ini dilakukan untuk merebut kemenangan di Jawa Timur, yang merupakan lumbung suara terbesar kedua, setelah Jawa Barat.

“Kader NU sering menjadi rebutan adalah hal biasa. Itu karena NU merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia. NU bisa mengambil kemenangan di Jawa Timur dan Jawa Tengah,” kata Pangi ketika dihubungi VOI.

Bakal calon presiden dari PDI Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo (kiri) dan bakal calon wakil presiden Mahfud MD (kanan) bergandengan tangan saat acara pengumuman bakal calon wakil presiden pada Pilpres 2024 di kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (18/10/2023). (Antara/M Risyal Hidayat/aww)

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo tak menampik bahwa kader NU ini dimanfaatkan untuk menarik suara sebanyak-banyaknya.

“Pilpres itu ujung-ujungnya bagaimana mengumpulkan suara, menggalang suara. NU merupakan organisasi Islam terbesar, memiliki basis massa terbesar, meski tersentral di Jawa Timur,” ucap Karyono kepada VOI.

“Warga NU ini besar, sehingga untuk menarik perhatian mereka dengan memilih Capres Cawapres dari NU,” imbuhnya.

Hal senada juga diungkapkan pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio.

 “NU adalah representasi Islam yang jelas, artinya gambaran Islam itu ada di NU juga, walaupun ada Muhammadiyah, sehingga NU paling dicari,” ujar Hendri menuturkan.

Tidak Jaminan Menang

Setelah Ganjar Pranowo menggandeng Mahfud MD dan Anies Baswedan bersama Muhaimin Iskandar, kini Prabowo Subianto yang belum mengumumkan Bacawapresnya.

Selama ini, Ketua Partai Gerindra tersebut disebut ngebet menginginkan Gibran Rakabuming Raka sebagai pendampingnya. Tapi Prabowo bukan tidak mungkin berubah pikiran setelah melihat manuver kedua rivalnya.

Selain Gibran, Prabowo juga disebut mendekati Yenny Wahid, yang merupakan putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid. Belum lama ini, Prabowo juga terlihat mengadakan pertemuan dengan Yenny di kediamannya di Jakarta pada 6 September silam.

Sejumlah pengamat menilai pertemuan tersebut adalah salah satu ikhtiar kubu Prabowo menghimpun dukungan warga NU memilih Prabowo.

Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar menghadiri halaqoh pemikiran politik Sunan Ampel di salah satu hotel di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (9/9/2023). (Antara/Fauzi Lamboka)

Tapi Pangi mengatakan, jika semua Capres merekrut kader NU, berpotensi membuat suara terpecah.

“Kalau semua memilih NU, maka suaranya akan pecah. Faktor terpenting dalam Pilpres adalah personality Capres dan Cawapres, visi misi, strategi, serta program. Itulah yang paling penting,” kata Pangi melanjutkan.

Ia kemudian memberikan contoh bagaimana Susilo Bambang Yudhoyono bisa memenangkan Pilpres 2004 meski tidak berpasangan dengan kader NU. Pada putaran kedua, paangan SBY-Jusuf Kalla bisa mengalahkan Megawati Soekarno Putri-Hasyim Muzadi.

“Pada Pilpres 2004 ada faktor empiris yang membuat SBY menang, meski ia dan JK tidak memiliki label NU murni,” jelasnya.

Hal senada juga diungkapkan Pangi Syarwi Chaniago. Ia menyebut kader NU bukan satu-satunya jaminan kemenangan pada Pilpres.

“Pemilih NU makin mandiri sekarang. Setiap keputusan belum tentu diikuti warga NU, karena ada preferensi sendiri. Jadi jangan bangga dulu. Misalnya NU kultural memilih A atau B, belum tentu itu langsung diikuti warganya,” kata Pangi menyudahi.

Terkait