Bagikan:

JAKARTA – PDIP telah mengumumkan Mahfud MD sebagai bakal calon wakil presiden untuk mendampingi Ganjar Pranowo pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Terkait hal ini diumumkan langsung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di kantor DPP PDIP di Jalan Pangeran Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/10/2023) sekitar pukul 10.00 WIB.

Pendeklarasian Mahfud sekaligus mengakhiri rumor terkait siapa yang akan menjadi tandem Ganjar tahun depan. Sebelumnya, Ganjar dihubungkan dengan sejumlah nama tak kalah besar, termasuk Sandiaga Uno, Ridwal Kamil, dan Andika Perkasa.

Untuk sampai didapuk sebagai Bacawapres, Mahmud MD telah melewati perjalanan panjang dan cemerlang baik di ranah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Tapi di tengah-tengah perjalannya, ia juga sempat menelan kecewa, yaitu dua kali diberi ‘harapan palsu’ pada dua edisi Pilpres sebelumnya.

Dibayangi Dua Kali Harapan Palsu

Mahmud MD sempat mengenyam kuliah dengan dua program studi di dua perguruan tinggi berbeda. Ia kuliah di jurusan Sastra Arab Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia (UII), keduanya di Yogyakarta. Mahfud menyelesaikan studinya pada 1983.

Mahfud kemudian melanjutkan kuliah program Pascasarjana jurusan Ilmu Politik dan Ilmu Hukum Tata Negara UGM, serta program S3 Ilmu Hukum Tata Negara dan lulus pada 1993.

Pada tahun 2000 saat usianya 43 tahun, ia dinobatkan sebagai Guru Besar bidang Politik Hukum di UII. Di tahun yang sama, ia bergabung dengan Tim Ahli Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Hukum dan HAM.

Sukses Mahfud dalam akademik membuka jalan baginya menuju berbagai posisi strategis dalam pemerintahan dan politik Indonesia.

Karier Mahfud di tingkat eksekutif bermula dengan menjadi Menteri Pertahanan di era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada periode 2000-2001. Di periode yang sama, pria kelahiran 13 Mei 1957 ini juga merangkap jabatan sebagai Menteri Kehakiman dan HAM.

Gagal jadi Cawapres Presiden Jokowi pada periode jabatan kedua 2019-2024, Mahfud MD diberi posisi sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan. (Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Mahfud kemudian memilih PKB sebagai kendaraan politiknya sebelum akhirnya terpilih sebagai anggota DPR dari partai tersebut lewat Pemilu 2004. Karier Mahfud berlanjut dengan terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pada periode 2008-2013.

Dipilih sebagai Bacawapres untuk mendampingi Ganjar Pranowo pada Pilpres 2024, bisa dikatakan sebagai karier tertinggi Mahfud. Sebelumnya ia sempat dua kali gagal maju ke Pilpres.

Pada 2014, Mahfud sempat diusung PKB sebagai Bacawapres Jokowi. Namun pada akhirnya PKB malah mendukung duet Jokowi dengan Jusuf Kalla.

Dua pekan setelah diabaikan, ia kemudian menyeberang ke kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang saat itu menjadi rival Jokowi-Jusuf Kalla. Ia menjadi ketua Tim Pemenangan Koalisi Merah Putih (KMP).

Tapi empat tahun kemudian, Mahfud kembali menjalin kedekatan dengan Jokowi dan namanya santer dibicarakan sebagai Cawapres, menggantikan Jusuf Kalla.

Ia bahkan disebut-sebut sudah menerima pinangan Jokowi untuk bersama dengannya berjuang di Pilpres 2019. Jokowi bahkan telah memintanya menjahit kemeja putih, supaya bisa tampil seragam saat deklarasi Capres-Cawapres di Plataran Resto, Menteng, Jakarta Pusat, pada 9 Agustus 2018.

Tepat di hari-H, Mahfud berada di Restoran Tesate, tak jauh dari lokasi tempat acara deklarasi. Namun publik kemudian dikejutkan karena bukan nama Mahfud yang diumumkan sebagai Cawapres Jokowi, melainkan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin.

Kendati begitu, hubungannya dengan Jokowi tetap harmonis, terbukti dengan ia ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Kabinet Indonesia Maju.

Tidak Ada Loyalitas dalam Politik

Berkaca pada pergerakan Mahfud MD dalam sembilan tahun terakhir, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia di era Presiden Aburrahman Wahid ini dicap sebagai orang yang tidak loyal.

Tapi pakar politik dari Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah apa yang dilakukan Mahfud bukan sesuatu yang perlu diperdebatkan, karena pada dasarnya tidak ada kesetiaan dalam dunia politik.

“Dalam politik tidak ada definisi setia, orientasi politik adalah upaya mendapatkan kekuasaan dengan berbagai cara, sehingga tidak persoalan ketika seseorang saling berganti dukungan, bahkan Jokowi sekalipun yang sudah secara terang dibesarkan PDIP, punya potensi meninggalkan dan justru melawan PDIP di 2024 ini,” ujar Dedi kepada VOI.

“Mahfud MD sulit disebut tidak loyal, karena ia hanya berganti kelompok saat Pilpres, berbeda lagi jika Mahfud ini kader partai lain yang menyeberang hanya untuk mendapatkan tiket keterusungan,” kata Dedi menambahkan.

Massa memberi dukungan kepada Ganjar-Mahfud di depan Kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Rabu (18/10/2023). (Antara/HO-PDI Perjuangan)

Meski dua kali dipaksa menelan harapan palsu, comeback Mahfud diyakini bakal memiliki imbas pada dua Bacapres lainnya, Anies Baswedan dan Prabowo Subianto.

Mahfud MD diklaim bisa meredam suara Muhaimin yang memiliki pendukung loyal di Jawa Timur. Di sisi lain, ini juga bisa memengaruhi langkah berikutnya kubu Prabowo yang selama ini santer akan berduet dengan Gibran Rakabuming Raka.

“Bagaimanapun basis suara Mahfud ada di Jatim, dan ini potensial meredam suara Muhaimin,” tutur Dedi lagi.

“Selain itu, bisa saja Prabowo dalam dilema, Gibran yang semula menjadi tokoh utama sebagai Bacawapres mungkin saja berubah, tetapi perubahan itu hanya terjadi jika Jokowi kembali mendukung PDIP. Jika tidak, maka Gibran tetap yang terbaik dalam pilihan Prabowo,” ujar Dedi menyudahi.